Kenapa Trader Suka Balas Dendam Setelah Loss?
Dalam dunia trading, baik itu forex, saham, maupun instrumen lainnya, emosi memegang peran yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir. Salah satu emosi yang paling sering muncul setelah mengalami kerugian adalah dorongan untuk "balas dendam" atau revenge trading. Fenomena ini sangat umum terjadi, bahkan di kalangan trader berpengalaman sekalipun. Tapi, mengapa dorongan ini begitu kuat? Apa yang menyebabkan trader sulit untuk menahan diri setelah mengalami kerugian? Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang alasan psikologis di balik perilaku revenge trading dan bagaimana cara menghindarinya.
1. Ego dan Keinginan Membuktikan Diri

Ketika seorang trader mengalami kerugian, terutama jika kerugian tersebut cukup besar, harga dirinya bisa terasa terluka. Trading bukan hanya soal uang, tapi juga tentang keputusan, analisa, dan intuisi. Saat keputusan tersebut terbukti salah, banyak trader merasa seolah mereka pribadi yang gagal, bukan hanya strategi mereka yang keliru.
Dorongan ego ini kemudian memicu keinginan untuk membuktikan bahwa mereka tidak salah, atau bahwa mereka masih "pantas" berada di market. Maka, mereka membuka posisi baru secara impulsif, dengan harapan cepat menutup kerugian sebelumnya. Sayangnya, keputusan yang diambil dalam keadaan emosi ini sering kali justru memperbesar kerugian.
2. Ketidakmampuan Menerima Kerugian
Secara alami, manusia cenderung lebih merasa sakit karena kehilangan (loss aversion) daripada bahagia karena mendapatkan keuntungan. Studi dalam bidang psikologi perilaku menunjukkan bahwa kerugian berdampak dua kali lebih kuat secara emosional dibandingkan keuntungan dalam jumlah yang sama.
Trader yang belum siap secara mental sering tidak bisa menerima kenyataan bahwa mereka sudah rugi. Daripada berhenti sejenak untuk menganalisa kesalahan, mereka justru masuk pasar lagi dengan harapan "menebus dosa". Ini sangat berbahaya karena keputusan yang seharusnya didasarkan pada logika dan strategi, kini digantikan oleh dorongan emosional.
3. Adrenalin dan Kecanduan Perasaan “Menang”
Trading bisa memberikan sensasi seperti berjudi. Ketika profit, hormon dopamin meningkat, memberikan rasa senang dan puas. Namun saat loss, tubuh bereaksi sebaliknya, memicu stres dan ketegangan. Perasaan tidak nyaman inilah yang ingin segera dihilangkan oleh banyak trader melalui revenge trading.
Dorongan ini mirip seperti seorang penjudi yang terus-menerus memasang taruhan setelah kalah, berharap suatu saat akan mendapatkan "jackpot" untuk menutupi semua kekalahan sebelumnya. Tapi pasar tidak bekerja seperti kasino. Tidak ada jaminan bahwa posisi berikutnya akan membawa keuntungan, justru risiko akan lebih besar karena keputusan tidak rasional.
4. Kurangnya Rencana dan Manajemen Risiko
Trader yang tidak memiliki rencana trading yang matang atau tidak disiplin dalam menjalankan manajemen risiko sangat rentan terhadap revenge trading. Mereka tidak memiliki batasan kerugian harian, tidak tahu kapan harus berhenti, dan sering kali membiarkan emosi mengambil alih.
Tanpa disiplin dan kontrol diri, satu kerugian kecil bisa berubah menjadi serangkaian loss besar dalam waktu singkat. Inilah sebabnya mengapa edukasi dan pemahaman mendalam tentang strategi dan psikologi trading sangat penting.
5. Overconfidence dari Profit Sebelumnya
Ironisnya, revenge trading tidak hanya terjadi karena loss besar, tapi juga sering kali dipicu oleh kepercayaan diri berlebihan setelah menang besar. Ketika seorang trader meraih beberapa kemenangan berturut-turut, mereka cenderung merasa "tak terkalahkan". Jadi ketika akhirnya mengalami loss, mereka tidak bisa menerimanya dan menganggap bahwa market sedang “melawan mereka”.
Keyakinan yang terlalu tinggi ini membuat trader meremehkan risiko, memperbesar lot, atau membuka posisi tanpa analisa yang jelas. Hasilnya? Loss yang lebih besar, dan lingkaran setan revenge trading pun dimulai.
6. Kurangnya Pemahaman Psikologi Trading
Banyak trader baru fokus pada aspek teknikal dan fundamental tanpa menyadari bahwa 70% kesuksesan dalam trading adalah soal psikologi. Mengelola emosi, memahami perilaku pasar, dan bisa berdamai dengan kerugian adalah kunci keberhasilan jangka panjang.
Sayangnya, aspek psikologis ini sering diabaikan. Trader yang tidak dibekali pemahaman mental yang kuat akan lebih mudah terjebak dalam revenge trading karena mereka tidak tahu bagaimana cara mengontrol emosi dan tekanan batin saat mengalami kerugian.
Menghindari revenge trading bukanlah hal yang mudah, tapi sangat mungkin dilakukan jika seorang trader memiliki kesadaran diri, disiplin, serta edukasi yang cukup. Dengan memahami bahwa kerugian adalah bagian dari proses dan bukan akhir dari segalanya, trader bisa lebih tenang dan rasional dalam menghadapi pasar.
Jika Anda merasa sering terjebak dalam pola revenge trading, inilah saat yang tepat untuk mengambil langkah serius dalam memperdalam pemahaman Anda tentang dunia trading. Jangan biarkan emosi mengendalikan keputusan keuangan Anda. Sebaliknya, belajar dari para mentor profesional dan komunitas yang mendukung bisa menjadi jalan keluar dari jebakan emosi tersebut.
Didimax hadir sebagai partner edukasi terpercaya bagi para trader di Indonesia. Melalui program edukasi gratis dari Didimax, Anda tidak hanya belajar strategi teknikal dan fundamental, tapi juga akan dibimbing dalam mengelola psikologi trading yang sehat. Kunjungi www.didimax.co.id sekarang juga dan bergabunglah bersama ribuan trader yang telah merasakan manfaat dari edukasi yang komprehensif dan terstruktur.
Trading bukan sekadar tentang cuan cepat, tapi tentang proses yang matang dan keputusan yang rasional. Dengan Didimax, Anda bisa membangun fondasi yang kokoh untuk meraih kesuksesan jangka panjang di dunia trading