Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Dampak Larangan Ekspor Nikel, 19 Bulan Neraca Perdagangan Surplus

Dampak Larangan Ekspor Nikel, 19 Bulan Neraca Perdagangan Surplus

by Didimax Team

Usai meresmikan Smelter PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Sulawesi Tenggara, Presiden Jokowi memberikan sambutannya. Dalam sambutan tersebut, beliau mengungkap kalau keberadaan smelter PT. VDNI ini merupakan langkah awal dari pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Semua analis tahu kalau nilai nilai investasi yang ada di PSN memiliki nilai hingga Rp 47 triliun. Hingga saat ini, sudah lebih dari 16 ribu tenaga kerja yang terserap pada proyek strategis kontroversial tersebut. 

Proyek yang berada di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ini memang memiliki potensi profit yang sangat tinggi. Terlebih lagi dengan dukungan penuh dari pemerintah RI. terhadap proyek tersebut. Tidak heran kalau kemudian proyeknya langsung diserbu oleh para investor. 

 

Jokowi Bahas Larangan Ekspor Nikel di PSN

Ketika memberikan sambutan dalam pembukaan smelter tersebut, ada banyak hal yang dibahas oleh Presiden Jokowi. Salah satu diantaranya adalah larangan ekspor nikel yang berhasil memberikan dampak positif terhadap sektor perekonomian dalam negeri.

Beliau mengungkap kalau neraca perdagangan indonesia sudah mengalami surplus selama lebih dari 19 bulan. Hal ini terus bertambah semenjak larangan ekspor nikel diberlakukan. Bahkan keuntungan yang diraup mencapai angka US$ 20,8 miliar. 

Angka ini berbeda jauh dengan saat ekspor nikel belum dilarang. Diakuinya RI hanya bisa meraup keuntungan sebesar US$2 miliar dalam jangka waktu satu tahun. Artinya selisih lebih dari US$ 18,8 miliar hanya dalam rentang waktu 12 bulan.

Perlu diketahui, bijih nikel mulai mendapatkan larangan ekspor semenjak tanggal 1 Januari 2020 lalu. Kebijakan ini diatur secara detail pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang saat itu dijabat oleh Ignasius Jonan.

Pada kesempatan ini, Presiden Jokowi juga menegaskan kalau pemerintah akan terus menjalankan larangan ekspor barang tambang mentah ke negara manapun. Komoditas mentah seharusnya diolah terlebih dahulu agar bisa menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi.

Tidak hanya nikel saja, kedepannya pemerintah akan mempertimbangkan larangan untuk bahan tambang mentah lainnya. Tidak masalah jika kemudian pemerintah harus mendirikan banyak smelter di dalam pelaksanaannya.

Indonesia Mendukung Percepatan Bauran Energi di Seluruh Dunia

Kebijakan tersebut harus diambil karena sejalan dengan percepatan teknologi bauran energi. Semuanya akan diterapkan dalam berbagai sektor dari mulai geothermal, arus bawah laut, angin, hydropower, dan semua jenis Energi Baru Terbarukan atau EBT.

Presiden Jokowi sendiri memandang kalau permasalahan transisi energi saat ini adalah ketergantungan terhadap batu bara. Batu bara dianggap memiliki harga yang lebih terjangkau untuk berbagai sektor.

Ketika hendak menggunakan teknologi EBT, biaya yang harus digelontorkan oleh para investor bisa mencapai dua kali lipat atau bahkan lebih. Dan dalam konteks tersebut, tidak ada pihak yang berani untuk menutupi selisih modal tersebut.

Sedangkan kita semua tahu kalau batu bara dan bahan tambah lainnya adalah aset yang tidak mudah untuk diperbarui. Dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk memunculkannya kembali di negeri ini. Karenanya pengelolaan bahan tambang mentah seperti ini harus dilakukan oleh mereka yang profesional dan berpengalaman.

Setelah Nikel, Jokowi Siap Larang Ekspor Batu Bara, Bauksit, Timah, dan Tembaga

Setelah memastikan larangan ekspor nikel, pemerintah juga sudah memberlakukan larangan untuk ekspor batu bara ke negara manapun mulai 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022. Meskipun singkat, ternyata hal ini berdampak besar terhadap harga batu bara itu sendiri di pasar internasional.

Saat ini sudah banyak negara yang melakukan komplain terkait kebijakan Presiden Jokowi Dodo melakukan pelarangan ekspor batu bara. Seperti kita ketahui, ada banyak negara yang memiliki ketergantungan impor batu bara terhadap Indonesia.

Diantaranya adalah China dengan total ekspor lebih dari 16 juta ton setiap bulannya. Kemudian disusul oleh India, Jepang, Korea Selatan dan negara lainnya. Diantara negara yang sudah melakukan negosiasi dengan pemerintah adalah Jepang dan Korea Selatan.

Namun hal ini tidak lantas membuat Jokowi mundur. Bahkan beliau mengungkap akan terus meningkatkan pelarangan ekspor bahan tambang lainnya. Diantara bahan tambang mentah tersebut adalah bauksit, tembaga dan timah.

Jokowi sangat optimis kalau pelarangan ekspor bahan tambang mentah ini akan memberikan dampak yang sangat positif terhadap banyak orang dari sisi finansial. Jadi tidak hanya segelintir orang saja yang merasakan benefitnya.