Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Rupiah Terus Meningkat Naik Saat Stimulus AS Mulai Dekat

Rupiah Terus Meningkat Naik Saat Stimulus AS Mulai Dekat

by Didimax Team

Berbeda dengan emas yang sekarang sudah banyak ditinggalkan pasar spot karena nilainya dalam sepekan tidak berhasil terjaga ke level tinggi. Rupiah justru memunculkan wajah gembira menjelang stimulus dari Amerika akan diluncurkan dalam waktu dekat ini. masih ingat berita pada Senin lalu tentang ini, bukan?

Demi membantu covid-19 agar bisa mengurangi dampaknya, Presiden AS yang baru, Joe Biden beserta parlemen partainya mengeluarkan aturan stimulus senilai 1,9 triliun US dolar dan disebut oleh banyak orang sebagai stimulus jumbo. Pihak Joe Biden mungkin tidak memikirkan dampaknya karena dolar justru tergerus lemah.

Mengawali pekan ini, rupiah ternyata tidak menyembunyikan taringnya, justru mempertegas kekuatannya dengan bertengger pada level psikologis 13.000. dan karena ekspektasi stimulus yang besar itu, membuat para pemodal pada akhirnya memilih aset emerging market seperti Indonesia.

Pada penutupan hari Sabtu kemarin, nilai tukar rupiah sah telah menguat empat hari beruntun. Di hadapan greenback pada pekan kemarin, sudah menguat hingga pada ke 0,36%. Masih bisa berharap bisa terus bertahan kuat hingga Minggu ini. Kita harus menunggu hasilnya nanti.

 

Rangkuman Pergerakan Rupiah Dalam Sepekan Ini

Telah memasuki level psikologis 13.000, rupiah bahkan terus menguat selama 4 hari berturut-turut di perdagangan. Sementara itu, tahun baru Imlek kemarin, lebih tepatnya di hari libur indeks rupiah atas dolar AS sudah tercatat menguat pada Jumat, 12 Februari.

Hal itu bermula pada hari Kamis, satu hari sebelum imlek data ditutup dengan mata uang garuda berada pada nilai Rp. 13.970 per dolar AS. Meski dalam presentasenya tercatat hanya menguat tipis pada level 0,07% per hari.

Pada Mingguan, mata uang negeri ini diapresiasi dengan kisaran 0,36%, yang bila dibandingkan dengan akhir pekan lalu, yaitu Rp. 14.020 kali ini sudah lebih baik karena terus mengalami peningkatan signifikan.

Dimulainya menguat itu sejak hari Senin hingga Kamis dan berlangsung pada penutupan akhir pekan masuk ke 13.000. Hal itu dikarenakan sudah semakin dekatnya pencairan atas stimulus jumbo sebesar 1,9 triliun US dolar oleh Amerika. Karena hal tersebut juga, Bank Sentral AS akan mempertahankan kebijakan makro akomodatif untuk terus memacu perekonomian.

Bahkan Jerome Powell, selaku bos besar dari otoritas moneter paling berkuasa di dunia, yaitu The Fed, menegaskan kepada publik bahwa kebijakan dari ultra-longgar masih terus dibutuhkan agar bisa mendongkrak perekonomian.

Dari pernyataannya itu, dalam usaha terus mendongkrak ekonomi, suku bunga tidak akan dinaikkan, sampai nanti 2023 paling tidak. Powell juga mengatakan bahwa Tapering dan juga pengetatan moneter untuk saat ini dianggap sebagai tindakan prematur.

Rupiah Menguat Karena Ada Sedikit Dorongan Dari The Fed

Jerome Powell telah mengatakan pernyataannya seperti di atas tadi. Karena pernyataan dan kebijakan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan dan ultra longgar terus dibutuhkan, membuat rupiah terus menguat dan dolar AS malah justru semakin tertekan karenanya.

Awalnya, stimulus memang akan dilangsungkan pada nilai 1,5 triliun US dolar saja, itu juga sudah memberikan dampak cukup merugikan bagi Amerika karena dolar langsung merosot turun. Berita terbaru, stimulus ditambah menjadi 1,9 triliun US dolar.

Powell mengatakan bahwa adanya tambahan stimulus tersebut justru akan menambah beredarnya uang. Sehingga secara teoritis hal tersebut akan menekan nilai dolar dari negeri Paman Sam.

Tidak hanya itu saja, adanya likuiditas dengan jumlah berlimpah juga memicu inflow pada pasara keuangan di negara berkembang, contohnya saja Indonesia. Terlihat rupia terus menunjukkan taringnya dalam seminggu penuh dengan signifikan.

Sebagai negara adidaya, Amerika memang menjadi acuan dari harga emas dunia dan juga nilai mata uang sebagian besar negara. Kejadian dolar AS melemah, itu karena imbal hasil dari obligasi para pemerintah di sana dengan hasil negatif.

Akhir dari itu semua, aset-aset yang ada di negara Indonesia akhirnya dilirik dengan memberikan imbal hasil cukup menarik. Pada pasar Surat Utang Negara, Imbalan hasil hasil SBN pada tenor 10 tahun bertahan dengan 6%.

Akan tetapi, apabila dikurangi dengan inflasi sebesar 1,6%, maka imbal hasil rillnya masih pada level 4,4%. Meski dolar sedang melemah, tapi dolar AS terhadap mata mitra utamanya malah menguat hingga 0,02%  menjadi 90,43. Hal itu karena poundstreling sebagai mata mitra dagangnya sedang melemah.