Bagaimana GBP Bereaksi terhadap Kebijakan Bank of England di 2025?

Pound sterling (GBP), sebagai mata uang resmi Inggris, merupakan salah satu mata uang paling banyak diperdagangkan di dunia. Nilainya tidak hanya mencerminkan kekuatan ekonomi Inggris, tetapi juga merefleksikan sentimen pasar terhadap kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank of England (BoE). Tahun 2025 menjadi tahun penting dalam dinamika kebijakan BoE, terutama karena Inggris masih bergulat dengan tekanan inflasi pasca-pandemi, ketidakpastian geopolitik, dan transisi struktural dalam ekonominya. Pertanyaannya, bagaimana GBP merespons kebijakan BoE sejauh ini di 2025? Mari kita bahas secara mendalam.
Kondisi Ekonomi Inggris Menjelang 2025
Sebelum membahas respons GBP, penting untuk memahami latar belakang ekonomi Inggris menjelang 2025. Tahun-tahun sebelumnya, terutama setelah pandemi COVID-19 dan efek Brexit, memperlihatkan pelemahan sektor-sektor utama seperti manufaktur dan jasa. Inflasi sempat melonjak ke angka dua digit pada 2022-2023, mendorong BoE menaikkan suku bunga acuan secara agresif demi meredam lonjakan harga.
Namun, memasuki 2025, inflasi mulai melandai, meskipun tetap berada di atas target BoE sebesar 2%. Pertumbuhan ekonomi pun masih stagnan, dan pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Hal ini menciptakan dilema bagi Bank of England: apakah akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi, ataukah menurunkannya guna mendorong pertumbuhan?
Kebijakan Bank of England Sepanjang 2025
Pada kuartal pertama 2025, BoE memutuskan untuk menahan suku bunga di level 5,25%, sebuah keputusan yang dipandang pasar sebagai "hawkish pause". Meski inflasi sudah menunjukkan penurunan ke level 3,4% year-on-year, BoE enggan terlalu cepat melakukan pelonggaran moneter karena khawatir inflasi akan kembali naik. Di sisi lain, data-data seperti pertumbuhan PDB yang hanya 0,2% dan tingkat pengangguran yang merangkak naik menjadi perhatian serius.
Di kuartal kedua, tekanan dari sektor swasta dan parlemen meningkat, mendesak BoE untuk menurunkan suku bunga. Namun, BoE tetap bertahan. Alasan utamanya adalah ekspektasi inflasi jangka panjang masih tinggi, dan guncangan harga energi global membuat kondisi terlalu rapuh untuk pelonggaran. Akibatnya, GBP mengalami reli singkat terhadap USD dan EUR karena investor melihat BoE lebih berhati-hati dibandingkan bank sentral lain yang mulai memangkas suku bunga.
Menjelang pertengahan tahun, BoE mulai memberikan sinyal dovish dalam pidato-pidato para gubernur dan anggota Monetary Policy Committee (MPC). Komunikasi ini direspons pasar dengan antusias, menyebabkan volatilitas pada GBP. Ketika pada bulan Agustus akhirnya BoE menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%, GBP langsung mengalami penurunan terhadap mata uang utama. Ini merupakan sinyal pertama dari kemungkinan siklus pelonggaran moneter, dan pasar mulai menyesuaikan ekspektasinya.
Respons GBP terhadap Keputusan BoE
Respons GBP terhadap kebijakan BoE di 2025 sangat bergantung pada bagaimana kebijakan tersebut dibandingkan dengan ekspektasi pasar. Ketika BoE mempertahankan suku bunga pada awal tahun sementara bank sentral lain mulai memangkas, GBP mendapatkan dorongan. Investor melihat pound sebagai mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi, yang menarik arus modal.
Namun, ketika BoE akhirnya menurunkan suku bunga, GBP langsung merosot. Penurunan ini diperparah oleh data ekonomi Inggris yang tidak terlalu menggembirakan. Yield obligasi Inggris turun, dan investor mulai memindahkan dananya ke aset-aset yang dianggap lebih menguntungkan. Selain itu, ekspektasi bahwa penurunan suku bunga akan berlanjut membuat GBP semakin tertekan.
GBP/USD, yang sempat menyentuh 1.32 di awal tahun, turun ke kisaran 1.26 menjelang akhir kuartal ketiga. GBP/EUR juga mengalami pelemahan, meskipun tidak sedalam terhadap dolar AS karena European Central Bank juga melakukan pelonggaran kebijakan yang serupa. Volatilitas di pasar forex meningkat secara signifikan selama periode ini, dan para trader harus sangat berhati-hati membaca sinyal dari BoE.
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi GBP
Selain kebijakan moneter domestik, nilai tukar GBP juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keputusan Federal Reserve di AS, krisis geopolitik di Timur Tengah, dan harga energi global. Ketika Fed memberikan sinyal bahwa suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, hal ini memperlemah GBP terhadap USD. Begitu juga, ketegangan geopolitik yang menyebabkan kenaikan harga minyak memicu sentimen negatif terhadap mata uang negara pengimpor seperti Inggris.
China, sebagai mitra dagang utama Eropa, juga memiliki peran tidak langsung. Perlambatan ekonomi China menyebabkan permintaan global menurun, yang berdampak pada ekspor Inggris. Semua faktor ini menciptakan tekanan ganda bagi GBP: dari dalam negeri karena kebijakan BoE, dan dari luar negeri karena ketidakpastian global.
Strategi Trader dalam Menghadapi Volatilitas GBP
Bagi para trader, tahun 2025 merupakan tahun yang menantang namun penuh peluang. Kebijakan BoE yang fluktuatif membuka ruang untuk short-term trading berbasis berita (news-based trading). Namun, pendekatan ini memerlukan pemahaman mendalam terhadap makroekonomi dan strategi manajemen risiko yang ketat.
Strategi populer seperti trading menjelang pengumuman suku bunga, menggunakan indikator volatilitas seperti Average True Range (ATR), serta memantau indeks kekuatan mata uang menjadi sangat penting. Trader juga harus memperhatikan rilis data ekonomi Inggris seperti CPI, PDB, dan laporan tenaga kerja, karena BoE sangat responsif terhadap data tersebut.
Kesimpulan: GBP di Persimpangan Jalan
Sepanjang 2025, GBP menunjukkan pola pergerakan yang sangat reaktif terhadap kebijakan Bank of England. Ketika BoE terlihat lebih hawkish dari bank sentral lain, GBP cenderung menguat. Namun, ketika BoE bergeser ke arah dovish, nilai GBP melemah cukup tajam. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi bank sentral dalam membentuk ekspektasi pasar.
Pasar forex bukan hanya soal angka dan grafik, tetapi juga soal persepsi dan narasi. Oleh karena itu, memahami kebijakan moneter dan konteks makroekonomi sangatlah penting, khususnya bagi siapa pun yang ingin terjun ke dunia trading secara serius.
Buat kamu yang ingin memahami lebih dalam bagaimana kebijakan bank sentral mempengaruhi pasar forex dan bagaimana menerapkannya dalam strategi trading yang nyata, kini saatnya kamu mengambil langkah nyata. Bergabunglah dalam program edukasi trading bersama Didimax, broker forex terbaik di Indonesia yang sudah berpengalaman mendampingi ribuan trader dari berbagai latar belakang.
Di www.didimax.co.id, kamu akan mendapatkan akses ke kelas-kelas edukasi trading GRATIS, bimbingan langsung dari mentor profesional, hingga analisis pasar harian yang bisa membantumu mengambil keputusan dengan lebih percaya diri. Jangan biarkan pasar forex jadi misteri—pelajari, pahami, dan jadilah trader yang cerdas bersama Didimax!