Rupiah semakin tidak terhindarkan, dengan kondisi perekonomian global sedang terdampak virus corona tetapi, performanya terus membaik. Bahkan, terjadi sejak 6 minggu berturut-turut dan diteruskan 2 minggu terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa, stimulus yang di berikan pemerintah untuk dunia usaha berhasil.
Walaupun, sempat melemah hingga ke level Rp14.050,- tetapi, dalam 6 minggu berturut-turut total penguatannya menunjukkan angka cukup signifikan yaitu 4,7%. Penurunan yang sempat terjadi, merupakan aksi ambil untung dari para investor karena, laju dari mata uang Indonesia tersebut sangat menggembirakan.
Dari hasil tersebut, menunjukkan sentimen positif pasar terhadap Indonesia. Mereka percaya negara ini mampu menghadapi badai dengan baik, walau pertambahan virus corona masih terus meningkat setiap harinya.
Survei Reuters
Dalam 2 minggu terakhir, reuters melakukan survei menggunakan sistem rentang -3 hingga 3. Angka negatif menunjukkan kepercayaan pada investor terhadap sebuah mata uang tinggi. Bahkan, hasil tersebut biasanya, akan mengalami penguatan. Sementara, posisinya berada di -1,01. Hal ini menunjukkan pelaku pasar mengambil inisiatif long.
Poin tersebut merupakan paling tinggi sejak 6 minggu sebelumnya. Sementara, angka negatif juga pernah dibubukan pada awal bulan Februari menunjukkan -0,86%. Pada periode tersebut, Rupiah bisa menunjukkan performa terbaik, naik 2,29%. Levelnya waktu itu Rp 13.565, dan jadi yang terbaik di dunia.
Saat kondisi perekonomian dunia dalam keadaan buruk, para Investor melakukan langkah short, sehingga pergerakannya sangat lambat. Bahkan, menyentuh angka Rp16.620. Nilai tersebut diyakini paling rendah sejak krisis moneter tahun 1998. Virus Corona memang menjadi acuan bagi investor, apakah melakukan short atau long.
Short terus dilakukan berdasarkan data dan keadaan sebuah negara. Pelaku pasar tetap tidak ingin mengambil risiko kerugian. Tetapi, optimisme itu tumbuh seiring stimulus dan vaksin yang terus berkembang, Rasa percaya ini membuat mereka melakukan aksi long, dan hasilnya sangat menggembirakan.
Survei Citigroup
Citigroup memberikan prediksinya bahwa Dolar Amerika masih akan mengalami penurunan. Ada beberapa faktor menyebabkan mata uang Garuda ini terus perkasa. Mulai dari kemenangan Joe Biden,kehadiran berbagai kabar baik mengenai beberapa vaksin di dunia seperti Pfizer dan Moderna.
Faktor selanjutnya adalah Perkembangan iklim investasi di negara yang terkenal dengan kebudayaan semakin meningkat. Hal tersebut tidak lepas dari peran pemerintah, menyediakan banyak lahan. Harapannya, penyerapan tenaga kerja akan berjalan baik dan bisa mengeluarkan negeri ini dari jeratan resesi.
Dari beberapa survei seperti perlemahan Dolar diakibatkan karena, euforia pasar akan kemenangan Joe Biden, distribusi vaksin, dan kebijakan bank sentral Amerika. Tren perlemahan ini sebenarnya, sudah pernah terjadi di tahun 2000 an, Saat itu Dolar menurun tajam hingga bertahun-tahun.
Survei menunjukkan pelaku pasar mulai berani mengambil beberapa aset berisiko. Keyakinan tersebut tumbuh karena, hubungan Amerika dan Tiongkok tidak akan lebih buruk dari pemerintahan Donald Trump. Hal tersebut memang jadi boomerang bagi seluruh negara, tetapi setidaknya perdagangan dunia berjalan membaik.
Laporan Bank Indonesia
Hari jumat besok, BI akan mengumumkan transaksi berjalan menunjukkan surplus. Hal ini cukup membanggakan karena, merupakan pertama kalinya sejak 9 tahun terakhir. Dalam neraca pembayaran, ada dua komponen pengikat. Pertama adalah transaksi berjalan, tidak hanya jadi komponen melainkan juga faktor dalam mendikte laju pemerintah.
Sejak tahun 2011, BI menilai defisit dari transaksi berjalan ini selalu jadi hantu bagi setiap pemerintah. Saat posisinya menunjukkan defisit, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga. Strategi ini, diharapkan mampu menopang rupiah dan mengalami penguatan, karena posisinya akan jadi seimbang.
Dari hasil laporan Bank Indonesia tersebut, membuat optimisme pasar semakin tinggi. Prediksi lainnya membawa mata uang Garuda ini akan terus tumbuh. Bahkan, bisa kembali berada di level Rp13.000,-. Hal ini memang sedang dinantikan benar oleh seluruh pengusaha di negeri sendiri.
Terutama, bagi mereka yang bergerak dalam bidang ekspor dan impor. Dengan tumbuhnya rupiah yang terus menguat. Membuat, biaya produksi mereka akan menurun. Apalagi, derasnya laju investasi dari pelaku pasar adalah kombinasi paling baik. Tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi namun juga pergerakan rupiah.
Masih perlu ditunggu, bagaimana pergerakan ke depan. Apakah sesuai dengan prediksi banyak pihak. Bahwa, Indonesia adalah negara pertama yang mampu mengembalikan perekonomiannya serta menumbuhkan laju rupiah menjadi lebih dalam lagi. Setidaknya Rp13.000 atau bahkan bisa mencapai Rp12.000,- di tahun 2021.