Pusat Edukasi

Rumah Pusat Edukasi Belajar Forex Pusat Edukasi Gratis Riba dalam Taurat dan Injil: Tinjauan terhadap Praktik Forex

Riba dalam Taurat dan Injil: Tinjauan terhadap Praktik Forex

by Iqbal

Riba, atau praktik pengambilan keuntungan yang tidak adil dalam transaksi pinjam-meminjam, telah menjadi topik hangat dalam diskursus etika keuangan, khususnya dalam konteks agama-agama samawi seperti Yahudi dan Kristen. Meskipun istilah "riba" lebih banyak dikenal dalam Islam, konsep dan kecaman terhadap praktik serupa juga ditemukan dalam kitab-kitab suci lainnya, yakni Taurat dan Injil. Dengan berkembangnya instrumen keuangan modern seperti Forex (foreign exchange), pertanyaan mengenai kehalalan atau keabsahan moral dari praktik ini pun semakin relevan.

Artikel ini akan meninjau bagaimana Taurat dan Injil memandang riba, dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat digunakan sebagai lensa etika untuk menilai praktik perdagangan valuta asing atau forex trading.

Konsep Riba dalam Taurat

Dalam kitab Taurat, yang merupakan bagian dari Tanakh (kitab suci agama Yahudi) dan juga diadopsi sebagai bagian dari Perjanjian Lama dalam tradisi Kristen, terdapat larangan yang jelas terhadap praktik memungut bunga dari sesama saudara sebangsa. Dalam Ulangan 23:19-20, dinyatakan:

"Janganlah engkau mengambil bunga dari sesamamu, baik bunga uang, bunga makanan, atau bunga apa pun yang dapat dikenakan bunga. Dari orang asing boleh engkau mengambil bunga, tetapi dari sesamamu janganlah engkau mengambil bunga..."

Dari kutipan ini, terlihat bahwa sistem ekonomi dalam masyarakat Israel kuno dibangun atas dasar solidaritas dan keadilan sosial. Tujuan utamanya adalah melindungi mereka yang berada dalam kesulitan ekonomi agar tidak dieksploitasi oleh yang lebih mampu. Namun, adanya pengecualian terhadap orang asing menunjukkan adanya dimensi etnis dan identitas kelompok dalam pengaturan riba pada masa itu.

Praktik memungut bunga dari orang luar diperbolehkan, yang menandakan bahwa larangan ini lebih bersifat etis daripada universal. Artinya, nilai yang ditekankan lebih pada hubungan dan tanggung jawab sosial antar sesama anggota komunitas, bukan semata-mata larangan terhadap mekanisme keuangan.

Riba dalam Injil

Dalam Perjanjian Baru, larangan terhadap riba tidak dinyatakan secara eksplisit sekeras dalam Taurat. Namun, nilai-nilai dasar yang dibawa oleh Yesus Kristus dalam ajaran-Nya lebih menekankan pada kasih, kemurahan hati, dan keadilan. Dalam Lukas 6:34-35, Yesus berkata:

"Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan..."

Pesan dalam ayat ini lebih bersifat spiritual dan moral dibandingkan hukum yang rigid. Prinsip yang ditanamkan adalah bahwa transaksi keuangan seharusnya didasarkan pada kasih dan pengorbanan, bukan keuntungan pribadi. Dalam konteks ini, riba dipandang sebagai praktik yang bertentangan dengan semangat kasih dan kemurahan hati.

Meskipun tidak ada hukum eksplisit tentang larangan riba dalam Injil, banyak pemimpin gereja awal dan teolog Kristen seperti Thomas Aquinas kemudian menentang praktik riba karena dianggap bertentangan dengan hukum alam dan moralitas Kristiani. Bahkan, hingga abad pertengahan, Gereja Katolik melarang pengambilan bunga atas pinjaman, yang menjadi dasar lahirnya berbagai sistem keuangan alternatif.

Prinsip Etika dalam Perdagangan dan Investasi

Jika kita memadukan kedua pandangan dari Taurat dan Injil, kita akan menemukan bahwa keduanya sepakat dalam satu hal: transaksi ekonomi seharusnya dilakukan dengan prinsip keadilan, kasih, dan tidak memanfaatkan kesulitan orang lain untuk keuntungan pribadi.

Dalam konteks modern, prinsip ini menjadi semakin rumit untuk diterapkan karena struktur ekonomi saat ini tidak lagi bersifat sederhana. Sistem keuangan telah menjadi sangat kompleks dengan hadirnya pasar derivatif, valuta asing, saham, dan berbagai instrumen lain. Forex trading merupakan salah satu bentuk perdagangan keuangan modern yang sering mendapat sorotan dari perspektif etika dan agama.

Apa Itu Forex dan Bagaimana Sistemnya?

Forex atau foreign exchange adalah pasar global untuk memperdagangkan mata uang. Nilai mata uang satu negara dibandingkan dengan mata uang lainnya dan diperjualbelikan dalam hitungan detik. Para trader meraih keuntungan dari selisih nilai tukar (spread) atau pergerakan harga.

Transaksi dalam forex dapat dilakukan secara langsung (spot), atau melalui kontrak derivatif seperti futures, options, dan terutama CFD (Contract for Difference). Karena melibatkan leverage (daya ungkit), trader bisa mengendalikan jumlah besar modal hanya dengan investasi kecil, tetapi juga menanggung risiko tinggi.

Praktik ini kemudian menimbulkan pertanyaan etis: apakah forex trading merupakan bentuk riba atau spekulasi yang dilarang oleh ajaran kitab suci?

Forex dalam Tinjauan Etika Taurat dan Injil

1. Apakah Forex Termasuk Riba?

Jika kita mengacu pada definisi riba sebagai pengambilan keuntungan yang tidak adil atau bunga atas pinjaman, maka forex — dalam bentuknya yang murni sebagai perdagangan nilai tukar — tidak sepenuhnya bisa digolongkan sebagai riba. Dalam banyak kasus, tidak ada proses pinjam-meminjam dalam arti literal antara dua pihak.

Namun, adanya leverage dan margin trading membuat aspek ini lebih kompleks. Dalam leverage, broker memberikan "pinjaman" modal kepada trader agar dapat membuka posisi lebih besar. Pada level tertentu, biaya-biaya atau bunga swap (overnight interest) bisa timbul, yang kemudian masuk ke ranah bunga atau riba.

2. Apakah Forex Termasuk Spekulasi Tidak Etis?

Taurat dan Injil tidak secara eksplisit membahas spekulasi, tetapi prinsip dasarnya tetap mengutamakan keadilan dan ketidakmerugian pihak lain. Dalam hal ini, forex bisa menjadi bermasalah jika dilakukan semata-mata untuk berjudi atau mengejar keuntungan tanpa pemahaman dan kontrol risiko yang baik.

Sebaliknya, jika forex dilakukan secara bertanggung jawab, berbasis analisa yang sehat, dan dalam kerangka pengelolaan risiko yang jelas, maka bisa dianggap sebagai bentuk perdagangan yang sah, sebagaimana perdagangan komoditas lainnya.

3. Nilai Etika yang Harus Ditekankan

Taurat dan Injil mengajarkan nilai-nilai moral yang harus melekat dalam aktivitas ekonomi:

  • Tidak memanfaatkan kesulitan orang lain.

  • Tidak mengejar keuntungan dengan mengorbankan keadilan.

  • Menjaga integritas dan tanggung jawab dalam transaksi.

  • Mengutamakan kasih dan kepedulian sosial.

Dalam konteks forex, ini berarti trader perlu memahami risiko, tidak serakah, dan tidak menyarankan orang lain masuk ke dunia ini tanpa edukasi yang memadai. Kesadaran moral dan etika menjadi penting untuk menghindari praktik yang dapat menyerupai riba atau spekulasi liar.

Peran Edukasi dalam Menjaga Etika Trading

Salah satu hal terpenting agar praktik forex tidak menjurus pada riba atau spekulasi tidak etis adalah edukasi. Banyak orang terjun ke dunia forex karena tergiur keuntungan besar tanpa memahami risiko dan mekanisme dasar pasar. Hal ini tidak hanya membahayakan secara finansial, tetapi juga berpotensi melanggar nilai-nilai etika agama.

Edukasi yang benar akan membantu trader memahami kapan sebuah praktik masih dalam batas kewajaran, dan kapan ia mulai menyerupai praktik yang dilarang secara moral dan spiritual.


Jika Anda tertarik untuk memahami dunia trading forex dengan pendekatan yang etis, logis, dan sesuai nilai-nilai keadilan yang diajarkan dalam kitab suci, saatnya Anda bergabung dengan program edukasi dari Didimax. Di sana, Anda tidak hanya belajar teknik dan strategi trading, tetapi juga diajak untuk memahami pentingnya manajemen risiko, pengambilan keputusan yang rasional, dan etika dalam bertransaksi.

Kunjungi www.didimax.co.id sekarang dan temukan berbagai materi edukasi gratis, webinar, dan bimbingan langsung dari para mentor profesional. Jadikan perjalanan trading Anda lebih bermakna dan bertanggung jawab, bukan hanya untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk keberkahan dan kebaikan bersama.