Pusat Edukasi

Rumah Pusat Edukasi Belajar Forex Pusat Edukasi Gratis Carry Trade di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi, Masih Menguntungkan?

Carry Trade di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi, Masih Menguntungkan?

by Iqbal

Carry trade telah lama menjadi salah satu strategi populer di dunia forex, terutama bagi para trader institusional maupun ritel yang ingin memanfaatkan perbedaan suku bunga antar negara. Dalam skema sederhana, carry trade melibatkan aktivitas meminjam dana di negara dengan suku bunga rendah untuk kemudian diinvestasikan di negara dengan suku bunga lebih tinggi. Selisih antara suku bunga pinjaman dan bunga investasi inilah yang menjadi keuntungan utama strategi ini.

Namun, seiring dengan tren kenaikan suku bunga global yang dimulai sejak tahun 2022 dan berlanjut hingga 2024, para pelaku pasar mulai mempertanyakan apakah carry trade masih layak dilakukan. Bank sentral di berbagai negara, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris, secara agresif menaikkan suku bunga untuk mengendalikan lonjakan inflasi yang dipicu oleh pandemi, disrupsi rantai pasok, dan ketegangan geopolitik global. Tren ini memicu perubahan dinamika dalam carry trade yang sebelumnya mengandalkan stabilitas suku bunga rendah di negara-negara maju.

Bagaimana Carry Trade Bekerja?

Untuk memahami bagaimana tren suku bunga tinggi memengaruhi carry trade, kita perlu kembali memahami mekanismenya. Seorang trader melakukan carry trade dengan cara:

  1. Meminjam dana dalam mata uang negara dengan suku bunga rendah, misalnya yen Jepang (JPY).
  2. Menggunakan dana tersebut untuk membeli aset dalam mata uang negara dengan suku bunga lebih tinggi, seperti dolar AS (USD) atau dolar Australia (AUD).
  3. Selama tidak terjadi perubahan signifikan pada nilai tukar, trader mendapatkan keuntungan dari selisih bunga (interest rate differential) antara kedua mata uang tersebut.

Carry trade cenderung paling menguntungkan saat volatilitas pasar rendah dan suku bunga antar negara memiliki gap yang lebar. Namun, kondisi ekonomi global saat ini jauh dari kata stabil, sehingga menciptakan tantangan baru bagi para pelaku carry trade.

Dampak Tren Suku Bunga Tinggi

Kenaikan suku bunga di banyak negara membuat carry trade menjadi jauh lebih kompleks. Di satu sisi, kenaikan suku bunga di negara tujuan investasi (high-yielding currencies) memang meningkatkan potensi imbal hasil carry trade. Namun di sisi lain, kenaikan suku bunga di negara sumber dana (low-yielding currencies) seperti Jepang dan Swiss turut memperkecil margin keuntungan. Ketika Bank of Japan mulai memberikan sinyal pelonggaran kebijakan ultra-rendahnya, investor pun mulai mempertanyakan apakah yen masih bisa terus menjadi sumber dana carry trade yang murah.

Faktor lainnya yang menggerus potensi keuntungan adalah volatilitas nilai tukar. Kebijakan moneter yang semakin ketat di negara-negara berkembang (emerging markets) untuk melindungi nilai tukar mereka dari arus modal keluar telah menciptakan ketidakpastian yang tinggi. Pasar mata uang menjadi jauh lebih sensitif terhadap data ekonomi dan pernyataan pejabat bank sentral, sehingga risiko nilai tukar (exchange rate risk) meningkat drastis.

Dalam kondisi seperti ini, carry trade tidak lagi sekadar menghitung selisih suku bunga, tetapi juga harus memperhitungkan fluktuasi harga mata uang yang dipengaruhi sentimen pasar. Jika mata uang negara tujuan melemah secara tiba-tiba, keuntungan dari bunga bisa saja terhapus oleh kerugian dari selisih kurs.

Carry Trade dan Safe Haven Dilema

Salah satu tantangan terbesar bagi carry trade di era suku bunga tinggi adalah daya tarik safe haven currencies seperti dolar AS dan Swiss franc. Ketika ketidakpastian ekonomi global meningkat, investor cenderung beralih ke aset-aset safe haven, menyebabkan mata uang-mata uang ini menguat. Di sisi lain, banyak negara berkembang justru mengalami tekanan arus keluar modal, yang melemahkan mata uang mereka dan memperburuk risiko carry trade.

Fenomena ini terutama terlihat dalam pasangan mata uang seperti USD/JPY atau CHF/TRY, di mana mata uang berisiko tinggi (lira Turki) cenderung melemah drastis terhadap safe haven currencies. Dalam kondisi normal, carry trade di TRY menawarkan imbal hasil bunga yang sangat menarik. Namun, jika depresiasi lira jauh melampaui imbal hasil bunga, maka carry trade justru berakhir merugi.

Pengaruh Kebijakan Bank Sentral Global

Carry trade tidak bisa dilepaskan dari kebijakan bank sentral, terutama Federal Reserve (The Fed), European Central Bank (ECB), dan Bank of Japan (BoJ). Ketiga bank sentral ini memiliki pengaruh besar terhadap arus modal global dan sentimen investor terhadap risiko.

The Fed yang mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang berpotensi menarik modal kembali ke AS, membuat dolar AS menguat. Hal ini merugikan carry trade yang berbasis pada pinjaman yen atau franc Swiss. Sementara itu, jika BoJ pada akhirnya menaikkan suku bunga secara bertahap, daya tarik yen sebagai sumber dana murah akan berkurang, dan carry trade berbasis yen akan semakin sempit margin keuntungannya.

Di sisi lain, jika bank sentral di negara-negara berkembang menaikkan suku bunga secara agresif, gap suku bunga dengan negara maju akan semakin kecil, mengurangi potensi profit carry trade. Kondisi ini mendorong trader untuk lebih selektif memilih negara tujuan investasi, mengutamakan negara-negara dengan fundamental ekonomi yang kuat dan risiko politik yang minim.

Apakah Carry Trade Masih Menguntungkan?

Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, jawaban apakah carry trade masih menguntungkan sangat bergantung pada pasangan mata uang yang dipilih, durasi strategi, serta manajemen risiko yang diterapkan. Carry trade jangka pendek dalam kondisi pasar yang relatif stabil masih bisa memberikan keuntungan, terutama di mata uang-mata uang komoditas seperti AUD dan NZD yang memiliki suku bunga relatif tinggi.

Namun, carry trade jangka panjang di tengah ketidakpastian global berisiko tinggi, terutama jika trader tidak siap menghadapi perubahan drastis dalam kebijakan moneter dan geopolitik. Carry trade bukan lagi strategi "set and forget" seperti di era suku bunga ultra-rendah, melainkan strategi yang menuntut pengawasan ketat dan reaksi cepat terhadap perubahan pasar.

Strategi Adaptasi Carry Trade di Era Suku Bunga Tinggi

Bagi trader yang masih ingin memanfaatkan carry trade, beberapa adaptasi strategi bisa diterapkan, seperti:

  • Fokus pada pasangan mata uang dengan fundamental kuat.
  • Menghindari mata uang negara dengan defisit transaksi berjalan yang besar.
  • Menggunakan instrumen lindung nilai (hedging) untuk melindungi posisi dari risiko nilai tukar.
  • Memperpendek durasi posisi dan lebih responsif terhadap perubahan data ekonomi.
  • Menggabungkan analisis fundamental dan teknikal untuk meningkatkan akurasi prediksi arah pasar.

Carry trade di tengah tren suku bunga tinggi masih memiliki peluang, namun tidak lagi semudah era suku bunga rendah. Trader yang sukses adalah mereka yang mampu mengadaptasi strategi dan memiliki pemahaman mendalam tentang dinamika pasar global.

Untuk mendalami lebih lanjut tentang strategi carry trade dan bagaimana mengelola risiko dalam trading forex, Anda bisa mengikuti program edukasi trading yang disediakan oleh Didimax Berjangka, broker forex terpercaya di Indonesia. Melalui program edukasi ini, Anda akan dibimbing langsung oleh mentor berpengalaman yang siap membantu Anda memahami seluk-beluk carry trade serta strategi trading lainnya.

Kunjungi www.didimax.co.id untuk mendaftar dan bergabung dengan komunitas trader Didimax. Dengan materi edukasi yang lengkap, sesi mentoring intensif, serta analisa pasar terkini, Anda bisa meningkatkan kemampuan trading Anda dan memanfaatkan peluang di pasar forex dengan lebih percaya diri.