Mengapa Negara Mulai Meninggalkan Dolar dalam Perdagangan Forex? – Faktor Pendorong Dedolarisasi Global
Dolar Amerika Serikat (USD) telah lama menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional dan pasar forex. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak negara mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar dalam transaksi perdagangan mereka. Fenomena ini dikenal sebagai dedolarisasi, di mana negara-negara secara aktif mencari alternatif selain dolar untuk mengurangi risiko ekonomi dan geopolitik. Lantas, apa saja faktor pendorong di balik tren ini? Artikel ini akan membahas alasan utama mengapa negara-negara mulai meninggalkan dolar dalam perdagangan forex.
1. Sanksi Ekonomi dan Geopolitik

Salah satu faktor utama yang mendorong dedolarisasi adalah sanksi ekonomi yang sering diberlakukan oleh Amerika Serikat. Negara-negara seperti Rusia, Iran, dan Venezuela telah mengalami pembatasan akses terhadap sistem keuangan global akibat sanksi AS. Ketergantungan terhadap dolar membuat negara-negara ini rentan terhadap tekanan ekonomi dan politik dari Washington. Untuk menghindari efek sanksi, banyak negara mulai mencari cara untuk melakukan transaksi dalam mata uang lain seperti euro, yuan China, atau bahkan menggunakan sistem pembayaran alternatif seperti CIPS (China's Cross-Border Interbank Payment System).
2. Diversifikasi Cadangan Devisa
Bank sentral berbagai negara semakin menyadari risiko ketergantungan pada dolar dalam cadangan devisa mereka. Dolar yang mendominasi cadangan devisa global membuat ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter AS. Oleh karena itu, banyak negara mulai mengalokasikan cadangan devisa mereka ke dalam mata uang lain seperti euro, yen, dan yuan. Contohnya, China dan Rusia telah meningkatkan kepemilikan emas serta memperluas penggunaan yuan dalam perdagangan bilateral.
3. Munculnya Alternatif Seperti Yuan China dan Euro
Yuan China semakin mendapatkan tempat di pasar global sebagai alternatif bagi dolar. China sebagai ekonomi terbesar kedua dunia telah mendorong penggunaan yuan dalam transaksi internasional. Inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI) mendorong lebih banyak negara untuk melakukan transaksi dalam yuan. Selain itu, Uni Eropa juga berusaha menjadikan euro sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional guna mengurangi dominasi dolar.
4. Volatilitas Dolar dan Kebijakan Moneter AS
Fluktuasi nilai tukar dolar yang tidak menentu dapat menciptakan ketidakstabilan dalam perdagangan internasional. Kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang sering menaikkan atau menurunkan suku bunga secara agresif dapat berdampak besar terhadap nilai dolar dan ekonomi global. Negara-negara berkembang yang memiliki utang dalam denominasi dolar sangat rentan terhadap kenaikan suku bunga AS yang dapat meningkatkan beban pembayaran utang mereka. Oleh karena itu, banyak negara berupaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar dalam perdagangan dan investasi.
5. Perkembangan Teknologi Keuangan dan Mata Uang Digital
Kemajuan teknologi keuangan, termasuk mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC), membuka peluang bagi negara untuk bertransaksi tanpa menggunakan dolar. China telah meluncurkan yuan digital yang memungkinkan transaksi lintas batas tanpa melalui sistem pembayaran berbasis dolar. Selain itu, beberapa negara juga mulai mengembangkan sistem pembayaran berbasis blockchain yang memungkinkan perdagangan tanpa perantara bank-bank AS.
6. Perjanjian Perdagangan Bilateral dan Multilateral
Negara-negara mulai menandatangani perjanjian perdagangan bilateral yang memungkinkan mereka untuk melakukan transaksi dalam mata uang lokal. Misalnya, Rusia dan China semakin banyak menggunakan yuan dan rubel dalam perdagangan minyak dan gas mereka. Demikian pula, beberapa negara di Asia dan Amerika Latin mulai melakukan perdagangan dengan mata uang mereka sendiri untuk mengurangi risiko fluktuasi dolar.
7. Penurunan Kepercayaan terhadap Dominasi Dolar
Banyak negara mulai meragukan keberlanjutan dominasi dolar akibat kebijakan fiskal dan moneter AS yang agresif, termasuk pencetakan uang besar-besaran selama pandemi COVID-19. Inflasi yang tinggi di AS juga memengaruhi nilai dolar, sehingga banyak negara merasa perlu mencari alternatif agar ekonomi mereka lebih stabil.
Kesimpulan
Dedolarisasi bukanlah tren yang terjadi dalam semalam, tetapi merupakan proses bertahap yang semakin terlihat dalam perdagangan global. Faktor-faktor seperti sanksi ekonomi, diversifikasi cadangan devisa, volatilitas dolar, serta kemajuan teknologi keuangan menjadi pendorong utama perubahan ini. Negara-negara mulai menyadari bahwa ketergantungan terhadap dolar membawa risiko tersendiri, sehingga mereka mencari alternatif yang lebih stabil dan menguntungkan bagi ekonomi mereka.
Jika Anda tertarik memahami lebih dalam bagaimana perubahan dalam sistem keuangan global dapat memengaruhi trading forex, Anda bisa mengikuti program edukasi trading gratis di Didimax. Didimax menyediakan pembelajaran yang lengkap, mulai dari dasar-dasar forex hingga strategi trading yang lebih kompleks, sehingga Anda bisa lebih siap menghadapi perubahan pasar global.
Jangan lewatkan kesempatan untuk belajar langsung dari para mentor profesional di Didimax. Kunjungi www.didimax.co.id dan bergabunglah sekarang untuk meningkatkan pemahaman serta keterampilan trading Anda!