Pada bulan September lalu, di depan Majelis Umum PBB Presiden China Xi Jinping telah menyampaikan pengumuman akan segera menghantam industri fosil, terkhususnya untuk batu bara.
Xi juga selaku Sekretaris Jenderal Partai Komunis China tersebut telah membuat komitmen baru yang berkaitan dengan kebijakan iklim guna menangani pemanasan global.
Di dalam sidang tersebut, ia menegaskan bahwa China tidak bakal membangun proyek pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dengan bahan bakar batu bara yang berasal dari luar negeri.
Pada masa sebelumnya seperti yang diketahui baha pendanaan dari mega proyek Belt and Road Initiative (BRI), China sudah berinvestasi di sejumlah proyek PLTU di beberapa negara berkembang, Indonesia termasuk di dalamnya.
Ia pun sudah berjanji akan segera mempercepat langkah China untuk menjadi netral karbon di tahun 2060 mendatang, termasuk juga mendukung sejumlah negara berkembang dengan mengembangkan sumber energi hijau dan rendah karbon.
Promosi Netralitas Karbon dan Energi Terbarukan
Langkah ini pun diambil sejalan dengan ambisi dari China guna menjadi pemimpin dalam upaya untuk mengadopsi energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Presiden Donald Trump sebelumnya telah memutuskan Amerika Serikat untuk keluar dari Perjanjian Paris, sehingga China pun mulai mengambil peran penting dalam upaya meredam pemanasan global.
Meskipun Presiden Joe Biden sudah membalikkan keputusan sebelumnya dan kembali lagi bergabung, Amerika Serikat masih belum mampu untuk menggulingkan dominasi China.
Kebijakan baru dari pemerintah China ini pun bisa mendapat dukungan penuh dari sejumlah negara serta menumbuhkan rasa optimis masyarakat dunia.
Pada bulan Juni 2021 lalu,International Renewable Energy Agency atau IRENA sudah resmi menandatangani nota kesepakatan baru dengan Kementerian Ekologi dan Lingkungan Tiongkok guna mempromosikan netralitas karbon dari energi terbarukan.
Kerja sama ini pun bakal terpusat pada percepatan dari pengembangan energi terbarukan yang besar kemungkinan berdasarkan janji China untuk mencapai puncak emisi karbon sebelum 2030 serta capaian netralitas karbon sebelum tahun 2060 mendatang.
China merupakan pimpinan dalam penyebaran energi yang terbarukan. Di tahun 2020, hampir sekitar 85 GW, China sudah mewakili sebanyak 40 persen dari total seluruh energi terbarukan dunia.
Sekarang ini juga, China telah berhasil menyumbangkan sepertiga dari kapasitas energi terbarukan yang sudah terpasang di seluruh belahan dunia.
IRENA pun menilai, rantai pasokan yang cukup matang, biaya daya yang relatif rendah serta sumber daya terbarukan dengan kualitas super mampu menempatkan China ke posisi yang begitu menjanjikan guna memakai energi terbarukan.
Asian Development Bank Tidak Akan Sudi Mendanai
Jikalau China telah berkomitmen untuk tidak lagi membangun PLTU di luar negeri, hal yang lebih ekstrem dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia.
ADB pun sudah resmi mengumumkan bahwa pihaknya tidak akan sudi membiayai proyek yang berhubungan dengan eksplorasi tambang batu bara, gas alam dan minyak bumi di seluruh dunia.
Kebijakan baru ini pun sudah resmi diumumkan dalam draf pernyataan yang dirilis sejak awal bulan Mei 2021 lalu. Pengumuman tersebut ternyata disambut baik oleh kelompok pegiat lingkungan, yang seharusnya ADB mengambil langkah tersebut beberapa dekade lalu.
Dikutip langsung dari Reuters yang melansir The Straits Times, ada dua organisasi lingkungan yang sudah menudung ADB membiayai sebesar 4,7 miliar US dollar guna proyek energi fosil gas alam sejak diterapkannya Perjanjian Iklim di Paris di tahun 2015 lalu.
ADB akhirnya mengkonfirmasi angka tersebut, namun juga menegaskan bahwa sebagian besar dari biaya energi selama tahun 2015 hingga 2020 sudah dialokasikan untuk sumber energi terbarukan dan juga pengembangan infrastruktur lainnya.
Tujuan dari pelaksanaan program tersebut ialah guna menghentikan penggunaan bahan bakar fosil di kawasan Asia, lebih khususnya pun untuk mendorong peralihan dari pembangkit listrik yang sudah tidak ramah lingkungan bahan bakar dari batu bara.
Kepala Grup Sektor Energi ADB pun menjelaskan bahwa ada sekitar 60 persen dari total seluruh pembangkit listrik di kawasan Asia yang berasal dari pembakaran batu bara. Sehingga hal tersebut sangat penting guna mengurangi batu bara serta segera mengganti dengan energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.