Sebagai salah satu mata uang dunia yaitu dolar AS membuat mata uang rupiah melemah terhadapnya. Nilai tukar atau kurs dari Rupiah mengalami penurunan terhadap dolar AS pada hari sebelumnya.
Menurut laman pasar spot Bloomberg mata uang Rupiah mengalami pelemahan sebesar -0,10 persen. Angka ini setara dengan 14 poin yang berada di level Rp 14.279 dolar AS.
Satu hal menarik, bahwa yang mengalami pelemahan bukan hanya Rupiah saja. Beberapa mata uang di Asia juga cenderung mengalami angka yang bervariasi terhadap USD dalam beberapa hari terakhir.
Angka ini terjadi akibat adanya indeks Dolar AS yang tertekan sebesar 0,11% berada di level harga USD 96,76. Tentunya hal ini menjadi yang paling berpengaruh terhadap penurunan harga Rupiah.
Rupiah Melemah Terhadap Dolar
Selain mata uang rupiah yang melemah beberapa mata uang lainnya juga ikut mengalami keterpurukan. Sementara ada beberapa nilai seperti Yen Jepang yang naik sebesar 0,02 persen di angka 115,38.
Sementara jenis mata uang Bath Thailand mengalami penguatan paling tinggi di angka 0,31 persen menjadi 33.255. Sedangkan, untuk Peso Filipina mengalami keterpurukan mencapai -0,21 persen di angka 50,508.
Serupa dengan Peso Filipina, Won Korea Selatan juga ikut menyusul pelemahannya. Nilai mata uang Won Korea Selatan melemah sebesar -0,09 persen yang membuatnya berada di angka 1.189,84.
Jenis mata uang lain yang juga ikut ambruk adalah Ringgit Malaysia. Menyusul Peso Filipina, Ringgit Malaysia mengalami penurunan mencapai -0,25 persen di angka 4,2195 pada hari sebelumnya.
Sedangkan, jenis mata uang Dolar Singapura juga ikut anjlok sebesar -0,03 persen di angka 1,3685. Sementara itu, Dolar Taiwan meningkat tipis sebesar 0,01 persen di angka 27.795.
Beberapa jenis mata uang juga ikut menyusul yaitu Yuan China mengalami penguatan sebesar 0,06 persen di angka 6,3881. Sedangkan, Dolar Hongkong menyusul dengan meningkat sebesar 0,02 persen sebesar 7,7967.
Kondisi Rupiah Terhadap Dolar
Tentunya ada perubahan beberapa mata uang di kawasan Asia tidak mempengaruhi kedudukan dari Dolar AS. Meskipun cenderung terkoreksi, Dolar AS masih tetap memimpin beberapa mata uang lainnya.
Tentunya hal ini adanya jabatan untuk kedua kalinya oleh Gubernur Federal Reserve (The Fed) bernama Jerome Powell. Tentunya kondisi ini sangat mempengaruhi perkembangan dari mata uang Dolar AS.
Hal ini juga akan mempengaruhi asumsi pada suku bunga AS yang lebih tinggi. Suku bunga juga sangat mempengaruhi perkembangan dari setiap mata uang yang ada di seluruh dunia.
Hal ini juga dikatakan oleh Direktur TRFX Berjangka yang bernama Ibrahim Assuaibi. Menurutnya para investor saat ini sedang mencermati langkah dari Federal Reserve akibat adanya kabar pengetatan kebijakan moneter.
Beberapa hal juga disampaikan oleh Ibrahim Assuaibi terkait kebijakan moneter tersebut. Para investor juga mengharapkan Pemimpin Federal Reserve AS yang dinominasikan yaitu Jerome Powell pada beberapa waktu lalu.
Kepemimpinan baru ini diharapkan mampu mempercepat pengetatan moneter. Bahkan, termasuk juga adanya pengurangan aset dan kenaikan suku bunga dalam rangka mengekang inflasi yang terus meningkat.
Adanya pengaruh ini juga mempengaruhi tingkat penjualan mata uang lain untuk Dolar AS. Anda perlu memperhatikan hal ini jika menjadi investor yang mengikuti perkembangan kurs Rupiah terhadap Dolar AS.
The Fed Ikut Mempengaruhi
Selain beberapa hal tersebut pastinya ada yang juga mempengaruhi perkembangan harga Rupiah terhadap Dolar AS. Hingga saat ini pasar mata uang sebagian besar didorong oleh adanya beberapa persepsi.
Persepsi tersebut dimana bank sentral global memungkinkan adanya pengurangan stimulus selama masa pandemi dan mulai menaikkan suku bunga. Tentunya hal ini juga memberikan pegaruh besar.
Menurut analis di Westpac menyebutkan bahwa dengan adanya nominasi Powell untuk masa jabatan kedua akan memberikan pengaruh kenyamanan terhadap investor dengan kondisi pasar saat ini.
Ia juga menambahkan bahwa setidaknya terdapat tiga pejabat Fed yang secara terbuka membahas tentang percepatan tapering. Hal ini membuat para investor bisa melihat prosesnya secara terbuka.
Tidak hanya itu, adanya langkah-langkah pembatasan mobilitas di Eropa akibat adanya lonjakan Covid-19 juga menjadi tantangan bagi pasar di masa depan. Karena hal itulah bisa mempengaruhi nilai kurs.