Perminyakan dunia sedang dibuat heboh, hal ini tidak hanya dialami Indonesia saja. Amerika Serikat juga mengalami pelemahan setelah produksi bertambah. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kredibilitas harga yang terus mengalami penurunan.
Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat menyatakan bahwa persediaan minyak mentah mengalami penurunan 3,4 juta. Penurunan ini bahkan terjadi hanya dalam waktu 1 pekan saja. Hal tersebut tentu menimbulkan banyak permasalahan baik ekonomi, maupun politik.
Berdasarkan hasil survey dari S&P Global Commodity Insights diperkirakan publikasi EIA akan mengalami penurunan hingga 1,7 juta barrel persediaan. Mengetahui tingkat pelemahan yang terus terjadi membuat para pedagang komoditi harus melakukan banyak pertemuan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang juga dikenal sebagai OPEC+, direncanakan untuk membentuk pertemuan dengan tujuan membahas strategi produksi minyak. Hal ini diharapkan mampu memberikan solusi dari permasalahan yang ada.
Penyebab Penurunan Harga Minyak dalam Beberapa Periode Terakhir
Sejak hari Rabu (18/05/2022) harga minyak mentah mengalami kemerosotan drastis mencapai 2%. Salah satu penyebabnya terbawa dampak dari kasus yang terjadi pada negara Rusia. Hal tersebut membuat nilainya melemah hingga 9%.
Tidak hanya itu, pemulihan COVID-19 di negara China juga menjadi faktor besarnya. Sebab pelonggaran yang sudah mulai diperluas membuat negara persaingan dagang Amerika Serikat itu mulai menunjukkan perkembangan.
Tidak hanya pada kasus dagang bahan baku makanan, maupun elektronik seperti kebanyakan. Kepandaian transaksi penjualan yang dimiliki China, membuat was-was Amerika Serikat. Sebab, potensi kenaikan harga minyak mentah sangat meningkat.
Apalagi terselesainya permasalahan Covid-19 ini justru memberikan kasus baru. Beberapa diantaranya seperti kesulitan akan bahan mentah. Seperti berbagai jenis minyak, nikel, dan bahan pokok lainnya.
Saat ini persaingan dagang akan kembali seperti sebelum pandemi Covid-19 dimulai. Amerika Serikat tidak lagi boleh bersantai-santai melihat kurs nya terus melemah setiap hari. Sebab, peperangan akan segera terjadi di depan mata.
Penyebab lain dari penurunan harga minyak ini, karena banyaknya ekspor secara berkala. Sehingga, komoditi daerah mendapat ancaman signifikan. Hal tersebutlah yang membuat Amerika Serikat unjuk jumlah kilang di penampungannya.
Pergerakan Harga Minyak Mentah di Amerika Serikat
Pergerakan harga minyak terus alami perubahan secara berkala. Tercatat pada hari ini (Kamis, 19/05/2022) minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berakhir di puncak harga $107.7 per barel. Padahal beberapa waktu lalu, nilainya bahkan lebih daripada itu.
Dibuat pusing dengan pergerakan komoditas alam yang berpengaruh besar terhadap keberlangsungan penduduknya. Membuat Amerika Serikat memerintahkan untuk terus memantau setiap koreksi yang terjadi.
Meskipun telah dilakukan sebuah strategi sedemikian rupa. Kegagalan masih dialami negara adidaya ini. Pasalnya, terhitung hari ini persediaan minyak mentah mengalami penurunan sangat tajam mencapai 3,4 juta per barel sejak pekan lalu.
Menanggapi konflik yang tengah dialami negaranya. Pergerakan sektor dalam upaya meningkatkan perekonomian minyak, melakukan penambahan produksi. Keputusan ini diambil sangat cepat sebelum kemerosotan kembali terjadi.
Bahkan perkiraan lain juga memberikan dampak pada perkembangan minyak mentah berjangka Brent. Dirancang untuk melakukan pengiriman per bulan Mei ini. Nilai yang terangkat seharusnya dikalkulasi mencapai 3,22 dollar AS hingga 2,9 persen.
Namun, pergerakan menerangkan hal lain. Pasalnya, penutupan harga terjadi di harga 113,45 dollar per barrel. Penetapan ini dilakukan di London ICE Futures Exchange. Dengan rentang nilai yang sangat jauh, Amerika Serikat bisa apa ?
Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) mentotal keseluruhan persediaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor di negaranya. Kalkulasi yang dilakukan menunjukkan nilai sebesar 0,8 juta barrel. Di mana perubahan ini mengalami peningkatan dari data pekan lalu.
Selain itu, persediaan sulingan juga alami kenaikan hingga 1,4 juta barrel. Kemerosotan harga ini telah melampaui batasan maksimum yaitu 10%. Sehingga, tidak dapat dipastikan apakah OPEC+ akan mendapatkan solusi dari peningkatan produksi yang telah dilakukan.
Hal lain yang juga semakin memperkeruh perekonomian saat ini adalah meluasnya dollar AS (USD) yang menjadi trend di bursa saham. Bahkan, kegagalan pihak Eropa dalam meyakinkan Hungaria terhadap vetonya juga menjadi penyebab beban harga minyak mentah meningkat.