Telah diketahui bahwa Indeks Dollar AS (DXY) telah di buka dan melambung tinggi pada kisaran angka 98.00. Hal tersebut telah diketahui dalam perdagangan yang telah terjadi pada hari Jum’at (4 Maret).
Setelah diteliti, loncatan tersebut ternyata terus melaju ke rentang paling tinggi dan telah terjadi sejak Juni 2020. Kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin telah kembali didukung oleh Ketua The Fed Jerome Powell.
Itu telah diketahui dari testimony kedua yang telah terjadi sehingga pengukuhan terhadap mata uang dolar AS juga dilakukan. Namun kejadian sebaliknya telah terjadi pada rival sejati yakni Euro.
Mata uang Euro diketahui sangat tertekan oleh perang yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Hal itu benar terjadi meski pada hari Kamis telah disepakati pembentukan ’koridor kemanusiaan’.
Kesepakatan pembentukan koridor kemanusiaan tersebut memiliki tujuan untuk mengakomodasi warga sipil yang hendak melarikan diri dengan cara melakukan gencatan senjata.
Namun ternyata gencatan senjata yang akan dilakukan sangat terbatas mengingat sangat panasnya situasi kondisi peperangan antara Rusia dan Ukraina ini.
Dolar AS Meloncat Jelang Rilis Data NFP
Situasi medan perang telah diketahui semakin panas saat Presiden Ukraina yakni Volodymyr Zelensky melakukan tuduhan bahwa Rusia secara sengaja menembak PLTN Zaporizhzhia. Tuduhan tersebut telah dilontarkan pada Jum’at pagi tadi.
Tembakan terhadap PLTN tersebut telah menyebabkan kebakaran yang cukup serius pada fasilitas publik dengan risiko tinggi itu. Meski memang kebakaran tersebut telah sukses dipadamkan, namun kekhawatiran tetap ada.
Kekhawatiran tersebut muncul karena Zelensky mengingatkan bahwa terdapat 15 reaktor nuklir yang berada di wilayah Ukraina. Apabila salah satu saja pada nuklir tersebut ada yang meledak, maka kemungkinan tragedi Chernobyl akan besar terulang.
Situasi kondisi tersebut tentunya semakin memperkeruh kondisi kurs Euro dan Rubel. Situasi itu juga ternyata telah menjaga harga komoditas energi bertahan di rekor paling tinggi.
Tingginya kekhawatiran pasar mengenai kekurangan pasokan beragam komoditas di tengah perang telah membuat Dolar Komoditas tetap tangguh dan kuat. Tentu hal tersebut telah menyebabkan Dolar AS meloncat tinggi di pasaran.
Jika peperangan antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut, maka kemungkinan untuk dolar AS melambung tinggi sangat tinggi untuk terjadi.
Penyebab Meloncatnya Dolar AS Adalah Isu Nuklir
Tingginya permintaan terhadap asset Safe-haven yang di kombinasikan bersama testimony hawkish Powell ternyata mendukung dolar AS. Kenaikan pada harga tertinggi sangat mungkin untuk terjadi dalam situasi seperti ini.
Saat ini kurs dolar AS sudah meloncat tinggi sehingga menempatkannya di posisi yang rentan mengalami koreksi. Itu benar terjadi jika data NFP atau Non Farm Payroll merilis data yang tidak sesuai dengan ekspektasi baik.
Tapi sebagian para analisis masih tetap cenderung beroptimis pada greenback. Joe Manimbo yang merupakan seorang analisis senior di Western Union Business Solutions juga ikut berkomentar dalam hal ini.
“kondisi ekonomi Amerika Serikat yang selalu kompak dan arus safe haven yang selalu menguntungkan telah membuat dolar Amerika berada di alur signifikan. Lalu data pada hari minggu juga telah sungguh bullish (bagi dolar Amerika).”
“jadi minyak yang dapat memperburuk inflasi telah kita lihat, dan jika juga melihat bagaimana tumbuhnya lapangan kerja yang mengalami peningkatan kuat (di Amerika), kami pikir hal tersebut sangat bisa menjaga kemungkinan naik dalam jumlah besar suku bunga Fed.”
“Perang yang menyebabkan kondisi krisis antara Rusia dan Ukraina telah membuat harga minya melambung tinggi. Penilaian kami terhadap hal itu adalah Euro menjadi lemah karena sumber itu, dan telah menjadi kekuatan utama untuk mata uang Komoditas,” tambahnya.
Memang benar bahwa situasi kondisi yang sedang terjadi di Ukraina merupakan penyebab utama dari terjadinya semua ini. Di tambah lagi dengan munculnya isu nuklir yang membuat pasar mempersiapkan diri terhadap mata uang dolar Amerika Serikat.
Ketatnya permintaan pasar terhadap dolar AS tentu membuat harga mata uang tersebut mengalami lonjakan cukup tinggi. Di samping itu, Euro yang berlokasi tidak terlalu jauh dari lokasi perang antara Rusia dan Ukraina terkena imbasnya sehingga mengalami pelemahan.