Setelah mengalami Reli cukup panjang, akhirnya Rupiah dalam penutupan perdagangan Rabu 11 November 2020 mengalami penurunan. Hal ini di picu oleh aksi ambil untung yang dilakukan oleh beberapa pihak. Beberapa pakar juga menilai, bahwa keadaan Tersebut adalah tanda mata uang Indonesia mengalami Depresiasi.
Sejak perdagangan dibuka, sebenarnya Rupiah sudah mulai menunjukkan pertanda demikian karena, menunjukkan penurunan dan langsung masuk ke zona merah. Angkanya tidak terlalu besar yaitu 0,28% atau berada di level Rp14.070,- per Dolar Amerika. Membukukan Reli selama 6 hari berturut-turut memang menghasilkan keuntungan.
Bila dirata-rata, penguatannya bisa mencapai 4%, hal Tersebut memicu potensi profit taking. Dengan perbaikan ekonomi yang mulai terjadi di Indonesia. Membuat sentimen pasar secara fundamental cukup positif. Arus modal asing cukup banyak masuk ke pasar saham dan obligasi, setelah berakhirnya pemilihan presiden Amerika.
Keadaan Indonesia Saat Ini
Walaupun, menunjukkan sentimen positif dan di prediksi sudah membaik dari sebelumnya. Namun, data dari bank Indonesia berkata lain. Penjualan ritel di bulan September lalu, mengalami penurunan cukup tajam sebesar 8,7% YoY. Angka ini, sebenarnya menguat dari pada bulan sebelumnya 9,2% YoY.
Penguatan tipis tersebut memang belum cukup, mengingat penjualan ritel mengalami kontraksi cukup dalam selama 10 bulan berturut-turut, pasca pandemi Covid-19. Kenaikan sedikit tersebut di prediksi oleh Bank BI akibat dari sejumlah komoditas yang sudah mulai kembali beraktivitas, seperti makanan, minuman, tembakau, dan sandang.
Hanya saja, kondisi tidak pasti dan ledakan virus Corona terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia, membuat penjualan ritel ini kembali mengalami penurunan. Menurut Bank BI, angkanya bisa lebih dari 10%. Hal Tersebut dipicu karena kebijakan PSBB oleh sejumlah wilayah, untuk menekan laju penyebaran virus.
Tetapi, kondisi tersebut jauh lebih baik karena, beberapa sektor mengalami peningkatan permintaan. Seperti, bahan bakar kendaraan bermotor, serta beberapa kebutuhan rumah tangga. Penurunan yang terjadi pada Rabu, 11 November 2020 Rupiah menjadi yang terburuk di semua mata uang Asia.
Prediksi Dolar Terus Menurun
Sepertinya, penurunan tipis tersebut tidak perlu membuat pasar takut karena, para pakar memberikan prediksi bahwa Dolar masih belum bisa perkasa. Walaupun, sentimen positif dari sejumlah negara terhadap presiden Joe Biden terus menguat. Terutama soal hubungan dagang mereka dengan China.
Pemicu terbesar dari perlemahan Dolar Amerika adalah kebijakan dari Presiden Joe Biden terhadap perdagangan Internasional mengenai pengurangan ketidakpastian. Hal ini terjadi karena, pemerintahan lebih mengutamakan konvensional. Pembangunan beberapa aliansi serta taktik seputar negosiasi dan ancaman terbesar mengenai tarif dulu.
Memang masih terlalu dini dengan ramalan tersebut, karena pemerintahan belum berjalan. Sementara, seluruh dunia masih menunggu sikap Donald Trump kedepan. Apakah mereka ingin menggugat ataukah tidak. Keadaan Tersebut merupakan angin segar bagi sejumlah mata uang di Asia, seperti, Yen, Bath, Rupiah, hingga Ringgit.
Mereka mempunyai potensi besar terjadi penguatan signifikan tahun 2021. Apalagi, menurut pakar, Mata uang Indonesia mampu menyentuh level Rp13.000,- per Dolar.Angka psikologis yang dinantikan oleh sejumlah pihak. Pasca virus corona, nilai tersebut seakan susah untuk ditembus. Walau, berbagai kebijakan sudah ditetapkan.
Rupiah Vs Dolar
Bila dibandingkan kekuatannya sampai akhir tahun ini, rupiah tetap masih perkasa bahkan, hampir di seluruh mata uang Asia. Perbaikan ekonomi dan kepastian dengan hadirnya vaksin membuat pasar semakin percaya, Indonesia adalah negara pertama yang mampu keluar dari krisis.
Hal ini juga di picu dengan pertumbuhan beberapa sektor dalam negeri Walaupun, angkanya masih menunjukkan hasil negatif. Namun, setidaknya setiap bulan mengalami kenaikan. Apalagi, saat ini Jakarta, sebagai pusat bisnis dan perdagangan kembali menerapkan PSBB Transisi.
Hal Tersebut memberikan jaminan para investor untuk datang dan menanamkan modalnya di Indonesia. Pemicu lainnya adalah UU Cipta kerja yang dirasa sangat potensial. Apalagi, gelombang demo sudah mulai mereda, menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menerima berita yang benar.
Jika, melihat kondisi seperti ini bukan tidak mungkin, penguatan Rupiah akan terus terjadi bahkan untuk tahun depan sekali pun. Faktor lain sebagai pemicu adalah keyakinan pasar terhadap iklim usaha di Indonesia sudah mulai menemukan titik kenyamanan. Banyak kepastian hukum diberikan serta perizinan lebih dipermudah.
Sentimen positif ini semoga bisa terjaga dengan situasi dan suhu politik yang kondusif. Apalagi, efek Biden masih akan terasa dan membuat Rupiah semakin perkasa. Walaupun, menurut beberapa ekonom efek ini tidak akan berlangsung lama. Namun, kenyataan Rupiah mendekati Rp13.000,- semakin besar.