USD, JPY, atau CHF: Siapa yang Tangguh Saat Krisis?

Dalam dunia keuangan global yang penuh ketidakpastian, para investor dan trader senantiasa mencari aset yang dianggap "safe haven" atau pelindung nilai saat krisis melanda. Di antara banyak mata uang yang diperdagangkan di pasar forex, tiga nama yang sering disebut dalam konteks ini adalah Dolar Amerika Serikat (USD), Yen Jepang (JPY), dan Franc Swiss (CHF). Ketiganya memiliki reputasi kuat sebagai mata uang yang relatif stabil saat terjadi gejolak geopolitik, krisis ekonomi, atau fluktuasi pasar yang ekstrem. Namun, dari ketiga pilihan tersebut, manakah yang paling tangguh saat krisis benar-benar datang?
Mengapa Safe Haven Penting Saat Krisis?
Ketika krisis global melanda, baik karena perang, resesi, pandemi, maupun ketegangan politik antar negara, pasar keuangan cenderung bergejolak. Dalam situasi seperti itu, investor biasanya keluar dari aset-aset berisiko seperti saham dan obligasi negara berkembang, lalu mengalihkan dana ke aset yang dianggap lebih aman. Inilah peran dari mata uang safe haven: menjadi tempat berlindung dari badai pasar.
USD, JPY, dan CHF telah lama menjadi pilihan utama karena kestabilan ekonomi negara penerbitnya, kredibilitas bank sentral masing-masing, serta likuiditas pasar mereka. Namun karakteristik masing-masing mata uang juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam merespons krisis.
USD: Raja Mata Uang Dunia
Dolar AS adalah mata uang cadangan utama dunia. Sekitar 60% cadangan devisa global disimpan dalam USD. Status ini memberikan kekuatan luar biasa bagi dolar dalam situasi krisis. Ketika terjadi kepanikan global, permintaan terhadap dolar meningkat karena hampir semua transaksi internasional — mulai dari minyak, emas, hingga perdagangan global — dilakukan dalam mata uang ini.
Keunggulan utama USD saat krisis adalah likuiditas yang sangat tinggi. Tak hanya itu, instrumen keuangan berbasis dolar seperti obligasi pemerintah AS (Treasuries) juga dianggap sebagai aset paling aman di dunia karena pemerintah AS belum pernah gagal bayar. Saat investor global menghadapi ketidakpastian, mereka berbondong-bondong membeli dolar dan Treasury bonds sebagai langkah pengamanan modal.
Namun, keunggulan USD juga bisa menjadi kelemahan. Karena terlalu banyak negara yang bergantung pada dolar, krisis di Amerika Serikat bisa menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Contohnya krisis keuangan 2008 yang berawal dari pasar properti AS tetapi menjalar menjadi krisis global. Meskipun begitu, saat krisis benar-benar terjadi, pasar justru tetap kembali ke dolar — mencerminkan kepercayaan global terhadap stabilitas AS, meskipun sedang dalam guncangan.
JPY: Kekuatan Yen di Tengah Ketidakpastian
Yen Jepang adalah contoh mata uang safe haven yang unik. Jepang memiliki rasio utang terhadap PDB tertinggi di dunia, namun mata uangnya tetap stabil dan sering menguat saat krisis. Bagaimana bisa?
Ada beberapa alasan utama. Pertama, Jepang memiliki surplus neraca transaksi berjalan yang besar. Ini berarti Jepang lebih banyak mengekspor daripada mengimpor, dan memiliki simpanan aset luar negeri yang sangat besar. Ketika terjadi krisis, investor Jepang sering kali menarik kembali dana dari luar negeri, yang menciptakan permintaan terhadap yen dan menyebabkan penguatannya.
Kedua, yen dianggap sebagai mata uang yang stabil karena kebijakan moneter Bank of Japan yang cenderung konservatif dan disiplin fiskal domestik yang kuat. Selain itu, pasar obligasi Jepang didominasi oleh investor domestik, sehingga tidak rentan terhadap tekanan eksternal.
Namun, kelemahan yen sebagai safe haven terletak pada kenyataan bahwa Jepang adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan tantangan demografis serius. Ini membuat yen tidak terlalu menarik dalam jangka panjang sebagai instrumen investasi, meskipun dalam jangka pendek bisa sangat tangguh saat pasar terguncang.
CHF: Ketangguhan Franc Swiss yang Legendaris
Franc Swiss mungkin adalah mata uang safe haven paling murni dari ketiganya. Swiss terkenal dengan netralitas politiknya, stabilitas ekonomi, sistem perbankan yang kuat, dan inflasi yang sangat rendah. Semua faktor ini membuat CHF menjadi aset yang sangat dicari saat krisis.
Bank Sentral Swiss (SNB) juga dikenal sangat aktif dalam menjaga nilai tukar franc agar tetap stabil. Pada masa krisis Eropa tahun 2011, permintaan terhadap CHF melonjak hingga menyebabkan penguatan mata uang tersebut secara drastis, sehingga SNB harus melakukan intervensi besar-besaran untuk menurunkan nilainya agar tidak membebani ekspor.
Kelebihan utama dari CHF adalah kepercayaan pasar terhadap integritas ekonomi Swiss. Banyak investor institusional dan individu kaya yang memindahkan dananya ke rekening di Swiss saat krisis, yang turut mendongkrak permintaan terhadap franc.
Namun CHF memiliki kekurangan dalam hal likuiditas. Dibandingkan USD dan JPY, pasar untuk CHF tidak sebesar itu. Selain itu, SNB kerap melakukan intervensi agresif yang bisa menciptakan ketidakpastian bagi trader.
Perbandingan Kinerja Saat Krisis
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, mari kita lihat beberapa momen krisis besar dalam dua dekade terakhir:
-
Krisis Keuangan Global 2008
-
USD menguat secara signifikan karena permintaan terhadap Treasuries melonjak.
-
JPY juga menguat karena repatriasi aset oleh investor Jepang.
-
CHF menguat namun kemudian distabilisasi oleh intervensi SNB.
-
Krisis Zona Euro 2011
-
CHF melonjak tajam terhadap euro karena dianggap aman dari krisis utang Eropa.
-
USD tetap kuat sebagai cadangan utama.
-
JPY sedikit terpengaruh karena krisis ini lebih bersifat regional.
-
Pandemi COVID-19 2020
-
USD sempat melonjak tajam karena kepanikan global.
-
CHF stabil dan menguat moderat.
-
JPY menunjukkan performa kuat meskipun perekonomian Jepang juga terdampak.
Dari tiga studi kasus di atas, terlihat bahwa ketiganya memiliki kekuatan dalam konteks yang berbeda. USD unggul dalam hal likuiditas dan pengaruh global, JPY kuat dalam mekanisme repatriasi dan surplus transaksi berjalan, sedangkan CHF unggul karena netralitas dan kepercayaan terhadap sistem Swiss.
Siapa yang Paling Tangguh?
Jawaban singkatnya adalah: tergantung konteks krisisnya.
-
Jika krisis bersifat global dan melibatkan pasar keuangan secara luas, USD sering kali menjadi pemenang karena likuiditas dan dominasi global.
-
Jika krisis bersifat sistemik dan investor Jepang menarik aset luar negeri, JPY cenderung menguat.
-
Jika krisis bersifat geopolitik atau terkait dengan Eropa, CHF kerap menjadi tujuan utama.
Namun dalam praktik trading, yang paling penting adalah memahami dinamika pasar dan respons kebijakan moneter dari masing-masing bank sentral. Ketiganya — USD, JPY, dan CHF — tetap menjadi mata uang wajib dipantau bagi trader profesional saat krisis melanda.
Dalam dunia trading forex, mengenali pola perilaku mata uang safe haven adalah kunci untuk bertahan dan bahkan meraih keuntungan saat pasar bergejolak. Namun untuk bisa memanfaatkan peluang ini, dibutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang analisis fundamental, teknikal, dan sentimen pasar. Di sinilah pentingnya belajar dari mentor dan sumber edukasi yang terpercaya.
Didimax hadir sebagai broker forex terbaik di Indonesia yang menyediakan program edukasi trading secara gratis, baik secara online maupun offline. Dengan bergabung di Didimax, Anda tidak hanya akan dibimbing oleh para mentor berpengalaman, tetapi juga mendapatkan wawasan praktis seputar strategi trading, manajemen risiko, dan psikologi pasar — semua hal yang Anda butuhkan untuk sukses di dunia forex.
Kunjungi situs www.didimax.co.id sekarang juga dan ikuti program edukasi trading kami. Jangan lewatkan kesempatan untuk mengasah kemampuan Anda dalam menghadapi krisis pasar bersama komunitas trader terbaik di Indonesia!