Kebijakan Ketat Beijing: Penghalang Internasionalisasi Yuan?

Dalam dua dekade terakhir, China telah tumbuh menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat, serta keterlibatan yang semakin besar dalam perdagangan global, banyak pihak memprediksi bahwa mata uang China, yuan (atau renminbi), akan segera menyaingi dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia. Namun, hingga kini, internasionalisasi yuan masih menemui jalan terjal. Salah satu hambatan terbesar yang banyak dianalisis adalah kebijakan ketat Beijing yang cenderung mempertahankan kontrol penuh terhadap arus modal dan sistem keuangan domestiknya. Pertanyaannya: apakah kebijakan ketat ini menjadi penghalang utama dalam upaya internasionalisasi yuan?
Ambisi Internasionalisasi Yuan
Internasionalisasi yuan bukanlah ambisi baru. Sejak awal tahun 2000-an, Pemerintah China mulai menunjukkan niat serius untuk memperluas penggunaan yuan di pasar global. Hal ini semakin dipertegas pada 2016 ketika Dana Moneter Internasional (IMF) memasukkan yuan ke dalam keranjang mata uang Special Drawing Rights (SDR), bergabung dengan dolar AS, euro, yen Jepang, dan pound sterling. Langkah tersebut merupakan tonggak penting, karena menandakan pengakuan internasional atas mata uang China.
Selain itu, China telah menginisiasi berbagai kesepakatan swap mata uang bilateral dengan puluhan negara, memperluas penggunaan yuan dalam perdagangan lintas batas, serta memperkenalkan sistem pembayaran lintas batas (CIPS) sebagai alternatif dari SWIFT. Semua langkah ini dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi global dan memperkuat posisi yuan sebagai mata uang internasional.
Tantangan Utama: Kontrol Modal yang Ketat
Meskipun langkah-langkah tersebut menunjukkan kemajuan, pertumbuhan penggunaan yuan secara internasional tetap terbatas. Salah satu alasan utamanya adalah sistem kontrol modal yang ketat yang diberlakukan oleh Beijing. China memiliki kebijakan yang sangat membatasi arus keluar dan masuk modal asing untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik dan menghindari spekulasi yang berlebihan terhadap mata uangnya.
Kebijakan kontrol modal ini memang berhasil dalam menjaga nilai tukar yuan dari volatilitas yang ekstrem. Namun, dari perspektif investor global, keterbatasan akses terhadap pasar modal China dan ketidakpastian kebijakan menjadi risiko yang signifikan. Dalam sistem keuangan internasional yang terbuka, transparansi dan likuiditas menjadi faktor penting. Sayangnya, kebijakan Beijing sering kali dianggap kurang transparan dan terlalu dikendalikan oleh negara.
Selain itu, pemerintah China juga terus melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar yuan. Meskipun ini sah secara kebijakan ekonomi nasional, hal ini menimbulkan keraguan terhadap keandalan pasar dan kebebasan moneter yuan di mata dunia internasional.
Dilema Beijing: Stabilitas atau Internasionalisasi?
China berada dalam dilema yang kompleks. Di satu sisi, Beijing ingin menjadikan yuan sebagai mata uang global yang kuat dan dipercaya. Di sisi lain, mereka juga sangat bergantung pada kontrol modal dan intervensi untuk menjaga kestabilan ekonomi domestik. Melepaskan kontrol tersebut berpotensi membuka celah terhadap gejolak ekonomi dan tekanan spekulatif yang bisa merugikan sektor keuangan mereka.
Kasus pelarian modal besar-besaran pada tahun 2015–2016 menjadi pelajaran berharga bagi otoritas China. Ketika itu, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China menyebabkan pelarian modal dalam jumlah besar, memaksa pemerintah menghabiskan cadangan devisa secara signifikan untuk mempertahankan nilai tukar yuan. Sejak saat itu, Beijing menjadi lebih hati-hati dalam membuka keran liberalisasi finansial.
Pengaruh Politik dan Ketidakpastian Regulasi
Internasionalisasi mata uang tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh persepsi terhadap stabilitas hukum dan politik negara penerbit. Dalam hal ini, kebijakan domestik China sering kali menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku pasar. Misalnya, pengetatan terhadap sektor teknologi dan pendidikan pada 2021, serta kebijakan zero-COVID yang berlangsung hingga akhir 2022, menunjukkan bahwa keputusan kebijakan ekonomi dan bisnis di China sangat rentan terhadap pertimbangan politik.
Hal ini menciptakan iklim ketidakpastian yang tidak ramah terhadap investasi jangka panjang, terutama dari investor institusional global. Ketiadaan sistem hukum yang independen dan keterbukaan informasi juga menjadi penghalang bagi kepercayaan internasional terhadap yuan sebagai aset safe haven.
Perbandingan dengan Dolar dan Euro
Untuk memahami tantangan yuan lebih lanjut, penting untuk membandingkannya dengan mata uang internasional lainnya seperti dolar AS dan euro. Dolar AS mendominasi transaksi perdagangan global karena didukung oleh ekonomi yang sangat likuid, pasar keuangan yang terbuka dan dalam, serta sistem hukum yang kredibel. Demikian juga euro, meskipun lebih muda, memiliki institusi keuangan yang mapan dan kerangka kebijakan yang stabil.
Sementara itu, yuan menghadapi tantangan dalam semua aspek tersebut. Likuiditas pasar keuangan domestik masih terbatas, keterbukaan terhadap investor asing belum optimal, dan sistem hukum tidak sepenuhnya independen. Dalam jangka pendek hingga menengah, kondisi ini membuat yuan sulit untuk menyaingi dominasi dolar atau bahkan euro di pasar global.
Inisiatif Digital Yuan dan Strategi Masa Depan
Untuk mengatasi sebagian hambatan tersebut, China telah meluncurkan yuan digital (e-CNY) melalui pilot project yang luas sejak 2020. Teknologi ini memungkinkan transaksi lintas batas yang lebih cepat dan efisien, serta dapat digunakan untuk memperkuat pengaruh yuan di pasar negara berkembang, terutama di kawasan Belt and Road Initiative (BRI).
Namun, pengaruh yuan digital juga terbatas jika tidak disertai dengan reformasi struktural pada sistem keuangan dan regulasi China. Investasi dan perdagangan internasional membutuhkan jaminan stabilitas, transparansi, dan aksesibilitas yang sejauh ini masih menjadi titik lemah sistem finansial Tiongkok.
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Internasionalisasi
Internasionalisasi yuan adalah tujuan strategis jangka panjang bagi China. Namun, upaya ini terhambat oleh kontradiksi antara keinginan untuk mengglobalisasi yuan dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol ketat atas sistem keuangan domestik. Tanpa reformasi yang signifikan dalam kebijakan kontrol modal, transparansi regulasi, serta penguatan kepercayaan hukum, yuan akan tetap berada di posisi terbatas dalam peta keuangan global.
Beijing harus memutuskan apakah akan melanjutkan jalur konservatif demi stabilitas internal atau mulai membuka diri secara bertahap untuk mendorong penggunaan yuan di tingkat global. Keputusan ini tidak mudah, karena menyangkut kepentingan politik, ekonomi, dan bahkan ideologis. Yang jelas, masa depan yuan di pasar global sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan Beijing untuk beradaptasi dengan norma dan ekspektasi internasional.
Jika Anda tertarik memahami lebih dalam dinamika pergerakan pasar global dan dampaknya terhadap nilai tukar seperti yuan, dolar, dan mata uang lainnya, kini saatnya Anda mengembangkan wawasan dan keterampilan trading Anda. Dunia trading bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang membaca kebijakan, geopolitik, dan strategi jangka panjang dari negara-negara besar seperti China.
Bergabunglah dalam program edukasi trading dari Didimax, tempat yang tepat bagi Anda untuk belajar langsung dari para mentor profesional dan berpengalaman. Kunjungi www.didimax.co.id dan mulai perjalanan Anda menjadi trader cerdas dan terinformasi hari ini. Jangan biarkan peluang pasar berlalu begitu saja—kendalikan masa depan finansial Anda bersama Didimax!