Harga minyak kembali melambung tinggi, diketahui pada perdagangan hari ini pukul 07:44 kontrak untuk Bulan Februari jenis WTI sudah di angka 51,06 Dolar Amerika per barel. Menurut New York Mercantile Exchange. Naik tipis ke angka 0,45%, bila dirata-rata semenjak selasa harganya sudah terdongkrak 7,22%.
Selain itu, kontrak untuk jenis lain yaitu Brent diketahui mengalami kenaikan menuju ke arah $54,38 per barel. Kedua nilai tersebut merupakan yang paling tinggi sejak Februari 2020. Sepanjang tahun tersebut, bahan bakar ini mengalami penurunan tajam. Akibat sedikitnya permintaan dari pasar.
Pandemi Virus Corona adalah penyebab utama, disertai dengan perang dagang antara China dan Amerika, membuat posisinya terus menerus jatuh. Kenyataan lain adalah kondisi perekonomian setiap negara juga sedang tidak bagus. Mereka harus mengambil kebijakan lockdown. Menutup semua akses masuk dan keluar sehingga, mengganggu perekonomian.
Aktivitas ekspor impor serta pariwisata menjadi dampak terbesar. Beberapa negara tampak kesulitan mengatasi pengangguran. Sulitnya perusahaan menutup biaya karyawan jadi biang keladi mengapa badai PHK harus dilakukan. Setiap negara fokus dengan stimulus bantuan agar kondisi dalam negeri tetap bertahan dan kondusif.
Kebijakan Arab Saudi Jadi Penyebab Utama
Ada beberapa faktor yang menyebabkan, bahan bakar tersebut melambung cukup tinggi. Kebijakan Arab saudi mengenai jumlah produksi jadi penyebab utama. Anggota Opec+ sendiri hanya memprediksi bahwa tahun 2021 merupakan kebangkitan dari berbagai negara. Pemulihan ekonomi mulai berjalan baik. Harapannya ada pada penemuan Vaksin.
Tetapi, rasa khawatir kembali muncul setelah beberapa negara terkonfirmasi adanya gelombang kedua. Virus saat ini berkembang dan sudah bermutasi lebih menakutkan. Salah satu bukti ketakutan dari Opec+ atas permintaan tahun ini adalah Inggris yang memberlakukan kembali Lockdown. Serta Indonesia menerapkan kebijakan PSBB.
Dua negara tersebut hanya sebagian saja, laju virus masih cukup tinggi. Pemulihan ekonomi di prediksi masih sangat jauh. Sayangnya, dalam pertemuan mereka dengan Rusia. anggota Opec+ gagal menghentikan keinginan pemerintahan Vladimir Putin untuk menambah jumlah produksi sampai 500 ribu barel per hari.
Sementara, pembicaraan awal dengan Pemerintah Arab Saudi juga masih berjalan alot. Karena, mereka tidak ingin mengurangi jumlah produksinya. Sejak pandemi bergulir, Arab Saudi dan Rusia diketahui sedang melakukan perang perdagangan harga. Tetapi, ada hal mengejutkan dari pertemuan beberapa waktu lalu, mengenai pengambilan kebijakan.
Pemerintah Arab akhirnya mau mengalah dengan menurunkan produksinya di bulan Februari sampai Maret kurang lebih 1 juta barel per hari. Kebijakan tersebut membuat harga minyak mentah perlahan naik berturut-turut sampai di angka 7,22%. Faktor lain juga datang dari kondisi politik Amerika, setelah hasil pemilu Georgia.
Kondisi Politik Amerika Jadi Penyebab Kedua
Kondisi kedua, kenaikan terjadi akibat kondisi politik Amerika sedang mengikuti keinginan Pasar. Kemenangan parti Demokrat di pemilu Georgia membuat Joe Biden akan berkuasa penuh pada pemerintahannya kali ini. Walaupun, kondisinya saat ini Senat Amerika seimbang 50:50 kursi. Segala keputusan akan jatuh di tangan Wakil Presiden.
Secara tidak langsung pasar sudah optimis bila Joe Biden mampu membawa perdamaian dunia. Mengakhiri aksi perang dagang dengan China dan kebijakan stimulusnya di nilai tepat untuk menyelamatkan krisis dunia seperti saat ini. Perilaku investor sudah mulai melihat bagaimana optimisme setiap negara untuk bangkit.
Bagaimana Harga Minyak di Indonesia
Dalam menentukan tarif bahan bakar pemerintah Indonesia memang melihat bagaimana kondisi pasar dunia saat ini. Dengan kenaikan tersebut pasti akan ada hitungan ulang. Apalagi, keadaan Rupiah pada perdagangan Jum’at 8 Januari sedang tidak bagus melawan Dolar Amerika. Menurut para pakar, kenaikan belum akan terjadi.
Bahkan, dalam waktu dekat masih tetap sama. Kecuali, pasar dunia menembus angka lebih dari 60 atau 70 Dolar Amerika per Barel. Perhitungan dari bahan bakar ini bisa mempengaruhi laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi di prediksi masih minus pada kuartal awal tahun ini jadi ujian terbesar.
Menarik dinantikan bagaimana pasar dunia setelah ini. Di mana seluruh negara masih berjuang melawan Covid-19 melalui proses vaksinasi, memulihkan perekonomian mereka minimal tidak terhindar dari jurang resesi walau pertumbuhannya hanya 1,2% saja. Tetapi, hal tersebut menjadi bukti bahwa perekonomian mulai membaik.
Melihat kondisi seperti ini, rasanya tidak salah bila pemerintah Indonesia mulai menghitung kembali berapa harga bahan bakar. Langkah strategis apa untuk menekan keterpurukan ekonomi akibat kenaikan minyak mentah dunia atau mungkin, terjadi penurunan di beberapa bulan berikutnya.