Berita perdagangan hadir dari nilai mata uang rupiah yang sudah mulai melonjak. Mata uang rupiah terhadap dolar AS ditutup pada perdagangan dengan penguatan sebanyak 47 poin.
Poin tersebut meningkat setelah sebelumnya menguat sebanyak 45 poin pada angka Rp 14.432. Sedangkan, pada penutupan sebelumnya pada level Rp. 14.480 sehingga mengalami peningkatan nilai.
Melihat kenaikan tersebut, maka Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka yaitu Ibrahim Assuaibi menjelaskan terkait perdagangan minggu depan. Menurutnya, mata uang rupiah bisa saja dibuka berfluktuatif.
Menurutnya, penutupan rupiah di angka Rp. 14.410 – Rp. 14.460 memberikan sinyal positif untuk perdagangan minggu depan. Hal ini juga terlihat dari menurunnya nilai dolar AS (USD/IDR) secara menyeluruh.
Selain itu, juga dipengaruhi adanya kondisi menyerah pada kenaikan yang terjadi dalam sesi terakhir. Hal ini karena adanya risiko tinggi pada sentimen risiko lebih kuat dalam mendorong investor.
Nilai Rupiah Melonjak
Keberadaan sentimen risiko yang lebih kuat ini membuat investor untuk meraih mata uang dengan nilai imbal hasil lebih tinggi. Kondisi ini membuat rupiah memiliki peluang yang tinggi untuk meningkat.
Apalagi kondisi pasar saham di berbagai dunia yang sedang tidak baik-baik saja dan mulai mengalami pelemahan beberapa hari terakhir. Beberapa hal mempengaruhi kondisi ini bisa terjadi.
Faktor pertama dikarenakan adanya taruhan di Arab Saudi dan dapat meningkatkan produksi minyak mentah untuk mendinginkan harga minyak. Selain itu, terdapat kondisi lain yang juga mendukung peningkatan nilai rupiah.
Adanya taruhan di Arab Saudi ini dianggap mampu untuk menyeimbangkan kekhawatiran pada lonjakan inflasi. Selain itu, juga mampu menyeimbangkan kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter yang ada.
Hal ini juga dikomentari oleh John Doyle yang merupakan wakil presiden urusan dan perdagangan dari Monex USA. Menurutnya beberapa faktor melawan greenback, sebagian besar adalah sentimen risk-on.
Berita adanya Arab Saudi yang mampu memompa lebih banyak minyak menjadi sinyal positif. Selain itu, adanya pelanggaran di China terkait pembatasan Covid-19 juga membantu meningkatkan sentiment risiko.
Terlihat dari adanya harga minyak yang mulai sedikit berubah. Harga tersebut mampu menghapus kerugian setelah adanya OPEC+ menyetujui adanya peningkatan produksi minyak mentah di Arab Saudi.
Daerah Shanghai mulai bangkit setelah adanya isolasi selama dua bulan. Selain itu, tempat umum seperti taman dan pasar sudah dibuka, begitu pula dengan toko-toko dan orang mulai berangkat ke kantor.
Sementara itu, dari dalam negeri pada bulan Mei terjadi inflasi mencapai angka 0,40 persen. Kondisi tersebut membuat indeks harga konsumen atau IHK berada di angka 110,42.
Kondisi Nilai Mata Uang Rupiah
Inflasi berdasarkan tahunan mencapai angka 3,55 persen. Inflasi tertinggi muncul dari harga telur ayam, bawang merah, ikan segar dan juga tarif angkutan udara selama bulan Mei.
Di Indonesia sendiri, beberapa daerah yang mengalami inflasi terendah adalah Tangerang dan Gunungsitoli. Keduanya mengalami inflasi sebesar 0,05 dengan IHK 109,73 dan 110,63 untuk masing-masing daerah.
Sementara itu, yang mengalami deflasi tertinggi yaitu di daerah Kotamobagu sebesar 0,21 persen. Kondisi ini membuat daerah tersebut memiliki IHK sebesar 111,25 pada perdagangan terakhir.
Sedangkan, untuk deflasi terendah terjadi di daerah Merauke dengan posisi di angka 0,02 persen. Angka tersebut membuat Merauke memiliki nilai IHK sebesar 109, 92 di hari tersebut.
Beberapa komponen penjualan mempengaruhi kondisi inflasi yang terjadi. Penjualan memiliki pengaruh paling besar sebesar 0,6 persen yang disebabkan oleh telur ayam ras, daging sapi dan bawang merah.
Sedangkan, komoditas lainnya yaitu ikan segar, nasi dengan lauk dan roti manis menyumbang inflasi sebesar 0,5 persen. Aturan pemerintah pada kenaikan tarif angkutan udara juga memberikan inflasi sebesar 0,09 persen.
Hal lain yang juga mempengaruhi adalah dari kelompok pengeluaran. Dimana, kelompok makanan, minuman serta tembakau berpengaruh sebesar 0,78 persen terhadap inflasi yang terjadi di Indonesia.
Kelompok lainnya yaitu kelompok perumahan seperti air, listrik dan bahan rumah tangga berpengaruh sebesar 0,10 persen. Kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rumah tangga berpengaruh sebesar 0,43 persen.
Sedangkan, dari kelompok kesehatan menyumbang sebesar 0,19 persen penyebab terjadinya inflasi. Sektor lainnya di bidang kelompok transportasi menyumbang sebesar 0,65 persen pada inflasi yang terjadi.