Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Lonjakan Dolar AS dan Imbal Hasil Turun: Rupiah Melemah, Emas Anjlok

Lonjakan Dolar AS dan Imbal Hasil Turun: Rupiah Melemah, Emas Anjlok

by Didimax Team

Dolar Amerika Serikat mencapai level tertinggi pada dua decade terakhir. Pertumbuhan harga konsumen Amerika Serikat melambat tajam pada bulan April karena bensin mengalami penurunan dari pencapaian sebelumnya. 

Pertumbuhan ini telah menunjukkan inflasi mungkin telah mencapai puncaknya. Meskipun masih ada kemungkinan akan tetap panas untuk sementara waktu dan menjaga langkah Fed pada kebijakan untuk menaikkan suku bunganya. 

Dengan perkembangan inflasi ini, membuat berbagai mata uang dunia dan juga harta berharga mengalami pergerakan. Harga emas goyah dalam perdagangan yang bergejolak di Asia. 

Mengakibatkan, emas dan beberapa logam mulia lainnya mengalami penurunan. Dalam perdagangan Kamis (12/5/2022) sore, harga emas turun karena nilai dolar mencapi level tertingginya setelah 20 tahun. 

Emas berjangka Amerika Serikat melemah sebesar 0,2% setelah sebelumnya sempat menguat 0,7% pada sesi sebelumnya. 

Logam mulia ini banyak digunakan sebagai lindung nilai inflasi, namun meski demikian masih tetap sensitif terhadap kenaikan suku bunga jangka pendek Amerika Serikat dan imbal hasil obligasi. 

Selain pengaruhnya terhadap pergerakan logam mulia, lonjakan Dolar dan imbal hasil ini juga mempengaruhi nilai tukar mata uang Indonesia. Pada perdagangan terakhir, nilai tukar Rupiah melemah terhadap USD, hal ini disebabkan karena tekanan penguatan indeks Dolar AS.

Mata uang Indonesia terkoreksi 44 poin atau 0,30% ke Rp. 14.598 per USD. Sedangkan indeks Dolar AS menguat sebesar 0,45% menjadi 104,31.

 

Emas Jatuh Ditengah Lonjakan Dolar AS

Emas berjangka mengalami penurunan tajam pada akhir perdagangan Jumat (13/5/2022) pagi. Perdagangan ini sekaligus menjadi hari terburuk karena inflasi terus memanas mendorong USD menjadi lebih kuat mendekati level tertinggi dua dekade.

Menguatnya mata uang Amerika Serikat itu juga menekan daya tarik logam mulia. Kilau emas kian memudar seiring tekanan inflasi dan lonjakan Dolar. 

Untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, kontrak emas paling aktif anjlok sebesar 29,10 USD atau sebesar 1,57% menjadi 1.824,60 USD per ounce. Hal ini berbalik melemah dari kenaikan sehari sebelumnya. 

Emas berjangka terangkat sebesar 12,7 USD atau sebesar 0,69% menjadi 1.853,70 USD pada perdagangan Rabu (11/5/2022), setelah tergelincir sebesar 17,6 USD atau 0,95% menjadi 1.841,00 USD pada Selasa (10/5/2022). 

Departemen Tenaga Kerja Ameriak Serikat menyampaikan bahwa indeks harga produsen AS naik sebesar 11% tahun ke tahun dan 0,5% bulan ke bulan pada April 2022. Ini menunjukkan mengalami penurunan dari masing-masing 11,5% dan 1,6% pada Maret. 

Departemen juga melaporkan bahwa klaim pengangguran awal Amerika Serikat meningkat sebesar 1000 menjadi 203.000 disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 7 Mei. 

Logam mulia lainnya juga mengalami pergerakan. Pada pengiriman Juli perak turun sebesar 80,2 sen atau 3,72% menjadi 20,773 USD per ounce. Platinum turun 58,4 USD atau 5,9% menjadi ditutup pada 931,4 USD per ounce. 

Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Indeks Dolar yang mengukur Greenback terhadap enam mata uang utama lainnya naik sebesar 0,9% mendekati level tertinggi 20 tahun. Dolar yang kuat dipandang sebagai negatif komoditas yang dihargai dalam unit tersebut karena membuat mata uang lainnya menjadi mahal. 

Angka inflasi tinggi menjelang pertemuan Fed membuat bank sentral mempertimbangkan kenaikan suku bunga 75 basis poin yang lebih besar daripada 50 basis poin yang dikatakan Ketua Fed Jerome Powell. 

Salah satunya adalah pengaruh terhadap mata uang Rupiah. Mata uang Indonesia ini terkoreksi 44 poin atau 0,30% ke Rp. 14.598 per USD. Sedangkan Indeks Dolar AS menguat sebesar 0,45% ke 104,31. 

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, mata uang Amerika Serikat menguat terhadap mata uang lainnya pada perdagangan Kamis (12/5/2022), karena investor mencerna indeks harga konsumen AS menunjukkan inflasi tetap tinggi. 

Ibrahim menyampaikan inflasi AS sedikit mereda pada bulan April yaitu sebesar 8,3% namun tetap mendekati level tertinggi 40 tahun. Indeks harga konsumen AS naik sebesar 0,3% . Federal Reserve AS menaikkan suku bunga menjadi 1% pada minggu lalu. 

Selain itu peningkatan juga didorong oleh aktivitas ekonomi masyarakat pada bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Besar Keagamaan. 

Kenaikan yang terus terjadi pada dolar dan semakin besarnya inflasi akan membuat sejumlah mata uang dunia mengalami pergolakan. Selain itu, juga membuat emas semakin terpuruk akibat imbal hasil dan inflasi yang semakin tinggi. 

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama