
Dalam dunia investasi dan trading, strategi carry trade bukanlah konsep baru. Metode ini telah digunakan selama puluhan tahun oleh investor global untuk memanfaatkan perbedaan suku bunga antar negara. Namun, setelah sempat meredup akibat pandemi COVID-19 dan kebijakan moneter longgar di seluruh dunia, carry trade kembali mencuri perhatian di tahun 2024. Penyebab utamanya adalah perubahan kebijakan suku bunga global yang semakin bervariasi antar negara, menciptakan peluang menarik bagi pelaku pasar yang ingin memaksimalkan keuntungan dari selisih bunga tersebut.
Apa Itu Carry Trade?
Carry trade adalah strategi investasi yang melibatkan meminjam dana dalam mata uang dengan suku bunga rendah dan menginvestasikannya dalam mata uang dengan suku bunga lebih tinggi. Tujuannya adalah mendapatkan keuntungan dari selisih suku bunga (interest rate differential). Selain itu, trader juga berpotensi meraup cuan dari apresiasi mata uang tujuan, jika mata uang tersebut menguat.
Misalnya, seorang trader meminjam dalam yen Jepang, yang suku bunganya mendekati nol persen, lalu mengonversi yen ke dolar Australia untuk diinvestasikan pada instrumen berbunga tinggi di Australia. Trader tersebut mendapatkan keuntungan ganda: bunga lebih tinggi dari aset di Australia dan potensi keuntungan jika dolar Australia menguat terhadap yen.
Kondisi Global Mendorong Kembalinya Carry Trade
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan suku bunga di berbagai negara mengalami divergensi tajam. Bank sentral di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada menaikkan suku bunga secara agresif guna meredam inflasi yang melonjak pasca-pandemi. Sebaliknya, negara-negara Asia seperti Jepang dan China mempertahankan kebijakan moneter longgar demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Fenomena ini menciptakan celah suku bunga yang sangat lebar di antara berbagai mata uang utama. Yen Jepang, misalnya, tetap berada di kisaran suku bunga mendekati nol, sementara dolar AS menawarkan suku bunga di atas 5 persen. Perbedaan mencolok ini menjadikan yen sebagai mata uang pendanaan (funding currency) yang ideal bagi pelaku carry trade yang memburu return lebih tinggi di negara-negara dengan bunga yang lebih menarik.
Contoh Nyata: Yen vs Dolar AS dan Dolar Australia
Carry trade yen-dolar kembali populer sepanjang 2024. Dengan suku bunga Jepang yang nyaris nol dan suku bunga acuan The Fed yang mencapai 5,5 persen, trader global berbondong-bondong meminjam yen untuk membeli aset berdenominasi dolar AS.
Dolar Australia juga menjadi primadona carry trade. Bank Sentral Australia (RBA) mempertahankan suku bunga di sekitar 4,35 persen, cukup tinggi dibandingkan yen. Kombinasi faktor ini membuat carry trade yen-Aussie (JPY/AUD) menjadi strategi favorit bagi hedge fund dan investor institusi.
Risiko Carry Trade: Tidak Selalu Menguntungkan
Meski menggiurkan, carry trade bukan tanpa risiko. Fluktuasi nilai tukar bisa dengan cepat menghapus potensi keuntungan dari selisih suku bunga. Misalnya, jika yen menguat secara signifikan terhadap dolar AS, maka pelaku carry trade akan mengalami kerugian besar saat mengkonversi kembali investasinya ke yen untuk melunasi pinjaman.
Tahun 2008 menjadi pengingat pahit bagi pelaku carry trade. Krisis finansial global membuat aset-aset berisiko anjlok dan memicu arus deras risk-off, di mana investor global buru-buru melepas aset berisiko tinggi dan kembali ke aset safe haven seperti yen. Akibatnya, nilai yen melonjak tajam dan menghancurkan banyak posisi carry trade yang bergantung pada depresiasi yen.
Namun, kondisi tahun 2024 berbeda. Dengan inflasi yang mulai terkendali di sebagian besar negara maju, volatilitas mata uang cenderung lebih rendah dibandingkan masa krisis. Hal ini membuka peluang bagi carry trade untuk kembali bersinar, terutama di tengah divergensi kebijakan moneter antar negara.
Faktor Pendukung Lain: Stabilitas Pasar dan Perburuan Yield
Selain perbedaan suku bunga, stabilitas pasar global juga menjadi faktor pendorong kembalinya carry trade. Investor global saat ini lebih optimistis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang. Dengan stabilitas yang membaik, minat terhadap aset berisiko juga meningkat, mendorong aliran dana ke negara-negara dengan suku bunga tinggi.
Perburuan yield (search for yield) juga menjadi motivasi utama. Di tengah pasar obligasi negara maju yang menawarkan imbal hasil relatif rendah, investor mencari alternatif investasi dengan return lebih tinggi. Pasar negara berkembang dengan suku bunga yang lebih menarik menjadi target utama, terutama bagi investor yang menggunakan strategi carry trade.
Peran Bank Sentral dan Arah Kebijakan di Masa Depan
Kebijakan bank sentral akan tetap menjadi kunci dalam menentukan kelangsungan strategi carry trade. Jika Bank of Japan (BoJ) tiba-tiba menaikkan suku bunga secara drastis, daya tarik yen sebagai mata uang pendanaan akan berkurang. Sebaliknya, jika The Fed mulai memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan, daya tarik dolar sebagai mata uang tujuan carry trade bisa menurun.
Pelaku pasar harus jeli memantau sinyal-sinyal kebijakan dari bank sentral utama, karena perubahan kecil dalam ekspektasi suku bunga bisa memicu pergerakan besar di pasar mata uang dan berpotensi membalikkan arus carry trade.
Prospek Carry Trade di 2025 dan Seterusnya

Melihat kondisi global saat ini, prospek carry trade di tahun 2025 tampak cukup cerah. Dengan kebijakan suku bunga yang masih beragam, ruang bagi carry trade tetap terbuka lebar. Mata uang dengan suku bunga rendah seperti yen dan franc Swiss kemungkinan besar tetap menjadi mata uang pendanaan utama, sementara dolar AS, dolar Australia, dan peso Meksiko menjadi sasaran utama investasi carry trade.
Namun, pelaku carry trade perlu tetap waspada terhadap potensi guncangan pasar yang tiba-tiba. Ketegangan geopolitik, perubahan kebijakan moneter mendadak, atau data ekonomi yang mengejutkan bisa memicu arus keluar besar-besaran dari posisi carry trade, memaksa investor menutup posisi dengan kerugian besar.
Kesimpulan
Carry trade kembali populer di tengah dinamika kebijakan suku bunga global yang kontras antara negara maju dan berkembang. Strategi ini menawarkan potensi keuntungan menarik, tetapi juga membawa risiko signifikan yang perlu dikelola dengan hati-hati. Dengan memahami dinamika pasar global, kebijakan bank sentral, dan faktor risiko lainnya, trader bisa memanfaatkan peluang carry trade dengan lebih optimal di tahun-tahun mendatang.
Jika Anda tertarik untuk memahami lebih dalam tentang carry trade, forex trading, dan strategi investasi lainnya, kami mengundang Anda untuk bergabung dalam program edukasi trading eksklusif di www.didimax.co.id. Melalui program ini, Anda akan mendapatkan panduan langsung dari mentor profesional, materi lengkap tentang analisis pasar, hingga strategi trading yang telah terbukti berhasil.
Jangan lewatkan kesempatan untuk meningkatkan wawasan trading Anda bersama Didimax, broker forex terpercaya di Indonesia yang telah berpengalaman membantu ribuan trader sukses di pasar forex global. Kunjungi www.didimax.co.id dan daftarkan diri Anda sekarang untuk mulai perjalanan sukses Anda di dunia trading!