Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Dolar Mengalami Peningkatan, Varian Delta Menjadi Pemicunya

Dolar Mengalami Peningkatan, Varian Delta Menjadi Pemicunya

by Didimax Team

Sebagai salah satu mata uang yang digunakan di beberapa dunia untuk bertransaksi, dolar mengalami peningkatan. US dolar mengalami penguatan selama dua sesi berturut-turut pada Selasa kemarin.

Hal ini juga didukung oleh adanya safe haven yang terjadi akibat adanya varian Delta Covid-19. Ekonomi di Tiongkong yang melambat juga memberikan dukungan penguatan US dolar beberapa sesi tersebut.

Adanya penurunan yang jauh lebih rendah pada penjualan ritel AS dianggap dapat membatasi penguatan US dolar. Hal ini juga memberikan pengaruh penting pada pergerakan dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Sementara itu, dolar Selandia Baru juga mengalami penurunan ke level tiga minggu. Hal ini terjadi setelah negara tersebut tercatat adanya kasus Covid-19 pertama kalinya sejak Februari tahun ini.

Adanya safe haven juga diperkuat oleh para investor yang khawatir tentang Afghanistan. Selain itu, juga khawatir dengan ekonomi China yang melambat dan virus Corona Delta yang paling berpengaruh.

 

Peningkatan Mata Uang Dolar

Sementara itu, selain virus Corona varian Delta, penurunan yang paling tajam diperkirakan pada penjualan ritel AS yang menahan kenaikan dolar. Meskipun demikian, masih bisa diimbangi oleh produksi industri yang tinggi.

Hal tersebut dapat mempercepat kenaikan greenback pada mata uang dolar AS. Sementara itu, pada perdagangan sore, indeks dolar AS mengalami peningkatan sebesar 0,6 persen menjadi angka 93.119.

Euro yang merupakan komponen terbesar pada indeks dolar turun sebesar 0,6 persen menjadi $ 1,1709. Sementara itu, dolar Selandia Baru jatuh ke level terendah akibat adanya Covid-19 di negara tersebut.

Hal tersebut membuat pemerintah Selandia Baru melakukan penguncian jangka pendek yang terbaru. Mata uang turun tajam saat Perdana Menteri Jacinda Arden menyampaikan tempat kasus terjadi.

Tidak hanya itu, Selandia Baru juga secara keseluruhan memiliki tingkat penguncian terberat selama tiga hari. Dolar Australia juga mengalami penurunan ke level terendah Sembilan bulan setelah dipandang dovish.

Angka terakhir penurunan dolar Australia ialah sebesar 1,2 persen menjadi US$0,7253. Sementara itu, mata uang safe haven yen Jepang juga mengalami penurunan pada dolar yang menguat.

Dolar AS mengalami kenaikan sebesar 0,3 persen menjadi angka 109,56 yen. Sementara itu, mata uang Franc Swiss juga mengalami penurunan terhadap dolar yang naik sebesar 0,3 persen menjadi 0,9149 franc.

Para pelaku pasar juga ikut menantikan rapat dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan lalu. Hal ini dikarenakan beberapa pejabat Federal Reserve mengadopsi pandangan yang lebih hawkish.

Penyebab Ketidakpastian Global

Terjadinya beberapa ketidakpastian global juga memberikan pengaruh peningkatan nilai dolar di beberapa mata uang lainnya. Sejak Presiden AS Joe Biden memutuskan menarik pasukan AS dari Afghanistan menjadi salah satu faktornya.

Hal ini dikarenakan kelompok Taliban yang kembali menduduki pemerintahan Afghanistan. Kelompok Taliban berhasil menguasai Kabul hingga membuat rakyat sipil ketakutan dan melarikan diri menggunakan jalur udara.

Menurut seorang analis dari Baring Investment Institute yaitu Christoper Smart pasar juga harus tetap berhati-hati. Terutama saat menginterpretasikan peristiwa dramatis pada negara yang skala ekonominya kecil.

Jika negara China dan Rusia segera mengakui pemerintahan Afghanistan yang baru dengan Taliban maka prestise AS terancam. Tidak hanya itu, juga berpotensi mempengaruhi posisi obligasi AS.

Selain itu, juga akan berpengaruh pada peranan dolar AS sebagai mata uang cadangan devisa global. Selain akibat penguasaan di negara Afghanistan, ada beberapa faktor lainnya yang membaut dolar AS melambung.

Salah satunya akibat adanya saham Asia yang runtuh sejalan dengan kebijakan China pada internet. Hal ini terkait dengan rancangan aturan dari China terkait pemberhentian persaingan tidak sehat di internet.

Hal ini juga mengingat di Beijing terus melakukan crack down terhadap sektor teknologi di negara tersebut. Aturan dari Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar (SAMR) juga ikut mempengaruhi.

Aturan dari SAMR mencakup berbagai bidang, tidak hanya teknologi saja. Beberapa bidang tersebut mulai dari larangan cara perusahaan menggunakan data hingga menghapus ulasan terhadap produk palsu sehingga saham teknologi berguguran.

Tidak hanya itu saja, di sisi lain adanya kenaikan infeksi Covid-19 varian Delta menjadi pusat perhatian dunia. New Zealand juga terpaksa melakukan lockdown akibat adanya kasus Covid-19 untuk pertama kalinya.

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama