Posisi data belanja konsumen atau Household Spending Jepang memang dikabarkan menurun atau merosot dratis. Kabar ini disampaikan hari ini, Jumat langsung oleh pihak Biro Statistik Jepang melalui publikasinya. Meski jika dilihat hanya merosot sebanyak 1.8 persen namun ternyata angka ini sangat berdampak pada banyak hal. Angka tersebut diketahui sebelumnya berada di posisi -2.0 yang sekarang menjadi -4.8 persen.
Data ini diperoleh untuk tahunan terhitung dari Desember 2019 yang menyebabkan Jepang berada di posisi yang buruk. Bahkan, jika melihat kembali prediksi yang dilakukan oleh ekonom beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa mungkin saja penurunan hanya terjadi hanya pada angka -1.7 persen saja maka ini pertanda atau sinyal yang buruk.
Pengeluaran konsumen Jepang ternyata secara keseluruhan sudah tercatat selama tiga bulan berturut-turut. Tidak heran juga, akibat dari kondisi ini mengakibatkan pada naiknya pajak penjualan disana. Hal yang semula angkanya berada di angka 8 persen yang kini menjadi 10 persen. Data ini akurat yang berlaku sejak Oktober 2019 lalu yang sudah memukul belanja para konsumen.
Faktor Melemahnya Minat Belanja Konsumen Jepang
Hingga sekarang, ada banyak pendapat yang terus dipaparkan oleh sebagian besar pelaku pasar mengenai keadaan melemahnya minat belanja konsumen Jepang. Meskipun begitu, pemerintah Jepang tidak ingin tinggal diam dan juga memberikan klarifikasi serta penjelasan mengenai hal ini. Langkah untuk menggenjot tingkat inflasi juga sudah dicoba yang dibuktikan dengan menaikkan pajak.
Maka, secara langsung bisa dilihat bahwa cara ini berdampak langsung pada melemahnya minat belanja. Masyarakatnya memang sangat sensitif sekali dengan kenaikan harga yang terjadi di pasar. Faktor lain yang menjadi penyebab kenapa minat belanja konsumen Jepang merosot ialah karena harga barang yang terus mengalami kenaikan yang disebabkan langsung oleh kenaikan pajak penjualan.
Cuaca juga menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab kenapa keadaan pasar Jepang melemah dan loyo. Hal ini terjadi pada akhir tahun lalu yang mana Jepang menjadi negara yang memiliki empat musim. Fenomena cuaca dingin yang dialami Jepang sebagai negara yang berada di belahan bumi utara memang berpengaruh pada keadaan ekonomi secara langsung.
Beberapa faktor yang sudah disebutkan di atas ternyata merupakan bagian kecil yang menjadi penyebab merosotnya selera belanja pelaku pasar Negeri Sakura. Untuk barang musiman juga memperlihatkan catatan buruk atas keadaan pasar pada musim berjalan. Bahkan, seorang pejabat menjelaskan bahwa keadaan cuaca dingin daripada hangat ternyata lebih berdampak negatif pada penjualan berbagai macam barang.
Penjualan Barang Musim Dingin Juga Mengalami Penurunan
Untuk kebutuhan paling penting untuk dimiliki pada musim dingin seperti kompor dan pemanas bahkan mengalami penurunan. Takeshi Minami, yang merupakan kepala ekonom di Norinchukin Research Institute ikut memberikan pendapatnya mengenai barang musiman yang kurang laku karena musim dingin namun terasa hangat. Ia juga memprediksikan bahwa kemerosotan atau penurunan pengeluaran rumah tangga Jepang akan terus terjadi hingga kuartal pertama.
Perkiraan ini ia sampaikan karena melihat lemahnya kepercayaan konsumen saat ini terhadap wabah virus Corona yang terjadi di China yang tidak kunjung memberikan sinyal positif. Harga barang yang terus naik dan trend upah yang malah kian merosot akibat dari kenaikan pajak memang sangat dirasakan dari akhir tahun lalu.
Perekonomian Jepang akan terus memburuk keadaannya jika belanja konsumen tidak kunjung membaik. Hal ini karena belanja konsumen berkontribusi banyak atas keadaan perekonomian Jepang. Maka, jika potensi belanja masyarakat rendah akan berdampak pula pada melemahnya JPY terhadap USD.
USD/JPY Berada di Level Tinggi
Pergerakan mata uang Yen terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) memang terus membebani. Data ini diperoleh langsung dari rilis data Household Spending yang sudah menunjukkan angka secara ril. Untuk data untuk angka hari ini, pair USD/JPY sudah berada di kisaran 109.90 yang dekat level tertinggi 3 pekan.
Maka, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar mata uang Jepang Yen berada di jalur lemah melawan dolar AS jika dinilai secara mingguan. Jika ditotal, secara keseluruhan, angka penurunan JPY dari awal pekan mencapai angka 1.45 persen.