Karena produksi tambang minyak AS akhir-akhir ini terus mengalami kenaikan, hari Rabu kemarin harga minyak merosot. Stok mentah minyak AS meningkat cukup tinggi dari yang diharapkan.
Hal ini kemudian diperparah dengan sikap OPEC, yakni keputusan untuk menambah pasokan ke pasar sepertinya masih jauh dari rencana. Stok minyak mentah AS naik sekitar 4,6 juta barel pada minggu lalu.
Adanya rebound output beberapa kilang minyak di lepas pantai Teluk AS, di mana beberapa minggu sebelumnya sempat diterjang badai Ida telah kembali melakukan aktivitasnya, maka itu memicu hasil produksi pekan lalu melebihi ekspektasi.
Keadaan ini mengakibatkan harga minyak tergelincir, bahkan Brent turun sekitar 45 sen menjadi $78,64 per barel, padahal sempat mencapai $80 pada hari Selasa lalu. Harga ini totalnya merosot sekitar 46 sen atau 0,6%, ke harga $74,83 per barel.
Akibat Persediaan Minyak Tinggi, Harganya Turun!
Saat ini kondisi pasar ikut tertekan dengan penguatan dolar AS, itu bahkan mencapai level tertinggi dalam satu tahun dibanding mata uang utama lainnya. Transaksi yang dilakukan dalam dollar mendorong dollar AS membuat harga komoditas lebih mahal di seluruh dunia.
Padahal beberapa pekan terakhir ini harga minyak mengalami kenaikan, itu terbilang cukup tinggi. Adanya pertumbuhan ekonomi pasca lockdown pandemi, permintaan bahan bakar yang semakin banyak, dan beberapa produksi di berbagai negara terganggu.
Minggu lalu, mengutip pernyataan Departemen Energi AS, stok minyak, bensin, dan sulingan kilang minyak AS bertambah signifikan. Produksinya naik mencapai 11,1 juta barel per hari, itu hampir setara dengan hasil produksi sebelum Badai Ida merusak beberapa tambang.
Meskipun sebenarnya, produksi tersebut tidak mencapai harapan seperti akhir 2019 lalu, di mana kenaikan mencapai 13 juta barel per hari, harga tidak menguntungkan saat ini. Produksi bahkan terbilang lama pemulihannya, tetapi keputusan OPEC berpengaruh besar.
OPEC menunda untuk segera menambah pasokan, bahkan OPEC+, kemungkinan akan tetap berpegang pada kesepakatan yang ada sebelumnya, yakni tetap menambah 400.000 barel per hari (bph) ke produksinya untuk November pada pertemuan selanjutnya.
Adanya pelemahan di pasar perumahan China dan meningkatnya pemadaman listrik, menurut ahli turut memukul sentimen karena setiap kejatuhan pemilik ekonomi terbesar kedua di dunia itu tetap berdampak pada permintaan minyak.
Mengingat negara China adalah importir minyak terbesar dunia sekaligus konsumen bahan bakar fosil terbesar kedua setelah Amerika Serikat, maka turunnya permintaan dari negara ini membuat stok AS tetap tinggi serta memengaruhi harga minyak.
OPEC Perkirakan Permintaan Minyak Rebound
Pihak OPEC sendiri mengatakan bahwa permintaan minyak diperkirakan akan meningkat kuat dalam beberapa tahun ke depan. Hal tersebut tentu didukung ketika pandemi global telah usai dan ekonomi membaik, maka persediaan minyak harus banyak demi mencegah krisis.
Pandangan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak kontras dengan Badan Energi Internasional, yang dalam laporan Mei mengatakan investor tidak boleh mendanai proyek minyak baru jika dunia ingin mencapai emisi nol bersih.
Penggunaan minyak akan naik 1,7 juta barel per hari pada 2023 menjadi 101,6 juta barel per hari, OPEC mengatakan Outlook Minyak Dunia 2021, akan tumbuh kuat, hal serupa juga diprediksi untuk 2021 dan 2022.
Dengan pulihnya permintaan minyak, OPEC dan sekutunya turut melepaskan rekor pengurangan pasokan yang dibuat tahun lalu. Tetapi ada tanda-tanda beberapa produsen OPEC+ tidak dapat memompa lebih banyak karena kurangnya investasi.
Tetapi berdasarkan perkiraannya, OPEC berpendapat bahwa permintaan minyak dalam jangka panjang akan menurun. Alasannya adalah perilaku konsumen yang akan berubah menggunakan energi alternatif.
Laporan tahun lalu mengatakan permintaan minyak dunia akan melebihi tingkat 2019 pada 2022, bukan 2023. Dengan asumsi penggunaan teknologi yang ada lebih cepat, maka permintaan bisa turun pada 2030-an.
Tahun lalu OPEC+ sudah sepakat menyetujui rekor pengurangan produksi sebesar 9,7 juta bph, setara dengan 10% dari pasokan global. Namun jika kondisi dunia semakin normal, maka menurut OPEC peningkatan pasokan sebaiknya menjadi perhatian setiap produsen.
OPEC melihat permintaan minyaknya meningkat dalam beberapa tahun ke depan, tetapi meningkatnya pasokan dari Amerika Serikat dan produsen luar lainnya berarti produksi OPEC pada 2026 kemungkinan akan menjadi 34,1 juta barel per hari, di bawah level 2019.
Namun, OPEC optimis tentang prospek masa depannya, melihat pangsa pasarnya meningkat dalam beberapa dekade kemudian karena persaingan dari produsen non-OPEC akan berkurang. Diperkirakan bahwa produksi minyak AS akan mencapai puncaknya tahun 2030.