Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Harga Minyak Mentah Tinggi, Akibat Peralihan Bahan Bakar

Harga Minyak Mentah Tinggi, Akibat Peralihan Bahan Bakar

by Didimax Team

Harga minyak mentah semakin tinggi dan mencapai rekor tertingginya sejak tahun 2018, untuk minyak jenis Brent. Sebagaimana hukum ekonomi, harga suatu barang menjadi tinggi bila permintaanya meningkat atau penawarannya menurun.
 
Akibat krisis energi, diperkirakan permintaan minyak mentah akan meningkat hingga 500.000 barel per hari. Ini mengakibatkan kesenjangan pasokan hingga 700.000 barel per hari. Untuk itu, anggota Negara Pengekspor Minyak atau yang dikenal dengan OPEC+ berencana menambah pasokan.
 
 

Pergerakan Harga Minyak Mentah

 
Pada hari Jum’at (15 Oktober 2021) pukul 07:28 WIB, minyak jenis Brent menyentuh harga US$ 84,44 / barel atau mengalami peningkatan 0,52% dan menjadi rekor tertinggi sejak Bulan Oktober 2014.
 
Untuk minyak jenis Light Sweet harganya mencapai US$ 81,74 atau mengalami peningkatan 0,53 % dan menjadi harga tertinggi sejak bulan Oktober 2014. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) menyentuh harga US$ 82,53 per barel atau mengalami peningkatan 1,5% sejak hari Sabtu siang.
 

Faktor Pencetus Harga Minyak Naik

 
Permintaan minyak mentah yang semakin tinggi diakibatkan oleh peralihan bahan bakar dari batu bara dan gas alam, situasi perkembangan Covid 19 dan musim dingin yang terjadi di Negara Bagian Utara.
 
1. Peralihan Energi dari Batu Bara dan Gas Alam
 
Krisis energi yang terjadi pada batu bara dan gas alam telah membuat dua komoditi tersebut melonjak harganya. Pada Bulan Oktober 2021 harga batu bara mencapai angka 161,63 US$ per ton, padahal harga batu bara tertinggi selama sepuluh tahun terakhir adalah 150,03 US$ per ton. 
 
Harga batu bara yang meningkat ternyata dipengaruhi oleh permintaan China yang meningkat untuk pembangkit listrik. Selain China, Korea Selatan juga sedang mengalami permintaan yang tinggi untuk batu bara. Harga gas di Eropa sebagai bahan bakar pembangkit listrik yang tinggi juga menyebabkan peralihan ke minyak.
 
Kondisi tersebut mempengaruhi harga minyak mentah menjadi tinggi, karena orang akan mencari energi alternative pengganti salah satunya adalah minyak. Pasar minyak global sedang mengalami grafik permintaan harga yang tinggi.
 
2. Perjalanan Covid 19
 
Situasi virus Covid 19 yang semakin turun membuat pembatasan perjalanan semakin longgar. Seperti peraturan di Amerika yang memperbolehkan warga negara asing untuk melakukan perjalanan setelah melakukan vaksinasi penuh per tanggal 8 November.
 
Hal ini menyebabkan permintaan minyak sebagai bahan bakar kendaraan semakin tinggi. 
 
3. Musim Dingin di Belahan Bumi Sebelah Utara
 
Memasuki musim dingin di belahan bumi bagian utara menyebabkan kebutuhan minyak melonjak. Ini dikarenakan minyak dibutuhkan sebagai bahan bakar listrik untuk mesin penghangat. 
 
Meski Negara Pengekspor Minyak OPEC+ sudah menambah produksi hingga 400.000 barel per bulan sepertinya masih belum cukup. Ditambah lagi Departemen Energi Amerika mundur dari agenda yang dapat menurunkan harga minyak dengan melepas cadangan minyak darurat dan melarang ekspor minyak AS. 
 

Akibat Harga Minyak Mentah Tinggi

 
Peningkatan harga minyak dapat meningkatkan pendapatan negara dari sector migas. Namun pemasukan hasil perdagangan Indonesia dapat tergerus karena Indonesia merupakan net consumer migas.
 
Harga energi yang tinggi dapat menyebabkan inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi industry setelah pendemi. Karena negara harus menyeimbangkan harga minyak dalam negeri dengan harga minyak mentah dunia dengan menaikkan harga BBM.
 
Inflasi yang terjadi karena kenaikan bahan bakar minyak adalah infalasi yang tidak normal, sebab permintaan tidak ikut naik. Alih – alih membaik, ekonomi Indonesia dapat semakin turun karena daya beli yang masih rendah kembali ditekan oleh harga barang yang semakin tinggi.
 
Selama konsumsi minyak dalam negeri masih lebih tinggi dibanding produksi maka kenaikan harga minyak mentah akan tetap memberatkan. Walaupun neraca perdagangan sector migas mengalami surplus.
 
Dilihat dari data Badan Pusat Statistik, pada bulan Agustus 2021 Indonesia mengekspor minyak sebesar US$ 322,8 juta yang terbagi dalam US$ 115,4 juta adalah minyak mentah dan US$ 207,4 adalah minyak yang sudah diolah.
 
Sementara itu pada bulan Agustus 2021 Indonesia mengimpor minyak sebesar US$ 7.740,6 juta yang terbagi dalam US$ 2.449,1 juta adalah minyak mentah dan US$ 5.291,5 juta adalah minyak yang sudah diolah.
 
Harus dilakukan kebijakan untuk menurunkan konsumsi minyak dan menambah produksi. Peralihan energi menggunakan bahan bakar alternative yang dapat diperbarui adalah salah satu solusi yang harus cepat dihadirkan.
 

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama