Pusat Edukasi

Rumah Pusat Edukasi Belajar Forex Pusat Edukasi Gratis Apakah Harga Emas Naik Saat Perang Thailand dan Kamboja Terjadi?

Apakah Harga Emas Naik Saat Perang Thailand dan Kamboja Terjadi?

by rizki

Apakah Harga Emas Naik Saat Perang Thailand dan Kamboja Terjadi?

Ketika ketegangan geopolitik meletup—sekecil apa pun skalanya—pertanyaan klasik yang hampir selalu muncul dari para investor adalah: apakah emas akan naik? Emas, yang selama berabad-abad dipandang sebagai safe haven asset, kerap menjadi pelabuhan ketika risiko meningkat, volatilitas membengkak, dan kepastian ekonomi menguap. Dalam konteks Asia Tenggara, salah satu episode geopolitik yang cukup sering dirujuk adalah konflik bersenjata Thailand–Kamboja yang memanas beberapa kali, terutama pada periode 2008–2011, dipicu sengketa perbatasan di sekitar Kuil Preah Vihear. Lalu, apakah pada periode tersebut harga emas memang terdorong naik karena perang? Atau justru faktor lain yang lebih dominan?

Artikel panjang ini akan membedahnya dari beberapa sudut: (1) bagaimana emas biasanya bereaksi terhadap perang dan krisis geopolitik, (2) konteks spesifik konflik Thailand–Kamboja, (3) dinamika harga emas global 2008–2011 yang kerap disalahpahami, (4) bagaimana membaca data dengan pendekatan event study sederhana, (5) apa pelajaran praktis bagi trader dan investor ritel, serta (6) bagaimana Anda bisa menyiapkan sistem trading yang disiplin untuk menunggangi—bukan ditunggangi—peristiwa geopolitik.


Emas dan Geopolitik: Antara Narasi dan Data

Secara teori dan narasi populer, emas akan cenderung menguat ketika:

  1. Risiko geopolitik meningkat signifikan (perang berskala besar, ketegangan antar kekuatan global).

  2. Inflasi dan pelemahan mata uang fiat meningkat (mendorong investor mencari lindung nilai).

  3. Kebijakan moneter longgar dan suku bunga riil rendah/negatif (menurunkan opportunity cost memegang emas yang tidak memberikan yield).

  4. Krisis finansial sistemik (seperti krisis 2008), yang membuat investor menghindari aset berisiko.

Namun, tidak semua konflik otomatis mengangkat harga emas. Skala, durasi, posisi geografis, dampak pada suplai komoditas strategis, serta keterkaitan terhadap pusat-pusat finansial dunia sangat menentukan. Konflik regional yang terbatas, intermiten, dan tidak mengganggu sistem keuangan global sering kali tidak cukup untuk menggeser tren besar emas. Dalam banyak kasus, perubahan harga emas yang terlihat selama konflik kecil lebih merupakan kelanjutan dari tren makro yang sudah ada, bukan akibat langsung dari konflik tersebut.


Konflik Thailand–Kamboja: Skala Regional, Dampak Global Terbatas

Konflik Thailand–Kamboja yang mengemuka pada 2008–2011 memiliki beberapa karakteristik penting:

  • Lokus konflik adalah sengketa perbatasan dan status warisan budaya (Kuil Preah Vihear).

  • Skala militer relatif kecil dibandingkan konflik global (mis. invasi besar, perang antar blok).

  • Durasi konflik bersifat sporadis, dengan fase-fase eskalasi dan de-eskalasi.

  • Pengaruh terhadap pasar keuangan internasional relatif terbatas, karena kedua negara bukan pusat keuangan global dan konflik tidak terkait langsung dengan rantai pasok komoditas kunci dunia seperti minyak.

Dengan karakteristik tersebut, logis untuk menduga bahwa konflik ini—sendirian—tidak menjadi pendorong utama reli emas global pada periode tersebut. Tetapi, periode 2008–2011 adalah masa ketika emas memang naik tajam secara global, mencapai puncak historis di sekitar 2011. Inilah yang kerap melahirkan false attribution (atribusi keliru): melihat dua kejadian berdekatan lalu menyimpulkan hubungan sebab-akibat.


2008–2011: Emas Melejit—Tetapi Utamanya Karena Krisis Global

Mari kita ingat kembali apa yang terjadi dalam 2008–2011:

  • Krisis finansial global (Global Financial Crisis, GFC) 2008 menghancurkan kepercayaan pada sistem keuangan, mendorong pelonggaran moneter ekstrem, dan menurunkan suku bunga ke level sangat rendah.

  • Quantitative easing (QE) oleh bank sentral utama (misalnya The Federal Reserve) memperbesar likuiditas dan mendorong minat pada aset store of value.

  • Kekhawatiran atas utang berdaulat Eropa (Eurozone sovereign debt crisis) memuncak sekitar 2010–2012.

  • Inflasi yang dikhawatirkan meningkat dalam jangka menengah akibat stimulus besar-besaran.

Di tengah atmosfer ini, emas naik dari sekitar USD 800–900/oz pada akhir 2008 menuju puncak di atas USD 1.900/oz pada 2011. Pergerakan ini tidak spesifik “karena” konflik Thailand–Kamboja. Konflik tersebut terlalu kecil untuk menjelaskan reli global yang begitu besar. Yang terjadi adalah korelasi waktu—bukan kausalitas langsung.


Event Study Sederhana: Cara Menguji “Apakah Perang Ini Mengangkat Emas?”

Jika Anda ingin secara data-driven menilai klaim “perang X membuat emas naik”, Anda dapat melakukan pendekatan event study sederhana:

  1. Tentukan tanggal-tanggal peristiwa kunci (misalnya tanggal bentrokan terbesar, deklarasi gencatan senjata, keputusan pengadilan internasional, dsb.) dalam konflik Thailand–Kamboja.

  2. Ambil data harga emas harian (XAU/USD) atau mingguan, serta indeks dolar AS (DXY) dan yield obligasi AS (misal US 10Y) sebagai variabel kontrol.

  3. Hitung return abnormal emas di jendela waktu ± beberapa hari/minggu dari setiap kejadian kunci.

  4. Lihat konsistensi arah pergerakan: Apakah mayoritas peristiwa diikuti kenaikan signifikan emas di atas kecenderungan pasar normal?

  5. Bandingkan dengan periode non-peristiwa untuk mengetahui apakah pola tersebut unik pada masa konflik.

Kemungkinan besar, Anda akan menemukan bahwa signal “perang Thailand–Kamboja” tenggelam di dalam noise tren makro global yang jauh lebih besar pada periode tersebut. Dengan kata lain, harga emas yang naik tajam 2008–2011 tidak dapat dijelaskan secara dominan oleh konflik ini.


Lokal vs Global: Harga Emas dalam THB dan KHR

Satu lagi dimensi yang sering terlupakan adalah perbedaan antara harga emas global (XAU/USD) dan harga emas dalam mata uang lokal seperti THB (baht Thailand) atau KHR (riel Kamboja). Bahkan kalau harga emas global tak banyak bereaksi terhadap konflik, harga emas lokal bisa berfluktuasi karena:

  • Pelemahan atau penguatan mata uang lokal terhadap USD.

  • Kebijakan domestik terkait perdagangan emas, kontrol modal, atau pajak.

  • Permintaan fisik lokal (misal cultural demand di Thailand yang cukup kuat terhadap emas perhiasan).

Tetapi, skala volatilitas ini pun biasanya tetap tidak sebanding dengan penggerak global seperti perubahan suku bunga The Fed, nilai DXY, atau inflasi global.


Pelajaran Praktis untuk Trader & Investor

1) Bedakan Narasi vs Data

Media sering menonjolkan narasi bahwa “perang = emas naik”. Selalu uji dengan data: lihat skala konflik, dampaknya pada sistem keuangan global, dan perbandingkan dengan faktor makro dominan.

2) Peta Suku Bunga Riil

Emas bereaksi kuat terhadap suku bunga riil (suku bunga nominal dikurangi inflasi). Saat suku bunga riil rendah/negatif, emas relatif atraktif. Ini adalah variabel yang secara historis jauh lebih kuat menjelaskan tren emas dibandingkan konflik regional terbatas.

3) Perhatikan DXY

Emas berdenominasi dolar AS. Dolar yang menguat cenderung menekan harga emas, dan sebaliknya. Konflik yang tidak mengubah dinamika dolar secara signifikan biasanya tidak berdampak besar pada emas.

4) Gunakan Risk Management yang Ketat

Apapun katalisnya, tanpa manajemen risiko, volatilitas emas bisa “mengusir” Anda dari pasar lebih cepat daripada yang Anda sangka. Tentukan posisi sizing, stop-loss, dan take-profit yang disiplin.

5) Miliki Rencana, Bukan Reaksi Spontan

Daripada bereaksi impulsif setiap ada berita konflik, miliki trading plan yang memasukkan skenario geopolitik sebagai modifier, bukan driver utama. Misalnya: hanya jika konflik menyentuh rantai pasok energi global, atau berpotensi mengubah arah kebijakan bank sentral, barulah Anda menyesuaikan eksposur emas lebih agresif.


Studi Kasus Mikro: Bagaimana Jika Konflik Meningkat Tajam?

Jika—hipotetis—konflik Thailand–Kamboja meningkat jauh lebih tajam dan berkepanjangan, apakah emas akan naik? Mungkin, tetapi tidak otomatis. Pasar akan menilai:

  • Apakah konflik tersebut menginfeksi pasar regional (ASEAN) dan berdampak ke arus modal global?

  • Apakah terjadi pelarian besar-besaran dari aset berisiko di Asia menuju aset safe haven?

  • Apakah terdapat dampak sistemik (misalnya tekanan pada bank-bank besar, pasar obligasi global, atau mata uang utama)?

Jika jawabannya “tidak”, maka emosi pasar mungkin hanya memunculkan lonjakan volatilitas jangka pendek yang kemudian kembali ke tren utama yang didorong oleh variabel makro lain.


Bagaimana Menyusun Framework Analisis untuk Emas?

Agar tidak terjebak pada “setiap konflik = buy gold”, Anda bisa membangun checklist analitis berikut sebelum mengambil keputusan:

  1. Skala Konflik

    • Regional terbatas / regional signifikan / global.

  2. Keterkaitan dengan Rantai Pasok Global

    • Energi, logistik, pangan.

  3. Efek pada Dolar AS & Suku Bunga Riil

    • Apakah mendorong bank sentral mengubah sikap?

  4. Sentimen Pasar Global

    • VIX melonjak? Spread kredit melebar?

  5. Konfirmasi Teknis

    • Apakah XAU/USD menembus level resistance penting dengan volume besar?

  6. Validasi dengan Data

    • Lihat return abnormal emas di sekitar tanggal peristiwa.

Jika sebagian besar indikator tidak mendukung, kemungkinan besar konflik tersebut bukan katalis utama emas.


Inti Jawaban: Apakah Harga Emas Naik Saat Perang Thailand dan Kamboja Terjadi?

Secara garis besar: reli emas pada periode konflik Thailand–Kamboja (2008–2011) lebih kuat dijelaskan oleh faktor makro global—krisis finansial, quantitative easing, dan penurunan suku bunga riil—daripada konflik itu sendiri. Konflik tersebut kemungkinan hanya memberikan efek sentimen lokal/temporer, bukan menjadi pendorong struktural harga emas global. Dengan demikian, mengatribusikan kenaikan emas saat itu kepada perang Thailand–Kamboja adalah simplifikasi berlebihan.

Namun, pelajaran penting untuk trader justru ada di sini: jangan cepat-cepat menghubungkan dua kejadian tanpa membedah konteks makro dan data pendukung. Narasi bisa menyesatkan, tetapi angka jarang berbohong—asal kita menganalisisnya dengan benar.


Pada akhirnya, trading yang konsisten profit tidak dibangun dari reaksi emosional terhadap headline, tetapi dari sistem analisis yang teruji, risk management yang ketat, dan disiplin eksekusi. Jika Anda ingin memperdalam bagaimana menyaring berita geopolitik, membaca dinamika suku bunga riil, memadukan analisis makro dengan teknikal, hingga merancang playbook untuk berbagai skenario pasar emas, Anda butuh wadah belajar yang komprehensif dan terstruktur.

Jika Anda serius ingin meningkatkan edge Anda di pasar, ikuti program edukasi trading di www.didimax.co.id. Di sana, Anda bisa mendapatkan pendampingan, materi analisis makro & mikro, praktik langsung dengan studi kasus nyata, serta strategi risk management yang realistis untuk menghadapi volatilitas pasar—termasuk ketika berita geopolitik kembali meledak dan membuat pasar gonjang-ganjing.

Jangan biarkan keputusan trading Anda bergantung pada narasi tanpa bukti. Dapatkan metodologi, alat analisis, serta komunitas yang mendukung proses belajar Anda di **www.didimax.co.id**—agar setiap keputusan yang Anda ambil bukan hanya reaktif, tetapi terukur, berbasis data, dan berjangka panjang.