Nilai tukar rupiah di mana ditransaksikan antarbank di kawasan Jakarta pada hari Kamis kemarin masih terus melemah seiring dengan para pelaku pasar menantikan keputusan dari pihak BI (Bank Indonesia).
Rupiah sendiri melemah menjadi 64 poin atau 0,41 persen pada posisi Rp15.664 per US Dollar dibandingkan dengan pada posisi penutupan di perdagangan sebelumnya yakni sebesar Rp15.600 per US Dollar.
Analis Indonesia ICDX (Commodity and Derivatives Exhange) mengatakan bahwa apabila Bank Indonesia berusaha menaikkan kembali nilai suku bunga, maka akan berpotensi mendorong adanya penguatan rupiah terhadap dollar. Kendati demikian, tetap terdapat risiko yakni terganggungnya pertumbuhan ekonomi karena kenaikan suku bunga dijadikan sebagai acuan.
RDG BI Memutuskan Menaikkan Suku Bunga pada Pertengahan Oktober
Jika dilihat dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Oktober 202 ini memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi sebesar 50 basis poin dari 4,25% menjadi 4,75%. Sesudah pada bulan sebelumnya meningkatkan bunga acuan dengan jumlah besaran sama.
Bukan hanya bunga acuan, tetapi bank central tersebut juga ikut menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility dengan masing-masing jumlah sebesar 50 BPS menjadi 4% serta 5,5%. Revandra menyampaikan pernyataan dari pihak pejabat the FED, membuat dollar kembali menekan rupiah.
Hal tersebut sudah dollar AS sempat mengalami pelemahan sesudah adanya pengumuman inflasi AS yang mulai mengalami penurunan. Adanya pernyataan itulah, ternyata membuat ekspektasi pasar terhadap adanya kenaikan suku bunga juga kembali mengalami peningkatan walaupun tidak tinggi.
Revandra juga menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang berada di kisaran 5,7 persen dinilai cukup bagus di tengah-tengah kondisi perekonomian dunia tidak pasti. Tentu saja hal tersebut justru memberikan benefit tersendiri bagi rupiah.
BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan hasli pertumbuhan cukup tinggi dalam waktu Triwulan III 2022 yakni sebesar 5,72 persen. Tentu lebih bagus apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni sebesar 5,45%.
Adapun tren pertumbuhan ekonomi secara tahunan inilah ternyata meningkat secara persisten dalam waktu empat kuartal berturut-turut. Di mana mampu tumbuh diatas 5 persen sejak Triwulan 4 di tahun 2021 kemarin.
Revandra juga memberikan tambahan dimana memperkirakan hari ini rupiah juga berpotensi menguat di angka Rp15.650 per US Dollar dan tentunya dengan potensi pelemahan sebesar Rp15.750 per dollar.
Bank Indonesia Punya Ruang Naikkan Suku Bunga Jadi 50 BPS
Lembaga penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyatakan bahwa pihak BI sebenarnya masih mempunyai ruang agar bisa menaikkan suku bunga BI-7 Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) menjadi sebesar 50 basis poin (bps) ke angka 5,25 persen.
Adapun tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah-tengah ketidakpastian pasar keuangan global sekaligus apresiasi dollar Amerika Serikat.
Ekonom dari LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa mempertimbangkan tingkat inflasi saat ini yang sudah berada diatas kisaran target bank central dalam 5 bulan, BI harus meningkatkan suku bunga 50 bps menjadi 5,25 persen guna menjaga stabilitas rupiah.
Dengan adanya peningkatan suku bunga acuan BI itulah akan membantu membatasi jumlah arus modal keluar, membantu mencegah depresiasi rupiah hingga membatasi tekanan inflasi dari barang-barang impor.
Tidak sampai di situ saja, hal tersebut dilakukan guna menjaga spread yang menarik dengan suku bunga acuan dari pihak The FED. Dimana apabila Anda lihat maka awal November dinaikkan sebesar 75 bps. Yang membuat targetnya berada pada kisaran 3,75-4,00 persen.
Ia juga memberikan penjelasan bahwa ruang untuk meningkatkan suku bunga acuan dari BI juga masih tersedia sebab ekonomi nasional tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan yakni sebesar 5,72 persen (year on year) di Triwulan III 2022.
Adanya pertumbuhan tersebut ternyata dapat terjadi karena konsumsi dari rumah tangga sekaligus ekspor bisa tumbuh solid yakni masing-masing sebesar 5,39% yoy dan 21,64% yoy. Itu karena Indonesia sendiri masih dapat menikmati tingginya harga komiditas global.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga didorong adanya peningkatan pengeluaran rumah tangga kelas menengah atas. Di mana menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi akan terus berlanjut serta menguat walaupun tengah menghadapi tantangan global.