Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Tembaga Naik Seiring Kembalinya China dari Imlek

Tembaga Naik Seiring Kembalinya China dari Imlek

by Didimax Team

Harga tembaga melambung tinggi pada perdagangan hari Senin (22/2) sebesar US$ 9.000 per ton. Naiknya harga barang tambang tersebut adalah karena faktor melemahnya dolar Amerika Serikat dan prediksi permintaan dari China setelah liburan Tahun Baru Imlek. 
 
Pada hari Senin (22/2), nilai tembaga kontrak tiga bulanan dalam London Metal Exchange (LME) meningkat 3,3% mencapai rentang harga US$ 9.199 per ton. Pencapaian ini menjadi level puncak nilai barang tambang tersebut sejak September 2011. Sementara level puncak sebelumnya adalah US$ 10.190 per ton dalam Februari 2011.
 
Kontrak tembaga April memiliki peminat tertinggi dalam Shanghai Future Exchange. Harga barang tambang tersebut dalam Shanghai Future Exchange meningkat sebesar 6% mencapai level 67.370 yuan atau setara dengan US$ 10.428,15 per ton. Pencapaian ini merupakan prestasi tinggi sejak Agustus 2011. 
 

Prediksi Permintaan Tinggi dari China Selepas Imlek

 
Setelah China menyelesaikan liburan Tahun Baru Imlek, nilai tembaga diprediksi akan melambung tinggi. Liburan Imlek berlangsung pada 11-17 Februari 2021. Pada tanggal-tanggal tersebut, aktivitas bisnis dan konstruksi China bergerak lambat. Lalu setelah liburan berakhir, negara tersebut akan menjalankan bisnis dan konstruksi secara normal.
 
China adalah peminat tertinggi tembaga. Melalui prediksi meningkatnya permintaan dari negara tersebut selepas liburan Tahun Baru Imlek, harga barang tambang tersebut semakin merangkak naik. Hal ini didasarkan atas permintaan tinggi konsumen dengan persediaan barang tambang yang terbatas.
 
Perusahaan Investasi Goldman Sachs Group Inc dalam minggu sebelumnya menyatakan bahwa kembalinya Tiongkok dari libur selama satu pekan telah mempengaruhi kenaikan harga komoditas. Tetapi, pasar mungkin akan menghadapi resiko kelangkaan dalam beberapa waktu ke depan akibat lonjakan permintaan China selepas Imlek.
 
Dalam bursa berjangka London Metal Exchange telah tampak tanda-tanda backwardation. Istilah tersebut menandakan lonjakan permintaan di pasar spot yang jauh melebihi pasokan. Hal tersebut juga diperparah dengan stok yang semakin menipis. Sehingga akan mempengaruhi harga.
 
Kurangnya persediaan tembaga juga terjadi di China. Pabrik pemurnian atau smelter Tiongkok telah mendapati pengurangan produksi barang tambang tersebut. Pasokan yang tersedia dalam bursa berjangkai Shanghai tampak rendah selama satu dekade terakhir. 
 
Kenaikan harga tembaga memberikan laba besar bagi para pemasok. Salah satunya adalah Jiangxi  Cooper Co yang merupakan produsen utama Tiongkok. Naiknya harga barang membuat perusahaan tersebut naik saham dalam kisaran 13% di bursa saham Hongkong. 
 
Kenaikan saham perusahaan Jiangxi Cooper Co merupakan level atas sejak 2013. Selain itu, Australia, OZ Minerals Ltd juga memperoleh kenaikan saham, bahkan sebanyak dua kali lipat. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan besar sejak satu tahun terakhir.
 

Permintaan Global Terhadap Tembaga Turut Naik

 
Sebelumnya, harga tembaga menukik tajam pada bulan Februari karena turunnya permintaan dari China. Tetapi, harganya kembali melambung saat Negeri Tirai Bambu kembali mengoperasikan pabrik selama tahun baru Imlek. Selepas tahun baru tersebut, diprediksi permintaan dari China akan semakin meningkat tinggi.
 
Kenaikan harga tembaga yang seiring dengan prediksi kenaikan inflasi membuat investor beralih ke logam mulia. Lemahnya the greenback juga membuat harga nikel, emas dan platinum turut meningkat tinggi. Kenaikan harga tembaga dan nikel juga turut dipengaruhi permintaan global.
 
Komoditas logam seperti tembaga dan nikel semakin digemari karena adanya prospek pemakaian energi terbarukan. Program energi terbarukan membutuhkan kedua logam tersebut sebagai bahan baku. Hal tersebut mendorong permintaan pasar yang semakin tinggi. Di sisi lain, terjadi defisit pasokan.
 
Backwardation diprediksi akan menyebabkan harga tembaga global mengalami bullish. Hal ini tidak hanya terjadi karena lonjakan permintaan dari China, tetapi juga karena tingginya permintaan global. UBS memperkirakan defisit persediaan tembaga pada 2021 adalah sebanyak 469 ribu ton. Berkurangnya pasokan akan membuat harga meroket.
 
Goldman Sachs menyebutkan bahwa kelangkaan tembaga di pasar global sebagai bahan bakar utama akan mempengaruhi harga. Kelangkaan tersebut juga dipengaruhi oleh minat investor akan tembaga sehingga mengurangi jumlah pasokan yang tersedia. Goldman memprediksi harga tembaga semakin meningkat sejak periode 3, 6 dan 12 bulan.
 
Selain tembaga, permintaan timah diprediksi meningkat pesat dari perusahaan elektronik dan persediaan yang rendah ditabah gangguan pasokan dan pengiriman kemungkinan akan mendukung harganya dalam waktu dekat.
 
Timah ShFE merangka naik sebesar 8,6% menuju rekor atas 194.030 yuan per ton. Sementara harga timah di LME pernah mencapai rentang angka US$ 27.000 per ton. Angka tersebut merupakan rekor tinggi dalam bulan Agustus 2011.