Inggris keluar dari kawanan regional EU sejak 1 Februari 2020 waktu Indonesia, artinya hari ini tepat menjadi 2 tahun peristiwa Brexit terjadi. Banyak analisa yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan nilai mata uang GB Pound, apakah naik atau malah turun.
Kawasan regional harus diakui menyumbang sumber perekonomian dan mata uang negara yang besar. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19, organisasi regional cukup membantu. Tetapi peristiwa Brexit bisa menjadi pengecualian.
Sejak keluar dari European Union atau Uni Eropa pada 31 Januari 2020 (Waktu Indonesia 1 Februari 2020), United Kingdom tidak lagi menjadi member. Jadi, ini juga membuat mata uang Euro tidak lagi berlaku disana sehingga Inggris sepenuhnya menggunakan Poundsterling.
Pound menjadi single currency dan ini membuat banyak yang penasaran sejauh apa Pound bekerja di kawasan negara tersebut. Selain itu, di tahun 2022 dan ditengah keperkasaannya USD, apakah Pound Great Britain bisa survive dan mempertahankan nilai yang tinggi ini?
Berapa Besar Pound Kehilangan Nilainya Sejak Brexit?
Jika kita menarik ke sejarah Pound ke Dollar, nilai paling rendahnya di $0.99 untuk 1 Pound. Tetapi ini terjadi jauh sebelum peristiwa Brexit, tepatnya di 25 Februari 1985. Tetapi selama periode ini nilai paling rendah yang dimiliki oleh Pound adalah $1.16 di 20 Maret 2020.
Memang selama periode awal Brexit, Pound mengalami pergerakan harga yang tidak masuk akal. Ekonomi Inggris cukup runtuh pada saat itu dan membuat minat konsumen yang juga menurun. Tetapi itu tidak bertahan lama, terbukti dengan nilainya di hari ini $1.35.
Menurut perhitungan dari bank US, nilai Euro cukup terkendali selama proses transisi Euro ke Pounds serta bank sentral cukup ahli dalam mengatur supply mata uang mereka. Terlebih di saat kondisi pandemi, USD yang sempat goyang, berbeda dengan GBP yang cukup stabil.
Malah menurut US Census Bureau, nilai Poundsterling lebih berharga 10% daripada sebelum Brexit. Ini tentunya cukup berpengaruh untuk mengangkat derajat profit dari bisnis lokal di UK sementara economic news yang negatif lebih mengarah ke Euro selama periode itu.
Lantas, pasti banyak pertanyaan mengenai kenapa bisa Euro yang melemah jika dibandingkan dengan Pounds yang notabene keluar dari kawasan regional yang cukup berpengaruh di dunia. Euro bahkan pernah kehilangan 7% dari total nilai yang dimiliki karena pandemi.
Di segi persaingan, investor memang lebih memilik UK sebagai destinasi karena dianggap mampu bergerak secara independen dan tidak terpengaruhi oleh kebijakan EU. Tetapi dengan performa yang secara signifikan lebih baik, Pounds kini tidak mengalami kehilangan nilai.
Apakah Nilainya akan Meningkat atau Menurun di 2022?
Setelah tahu kalau di tahun 2020 dan 2021, maka yang akan ditanyakan selanjutnya adalah terkait nilai GBP di tahun 2022. Terlebih di tengah perkasanya dolar AS berkat kebijakan FED. Tetapi menurut Trading Economist, risiko terburuk yang bakal dialami adalah turun 35%.
GBP bisa saja kehilangan 35% dari total nilainya di bulan Maret nanti, atau pada akhir Q1 2022. Prediksi ini karena stock dari US yang mulai meningkat jauh, sementara Stock UK harus menurun. Tetapi, ini tidak menutup kemungkinan untuk bergerak naik ke atas juga.
Selama tahun 2021, Dollar AS selalu bergerak naik di pertengahan tahun atas GBP. Dan tahun ini bisa menjadi tahun kedua hal serupa terjadi jika melihat tren yang dialami oleh Inggris. Akan tetapi, ING memprediksi kalau GBP/USD akan meningkat 1.25% pada tahun ini.
Sementara itu, CIBC Capital Market berikan hasil analisisnya yang mengatakan kalau GBP/USD akan jatuh di awal tahun 2022, tetapi akan mulai bergerak naik setelahnya. Citibank juga tidak mau ketinggalan, hampir sama dengan yang lain, GBP diprediksi akan jatuh lebih dulu.
Perhitungan ini juga tentu saja tidak asal karena bobot nilai USD yang makin menguat dan FED yang akan mempertahankan kebijakan baru hingga Maret 2022 menjadi alasannya. Tanpa memikirkan tentang value atau nilainya, USD tetap menjadi raja mata uang dunia.
Sudah 2 tahun peristiwa Brexit atau British Exit terjadi. EU dan Great Britain memutuskan untuk melepas status member sehingga mata uang Euro tidak lagi berlaku disana. Tetapi, Inggris berhasil membuat nilai Euro melemah dan Poundsterling yang malah meningkat.