Dollar mulai mempertahankan posisi yang kuat setelah rilis data dari pertemuan Federal Reserve terakhir menunjukkan bahwa bank sentral paling berpengaruh di dunia bergerak menuju pengetatan kebijakan moneter.
Pada hari ini, indeks dollar AS yang melacak greenback terhadap enam mata uang lain, diperdagangkan 0.1 persen lebih tinggi yaitu pada 92.720 tepat di bawah puncak tiga bulan di posisi 92.844.
Di sisi lain, USD/JPY turun 0.4 persen pada 110.19, dan EUR/USD naik 0.1 persen menjadi 1.1797 setelah sempat jatuh ke level terendah tiga bulan terakhir di 1.1781. Di posisi lain GBP/USD turun 0.2 persen menjadi 1.3769 dan AUD/USD yang sensitive terhadap risiko turun 0.5 menjadi 0.7440.
Selain memperhatikan tentang kabar baru the Fed, pasar juga mempertimbangkan penyebaran virus SARS-COV-2 varian delta yang memicu pengetatan lockdown di berbagai negara. Hal ini membuat Yen Jepang dan Franc Swiss terpantau tangguh dalam sepekan terakhir.
USD berupaya menguat terhadap Yen dan Franch namun posisi USD/JPY masih berada dalam rentang terendah sejak pertengahan Juni. Hal ini terjadi akibat penyebaran virus Corona varian terbaru yang memicu risk-off.
Sebelumnya USD/JPY dan USD/CHF sempat merosot pasca rilis data notulen rapat FOCM yang mengukuhkan proyeksi tapering dan kenaikan suku bunga The Fed lebih cepat. Padahal di sisi lain mata uang mayor tengah rontok versus greenback.
Pengetatan Pembatasan Sosial di Berbagai Negara Akibat Virus Corona Varian Baru
Kasus penyebaran virus corona varian baru yang terus meningkat membuat berbagai negara melakukan pengetatan pembatasan sosial demi membendung wabah. Salah satunya adalah kota Mumbai yang menjadi pusat industri keuangan India.
Di negara lain, Tokyo juga mengumumkan status darurat keempat yang berlaku mulai Senin hingga 22 Agustus 2021. Padahal pagelaran Olimpiade musim panas akan digelar di Jepang pada 23 Juli hingga 8 Agustus mendatang.
Tidak hanya itu, Malaysia dan Indonesia juga masih terus mencetak angka kenaikan kasus Covid-19 yang cukup tinggi meskipun sudah menerapkan pembatasan sosial lebih ketat. Korea Selatan kemarin juga melaporkan rekor infeksi harian tertinggi baru sejak Desember 2020.
Kondisi ini berimbas pada mengikisnya keyakinan terhadap mata uang high risk seperti Dollar Australia dan Dollar New Zealand karena pasar kembali meragukan prospek pemulihan ekonomi global.
Sebaliknya, krisis justru menguntungkan bagi Yen Jepang dan Franc Swiss sebagai mata uang safe haven. Hal ini membuat permintaan akan pembelian Yen Jepang dan Franc Swiss meningkat sehingga membuat gejolak untuk Dollar AS.
Yield Obligasi US Luluh Lantak
Di tengah berita rilis data notulen The Fed yang tidak mengejutkan, pelaku pasar justru dikejutkan dengan yield obligasi US Treasury 10Y yang luluh lantak. Yield Obligasi US Tresury 10Y sempat jatuh ke rekor terendah lima bulan pada level 1.25 persen sebelum reborn ke kisaran 1.34 persen pada hari ini.
Menurunnya yield obligasi membebani pergerakan kurs dollar AS di pasar forex meskipun sikap the Fed yang lebih hawkish seharusnya bisa melambungkannya. Pakar strategi dari National Australia Bank, Rodrigo Catrill mengatakan bahwa pergeseran perhatian pasar dari perkara laju inflasi ke masalah pertumbuhan ekonomi.
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada satu katalis tunggal yang mempengaruhi sentiment pasar saat ini selain akumulasi dari banyak peristiwa. Peristiwa tersebut antara lain seperti penyebaran SARS-COV-2 varian Delta, serta persepsi pasar bahwa pengetatan kebijakan moneter justru dapat menyetop pemulihan global.
Di sisi lain, pelaku pasar juga mempertimbangkan tingginya tingkat pengangguran AS. Jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim bantuan baru untuk tunjangan pengangguran pekan lalu terlihat meningkat menjadi 370.000 setelah sebelumnya hanya sebanyak 350.000.
Di sisi lain, bank sentral Eropa juga akan mengumumkan hasil tinjauan strategi 18 bulan pada 1100 GMT. Bank sentral memperkirakan akan menaikkan sasaran inflasi menjadi 2 persen serta menggambarkan target sebagai simetris.
Tidak bisa dipungkiri, paparan virus Corona varian terbaru memang membuat laju pertumbuhan ekonomi global menjadi terhambat. Banyak negara memiliki untuk melakukan pengetatan sosial sehingga mempengaruhi kestabilan ekonomi. Akan tetapi langkah ini harus dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus Corona tersebut.