Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Berani Ambil Risiko Kembali? Setelah Harga Minyak Mulai Merangkak

Berani Ambil Risiko Kembali? Setelah Harga Minyak Mulai Merangkak

by Didimax Team

Pasaran minyak dunia bebersapa pekan terakhir sempat mengalami keterpurukan mengingat harga minyak mentah dunia tengah minus. Kondisi tersebut membuat harga minyak semakin murah dan mengalami penurunan. Hal ini juga sebagai salah satu imbas akibat pandemi corona yang melanda sebagian besar negara di dunia.

Seluruh sektor terutama sektor ekonomi mengalami pelemahan hingga titik terendah. Mengingat kebijakan pembatasan sosial dan juga lock down yang dilakukan oleh beberapa negara di dunia. Di Indonesia sendiri juga terjadi beberapa kendala ekonomi masyarakat secara luas. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat PHK.

Selain itu para pengusaha kecil yang menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian sehari-hari juga harus rela menahan tangis mengingat usaha mereka banyak yang gulung tikar. Wabah corona yang melanda Indonesia dan dunia menjadi salah satu masalah serius yang harus ditangani oleh pemerintah dan seluruh pihak.

 

Harga Minyak Pasaran Indonesia dan Dunia

Bursa saham RI sudah ditutup dengan pencapaian menguat. Hal tersebut juga diikuti obligasi yang dimiliki pemerintah yang lebih bervariasi. Namun dibalik itu semua, harga rupiah sendiri mengalami keterpurukan dimana nilai tukar terhadap dolar sangat tinggi. Kondisi ini membuat rupiah dipandang stagnan.

Persentase indeks harga saham gabungan atau IHSG mencapai 1,46% tercatat kemarin pada perdagangan. Meskipun sudah ditutup dengan cukup apresiasi akan tetapi IHSG cenderung lebih labil. Seperti yang telah diketahui, bahwa sebelum penutupan pada perdagangan IHSG mengalami jatuh bangun pada awal dimulainya perdagangan.

Investor yang memiliki peranan penting dalam kegiatan perdagangan lagi-lagi mencatatkan hasil jual bersih dengan pencapaian hingga mencapai Rp 335 miliar pada saat IHSG mengalami penguatan. Hal tersebut merupakan pendapatan yang terhitung dari investor asing yang masuk pada pasaran dalam negeri.

Jika dilihat disepanjang 2020 ini, para investor asing telah membuka pasar ekuitas dalam negeri dengan pencapaian sebesar Rp 16,2 triliun. Angka tersebut terhitung sangat besar dan tercatat sebagai net sell dengan pencapaian target gemilang. Rupanya penguatan yang dialami oleh IHSG didukung secara positif oleh berbagai pihak mengingat harga kontrak minyak WTI mengalami kenaikan.

Tepatnya untuk pengiriman yang akan dilakukan pada Juni dengan persentase melebihi 40%. Selain itu juga diakibatkan dari keputusan untuk membuka lockdown yang dilakukan oleh Amerika hingga nanti pada saat waktu pembagian dividen. Pembukaan tersebut juga dipicu oleh adanya paket tambahan berupa stimulus fiskal dibeberapa negara seperti AS juga Korea.

Kondisi lain ditampilkan dari IHSG yang mencatatkan bahwa surat utang pemerintah Indonesia untuk tenor 5 tahun dan juga 10 tahun kini menjadi naik atau mengalami yield. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa terdapat penurunan harga. Lain halnya dengan tenor 10 tahun dan juga 15 tahun malah berbanding terbalik dengan mengalami penurunan yield atau harga menjadi naik.

Obligasi Pemerintah RI

Dilihat secara keseluruhan yield obligasi yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia kini tengah berada pada tren penurunan. Terlebih jika dibandingkan dengan periode yang terjadi pada pertengahan bulan April lalu. Kondisi tersebut tentu sepakat dengan pernyataan yang telah diinformasikan oleh Gubernur Bank BI dimana terdapat inflow hingga berjumlah triliunan rupiah pada surat berharga negara atau SBN.

Penjelasan Gubernur BI juga mengatakan bahwa para investor asing rupanya jeli terhadap iming-iming keuntungan yang lebih besar dengan cara berinvestasi pada surat utang pemerintah Indonesia. Hasil yang ditampilkan dari perhitungan rill yield pasca pengurangannya melalui ekspektasi inflasi yaitu mencapai 4,6%.

Penguatan nilai rupiah pada akhir April didorong oleh aliran dana yang digelontorkan oleh para investor telah masuk pada pasar keuangan Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa rupiah kini tengah ketagihan hot money atau aliran modal jangka pendek seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Jika sebelumnya nilai tukar rupiah melemah hingga 1%, akan tetapi pada penutupan pasar pelemahan tersebut berakhir dengan pencapaian level rupiah stagnan di angka Rp 15.400 per US$. Kondisi ini memang harus dimaklumi mengingat kondisi pasar masih dalam keadaan belum stabil. Para investor asing yang meninggalkan IHSG serta kecanduan rupiah terhadap hot money sangat rawan terkena revisi pada ketidakpastian pasar seperti saat ini.