Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Kenaikan USD Menimbulkan Pertanyaan Terhadap Regulasi Tapering Fed

Kenaikan USD Menimbulkan Pertanyaan Terhadap Regulasi Tapering Fed

by Didimax Team

Pada hari senin, 13 September 2021 dikabarkan bahwa USD atau Dollar Amerika Serikat mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut dikabarkan pada waktu pagi hari di Asia. Kenaikan yang terjadi hari ini merupakan kelanjutan dari kenaikan indeks USD yang sudah terjadi pada pekan lalu.

Namun, kenaikan tersebut tidak serta merta membuat para investor menjadi aman. Dilansir dari beberapa berita bahwa para investor yang melihat adanya kenaikan dari indeks USD tetap membuat mereka was was  terlebih pada penurunan aset terkait Federal Reserve Amerika Serikat.

Penurunan aset tersebut bahkan terjadi di tengah jumlah kasus COVID-19 secara global terus mengalami kenaikan. Pada pukul 10.18 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) dikabarkan bahwa indeks USD mengalami kenaikan sebesar 0,96 menjadi 92,627. Data tersebut akhirnya resmi diberitakan pada pagi hari tadi.

Perdagangan safe haven dollar Amerika Serikat dikabarkan turun sejak pekan lalu tetapi adanya ancaman dari varian baru COVID-19 yaitu varian Delta dan potensi The Fed mengumumkan pengurangan secara spontan melalui pembelian obligasinya akan tetap menjadi proponent aktif terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat.

 

Pasangan USD yang Kena Imbasnya

Adapun pasangan dari USD/JPY mengalami sedikit penurunan sebesar 0,01%. Penurunan tersebut membuat pasangan mata uang Amerika Serikat dan Jepang ini berada pada nilai 109,91. Dilanjutkan dengan pasangan AUD/USD yang kemudian menguat sebesar 0,125%. Kenaikan tersebut membuat  nilainya berada pada 0,7364.

Pasangan mata uang NZD/USD yang mengalami sedikit kenaikan yaitu sebesar indeks 0,04% dan berada pada nilai 0,7116. Dikabarkan bahwa pasangan kedua mata uang ini sedang berjuang mempertahankan kisaran bulan. Bahkan hal tersebut juga diperjuangkan saat Reserve Bank oleh New Zealand sudah siap untuk meningkatkan suku bunganya.

Kenaikan dollar tersebut pada Indonesia membuat rupiah Kembali melemah. Penurunan indeks sebesar 0,35% membuat harga rupiah anjlok menjadi 14,249 per dollar Amerika Serikat terhitung sejak tanggal 13 September 2021 pada pukul 10.29. Tentu saja hal tersebut akan merugikan negara Indonesia.

Dilanjutkan dengan pasangan USD terhadap CNY yang mengalami kenaikan indeks sebesar 0,12% dan berada pada nilai 6,4519 yang juga dirilis secara resmi pada pukul 10.26 WIB hari rabu mendatang. Data tersebut mencakup data ekonomi yang meliputi produksi industri serta investasi aset tetap. 

Terakhir adalah pasangan USD terhadap GBP yang juga mengalami kenaikan indeks sebesar 0,04% dengan nilai 1,3845. Tentu saja dengan melihat kenaikan serta penurunan antara pasangan mata uang Amerika Serikat tersebut membuat para investor merasa optimis terhadap mata uang USD. 

Tanggapan Para Ahli

Terjadinya kenaikan yang terus berlanjut pada mata uang Amerika Serikat tersebut menuai beberapa pendapat dari para ahli. Pendapat seorang senior ahli strategi mata uang dari National Australia Bank yaitu Rodrigo Catril bahwa beberapa faktor dapat mendukung kenaikan dollar seperti dinamika yang terjadi saat ini. 

Ia juga menambahkan bahwa penghindaran resiko juga membuat kenaikan dollar dapat meningkat. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pandemi Covid-19 dimana negara negara yang sudah melakukan vaksinasi seperti Singapura dan inggris Raya ternyata Kembali melaporkan terjadinya lonjakan kasus yang terkena Covid-19.

Rencana pembukaan Kembali masih menjadi pertimbangan karena tantangan yang berasal dari konsumen. Pertimbangan harus dibuat secara matang karena akan membatasi kemampuan ekonomi untuk pulih dengan baik. Fed selalu memberi sinyal pengurangan aset akan datang nika peningkatan infeksi terus terjadi.

Berkaca dari hal tersebut pemerintah Amerika Serikat akan secara resmi merilis data di hari Selasa terkait Indeks Harga Konsumen. President Fed Philadelphia Patrick Harker direncanakan akan bergabung untuk seruan dan memulai pengurangan aset yang lebih cepat daripada sebelumnya.

Presiden Fed juga berpendapat bahwa inflasi akan berada pada kisaran 4% pada tahun ini, kemudian akan berakhir dan mengalami penurunan Kembali pada angka 2% sepanjang tahun 2022 dan tahun 2023 dan melihat adanya peningkatan resiko inflasi yang berpotensi mengalami kenaikan lebih tinggi lagi.

Presiden Fed juga menambahkan bahwa beliau ingin segera memulai segala proses taper yang akan membantu menyelesaikan proses tapering. Jika hal tersebut dapat berlangsung maka suku bunga kebijakan perlu dinaikkan dan akhirnya memiliki ruang dalam melakukan pergerakan yang terjadi.