Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Mata Uang Asia Terpuruk, Bagaimana dengan Rupiah?

Mata Uang Asia Terpuruk, Bagaimana dengan Rupiah?

by Didimax Team

Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika serikat pada perdagangan hari Senin, 13 Februari 2023, sehingga hal ini menjadi perhatian utama para pelaku pasar terutama di dunia jelang rilis data inflasi negeri Paman Sam tersebut. 

Seperti yang diketahui, ketika nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan maka nantinya akan memicu inflasi dan harga barang di dalam negeri tentu akan meningkat terutama untuk produk yang diolah menjadi bahan baku impor.

Namun di sisi lain ketika harga barang impor makin mahal karena mau melemahnya kurs rupiah maka masyarakat tentu akan beralih pada produk lokal yang harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan produk impor.

Jika membahas mata uang asing terpuruk Lalu bagaimana dengan rupiah, Apakah inflasi akan benar-benar terjadi? Kabar baiknya adalah dilansir dari data Refinitif di mana rupiah melemah 0,4% ke Rp 15.190/US$ namun bukan yang terburuk.

 

Pergerakan Dolar AS Melawan Asia

Pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada hari Senin hingga sore hari memang cukup membuat ramai. Bahkan jika dihitung sepanjang pekan lalu maka rupiah merosot 1,6% dan perumahan tersebut sekaligus menghentikan penguatan tajam.

Memang mulanya rupiah menguat tajam dalam 4 pekan beruntun bahkan selama periode tersebut tercatat memuat hingga 4,7%. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pelemahan pada pekan ini bisa dikatakan sebagai koreksi yang sangat wajar.

Tentu kondisi eksternal memang tidak bisa dipenuhi kepastian bahkan penyebab melemahnya nilai tukar rupiah pada pekan lalu, disebabkan oleh pasar tenaga kerja as yang masih sangat kuat.

Ketua Bank sentral AS (the Fed) Jerome Powell bahkan menyatakan jika suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya, apabila pasar tenaga kerja masih terus Kuat atau inflasi yang semakin tinggi.

Sehingga perilisan data inflasi pada hari ini yaitu Selasa, 14 Februari 2023 akan menentukan ekspektasi suku bunga the Fed pada tahun ini dan jika kembali menurun pastinya pasar akan kembali melihat suku bunga yang tidak lebih dari lima persen.

Faktanya adalah ketika suku bunga bank sentral tersebut tidak lebih dari 5% maka rupiah bisa kembali menguat namun begitu pula sebaliknya jika suku bunga bank sentral melebihi 5%, tentu mata uang rupiah akan melemah.

Suku Bunga Bank Indonesia Masih Dipertahankan 

Ada kabar baik yang cukup menenangkan di mana hasil polling reuters menunjukkan bahwa inflasi as turun menjadi 2% year on year pada bulan Januari bahkan angka tersebut bisa dikatakan lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 6,5%.

Hal ini tentunya bisa sangat merubah ekspektasi para pelaku pasar jika benar-benar terealisasi atau jika inflasi as turun lebih rendah lagi karena data inflasi tersebut terbukti menjadi kunci pergerakan rupiah pekan ini.

Dari dalam negeri ada datang neraca perdagangan serta Bank Indonesia juga akan menghubungkan kebijakan moneter pada hari Kamis nanti di mana gubernur BI sebelumnya sudah memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan.

Perry Warjiyo selaku gubernur BI memang memberikan statement bahwa suku bunga tidak akan dinaikkan lagi jika tidak ada kejadian luar biasa sehingga dalam kondisi saat ini pasar akan melihat Apakah BI masih tetap dengan pendirian yang sama atau sebaliknya.

Seperti yang diketahui, naiknya suku bunga BI tentu akan berdampak pada perekonomian masyarakat umum karena nantinya naiknya suku bunga tersebut akan diikuti dengan kenaikan pada produk-produk perbankan.

Produk-produk perbankan tersebut seperti KPR dan jenis kredit lainnya Tentu juga akan meningkat. Jadi selain tentang kecemasan para pelaku pasar tentang suku bunga Bank Indonesia maka pelaku pasar juga menanti revisi aturan devisa hasil ekspor.

Karena revisi tersebut nantinya akan menjadi salah satu faktor yang akan mendongkrak kinerja rupiah sebelumnya sedangkan pihak pemerintah juga berjanji untuk menerbitkannya pada bulan ini yaitu bulan Februari 2023.

Namun sayangnya hingga saat ini belum ada tanda-tanda aturan mengenai hal tersebut telah selesai dibahas. Pada intinya jika membahas mengenai mata uang asing yang terpuruk maka rupiah sendiri bukanlah mata uang asing terendah untuk saat ini.

Apalagi rupiah sendiri sebelumnya sudah naik atau menguat hingga 4,7% dan sepanjang pekan lalu rupiah merosot pada 1,6% sehingga tidak ada efek yang begitu luar biasa dan Hanya dianggap sebagai koreksi yang wajar.