Perang Thailand–Kamboja: Apakah Volatilitas Forex Semakin Tinggi?

Ketika geopolitik memanas, pasar keuangan—termasuk forex—bereaksi jauh lebih cepat daripada diplomasi. Potensi atau terjadinya konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja, dua negara yang berada tepat di jantung Asia Tenggara, langsung menyalakan alarm manajemen risiko bagi trader ritel maupun institusional. Pertanyaan utamanya: apakah volatilitas forex akan semakin tinggi bila tensi di perbatasan meningkat? Jawaban pendeknya: ya, sangat mungkin. Namun, untuk memahami bagaimana, seberapa besar, dan pada pair mana volatilitas itu dapat melonjak, kita perlu membedah mekanisme transmisi risiko geopolitik ke pasar valuta asing, perilaku pelaku pasar, serta strategi praktis yang bisa diterapkan trader.
Latar belakang: konflik regional kecil, dampak pasar bisa besar
Secara historis, konflik perbatasan Thailand–Kamboja—misalnya di sekitar Kuil Preah Vihear—sering kali dikategorikan sebagai konflik berskala terbatas. Namun, pasar tidak hanya bereaksi pada skala konflik, melainkan juga pada ketidakpastian durasi, arah eskalasi, dan risiko rambatan (spillover) ke bidang ekonomi dan politik yang lebih luas. Tambahkan ke dalamnya sensitivitas investor global terhadap berita buruk di pasar negara berkembang (emerging markets): sentimen risk-off bisa menyebar cepat, bukan hanya menghantam baht Thailand (THB) atau riel Kamboja (KHR), tetapi juga menekan mata uang Asia lainnya seperti rupiah (IDR), ringgit (MYR), dan peso Filipina (PHP).
Tiga jalur utama konflik → volatilitas forex
-
Risk-off dan flight to quality
Ketika headline geopolitik bermunculan, pelaku pasar cenderung mengurangi eksposur terhadap aset berisiko dan beralih ke aset safe haven seperti USD, JPY, dan CHF, atau emas. Ini mendorong penguatan safe haven dan pelemahan mata uang regional. Bahkan jika konflik relatif “kecil”, efek herd behavior sering membuat pergerakan harga membesar.
-
Pengetatan likuiditas & pelebaran spread
Ketika ketidakpastian meningkat, market maker cenderung memperlebar spread untuk mengompensasi risiko harga yang bergerak liar. Trader ritel akan merasakan eksekusi yang kurang bersahabat, slippage meningkat, serta volatilitas intraday yang tidak proporsional terhadap kondisi makro “normal”.
-
Arus modal dan ekspektasi kebijakan bank sentral
Konflik dapat memengaruhi arus modal jangka pendek (hot money) keluar dari pasar obligasi dan saham Thailand, mendorong tekanan pada THB. Investor juga akan menilai apakah Bank of Thailand (BoT) perlu merespons (misalnya, menjaga stabilitas kurs atau menahan volatilitas dengan intervensi), dan ekspektasi itu sendiri sudah cukup untuk memicu volatilitas pada kurva yield dan FX forward.
Apakah KHR relevan untuk trader ritel?
Secara praktis, KHR (riel Kamboja) bukanlah mata uang yang lazim diperdagangkan di platform ritel global, sehingga fokus trader biasanya akan mengarah pada mata uang yang:
-
memiliki korelasi regional (THB, IDR, MYR, SGD, PHP),
-
safe haven (USD, JPY, CHF),
-
atau komoditas seperti emas (XAUUSD) yang sering dijadikan lindung nilai saat ketidakpastian geopolitik.
Dengan kata lain, walaupun konflik menyebut “Thailand–Kamboja”, efek portofolionya lebih luas—ke pasangan-pasangan yang likuid dan menjadi barometer sentimen global.
Mengukur “apakah volatilitas benar-benar meningkat”
Bukan sekadar asumsi, trader profesional memonitor beberapa indikator volatilitas:
-
Average True Range (ATR) – untuk membaca pelebaran range harian/intraday pada pair tertentu (mis. USDTHB, USDJPY, EURUSD).
-
Implied Volatility (IV) dari opsi FX – IV jangka pendek (1-week, 1-month) sering melonjak duluan saat risiko event meningkat.
-
Cross-asset fear gauges – Indikator seperti VIX (ekuitas AS) bukan indikator FX langsung, tetapi lonjakan VIX kerap berkorelasi dengan penguatan USD/JPY (penguatan JPY) akibat unwinding carry trade.
-
Bid–ask spread monitor – Banyak platform menampilkan data spread; pelebaran mendadak adalah sinyal likuiditas menipis dan pasar “tidak nyaman” dengan ketidakpastian berita.
Dampak sesi perdagangan: Asia vs London vs New York
Karena konflik berada di Asia Tenggara, headline sensitif sering keluar pada jam Asia. Konsekuensinya:
-
Sesi Asia: likuiditas global relatif lebih tipis dibandingkan sesi London/NY, sehingga pergerakan harga bisa lebih tajam untuk setiap potongan berita baru.
-
Sesi London & New York: pasar yang lebih dalam dapat “mencerna” headline dengan rasionalisasi baru—entah memperkuat tren risk-off atau menekan kembali volatilitas saat ada klarifikasi/mediasi.
Tiga skenario volatilitas yang perlu Anda petakan
-
Eskalasi cepat & luas
-
Konsekuensi: Lonjakan risk-off, USD/JPY bisa turun (JPY menguat), USDTHB naik (THB melemah), spread melebar, likuiditas tipis. Emas reli.
-
Strategi kandidat: Volatility breakout, trend-following pada pair safe haven, tapi dengan position sizing konservatif dan stop loss berbasis volatilitas (mis. ATR * multiplier).
-
Status quo tegang & berlarut
-
Konsekuensi: Volatilitas “menetap tinggi” (elevated but choppy). Banyak false breakout.
-
Strategi kandidat: Options straddle/strangle (jika tersedia), mean reversion intraday dengan disiplin ketat pada level volatilitas dan aturan “news filter”.
-
De-eskalasi cepat & kesepakatan damai
-
Konsekuensi: Relief rally pada aset berisiko, THB menguat kembali, safe haven terkoreksi.
-
Strategi kandidat: Fade the fear—cari konfirmasi teknikal bahwa volatilitas mulai menurun (ATR/IV turun), lalu bangun posisi kontra-tren dengan manajemen risiko dinamis.
Manajemen risiko: di sinilah game sebenarnya
Volatilitas tinggi adalah pedang bermata dua. Tanpa kerangka manajemen risiko, volatilitas berubah menjadi pemusnah akun:
-
Position sizing adaptif
Gunakan model yang mengurangi lot size ketika ATR meningkat, sehingga risiko moneter per trade tetap konstan.
-
Stop loss volatilitas
Hindari stop loss yang fixed pip ketika pasar “meledak-ledak”. Pertimbangkan stop loss berbasis ATR (misal 1,5–2,5 ATR) untuk menyesuaikan ruang gerak harga.
-
Hindari overtrading saat headline beruntun
Kecenderungan untuk “membalas dendam” (revenge trading) meningkat ketika harga bergerak liar. Tetapkan batas loss harian/mingguan.
-
Gunakan kalender berita & alert geopolitik
Meskipun tidak ada jadwal rilis konflik, Anda bisa menyiapkan notifikasi berita di platform terpercaya, agar tidak tertangkap “butuh cepat bereaksi namun informasi telat”.
-
Diversifikasi pendekatan
Jangan menggantungkan semua keputusan pada teknikal. Kombinasikan kerangka skenario makro dengan trigger teknikal untuk entri/exit.
Studi kasus hipotetis: USDTHB dan USDJPY
-
USDTHB: Dalam skenario eskalasi, THB biasanya mendapat tekanan karena capital outflow dan sentimen negatif terhadap aset Thailand. USDTHB berpotensi naik tajam. Namun, likuiditas USDTHB di broker ritel bisa terbatas; slippage dan spread perlu diwaspadai.
-
USDJPY: JPY sering menguat saat risk-off global, mendorong USDJPY turun. Tetapi perlu diingat, jika risk-off juga dibarengi dengan penguatan USD karena likuidasi aset global (margin call, deleveraging), maka arah bisa menjadi lebih kompleks. Konfirmasi teknikal dan korelasi lintas aset (emas, indeks saham utama) penting.
Kesalahan umum trader saat volatilitas geopolitik meningkat
-
Melebihkan korelasi langsung
Tidak semua headline geopolitik regional otomatis memukul semua mata uang Asia. Diferensiasi fundamental tiap negara tetap penting.
-
Lupa menyesuaikan spread dan biaya transaksi
Backtest sistem pada kondisi normal, tapi dieksekusi saat spread 2–3x lipat. Hasilnya jauh dari ekspektasi.
-
Mengabaikan skenario baseline dan exit plan
Trader fokus pada “kalau eskalasi naik, saya buy USDTHB”, namun tidak punya rencana jelas kapan keluar atau bagaimana jika de-eskalasi tiba-tiba terjadi.
-
Overconfidence pada berita pertama
Headline awal sering tidak lengkap. Pasar mereprasis (reprices) berkali-kali seiring masuknya detail baru. Jangan membangun posisi besar di awal noise.
Checklist praktis sebelum menekan tombol “Buy/Sell”
Kesimpulan: volatilitas kemungkinan naik—tetapi peluang juga demikian
Konflik Thailand–Kamboja, sekalipun berskala regional, dapat menjadi katalis volatilitas di pasar forex melalui kanal risk-off global, likuiditas yang menipis, dan perubahan ekspektasi kebijakan moneter. Bagi trader, ini adalah pisau bermata dua: peluang profit meningkat, tetapi risiko kehancuran akun juga meninggi jika tidak dibarengi sistem manajemen risiko yang disiplin dan adaptif.
Pada akhirnya, kemampuan untuk menerjemahkan headline menjadi peta skenario yang terukur, menggunakan indikator volatilitas secara cerdas, serta menerapkan money management yang ketat akan membedakan trader yang bertahan dan berkembang dari mereka yang tersapu badai.
Jika Anda merasa membutuhkan pendampingan terstruktur, kurikulum yang jelas, serta bimbingan praktik langsung tentang bagaimana membaca volatilitas, merancang strategi adaptif, dan membangun sistem manajemen risiko yang tahan guncangan geopolitik, saatnya Anda mempertimbangkan untuk bergabung dengan program edukasi trading di Didimax. Materi disusun dari level dasar hingga lanjutan, lengkap dengan studi kasus, simulasi kondisi pasar ekstrem, dan teknik eksekusi yang realistis untuk trader ritel di tengah pasar yang semakin dinamis.
Kunjungi www.didimax.co.id untuk mengetahui jadwal, silabus, dan fasilitas yang tersedia. Dapatkan akses ke komunitas trader aktif, sesi tanya jawab langsung, serta update rutin strategi yang relevan dengan kondisi pasar terbaru. Jangan biarkan volatilitas menjadi musuh; dengan edukasi yang benar, Anda dapat menjadikannya sumber peluang yang berkelanjutan.