Minyak bumi menjadi salah satu komoditi paling penting di berbagai belahan dunia. Minyak bumi menjadi bahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di dunia untuk memenuhi kebutuhan energy. Konsumsi minyak bumi per harinya di dunia semakin meningkat dari waktu ke waktu meskipun harganya cenderung selalu naik.
Kenaikan kebutuhan produk Migas tentunya berdampak pada naiknya penjualan Migas dunia. Hingga saat ini, terdapat dua acuan yang digunakan untuk menentukan penjualan Migas i. Salah satunya adalah Brent yang merupakan sebutan untuk produk Migas tambang yang berasal dari Negara Eropa.
Dampak Naiknya Harga Migas
Naiknya harga minyak dunia tentunya memberikan banyak sekali dampak bagi kehidupan manusia. Indonesia pun mengalami dampak akibat kenaikan dari penjualan minyak. Berdasarkan data yang ada pada BP Global Company, konsumsi Migas dari Negara Indonesia sebesar 1,8 juta bph di tahun 2018 lalu.
Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia telah menggunakan olahan bahan tambang ini mencapai 657 barrel dalam sepanjang tahun. Neraca bahan tambang ini memang semakin membengkak. Produksi Migas bahkan tidak mencukupi kebutuhan Indonesia. Oleh karena itu, akhirnya harus dilakukan impor minyak.
Jika dicermati, impor untuk produk bahan tambang ini memang sangat tinggi. Bahan Migas mengalami kenaikan yang pesat. Membludaknya kebutuhan Migas dari Negara Indonesia pun berpengaruh pada harga minyak dunia. Akibat kenaikan harga Migas, dampaknya juga berpengaruh bagi perekonomian Negara Indonesia.
Kenaikan harga Migas membuat kredibilitas APBN. Akhirnya, pemerintah pun terpaksa harus bersubsidi. Kenaikan harga minyak membuat tingkat bunga dana dan kredit pun belum bisa turun dalam waktu dekat ini. Tingkat bunga mengalami tendensi minimal atau maksimal dan berbanding terbalik dengan harga obligasi.
Harga obligasi kemungkinan akan mengalami penurunan. Tingkat bunga dimungkinkan tidak akan mengalami perubahan. Dampak lain adalah membuat biaya produksi menjadi meningkat. Akhirnya, harga produk-produk di dalam negeri menjadi semakin mahal. Harga impor menjadi meningkat, namun daya beli akan menurun.
Harga Minyak Dunia Hari Ini
Hingga hari Kamis, 22 Oktober 2020 lalu, harga tambang ini berjuang sepenuhnya untuk pulih kembali. Ini dilakukan untuk melakukan pemulihan dari kerugian yang dialami pada sesi sebelumnya. Hal tersebut terjadi ketika adanya penumpukan persediaan bensin di Amerika Serikat.
Persediaan bensin di AS memberikan isyarat prospek yang semakin buruk untuk permintaan bahan bakar karena kasus Covid 19 semakin meningkat. Hingga Jumat, 23 Oktober 2020 kemarin, harga minyak mentah mengalami kenaikan menjadi 91 sen untuk jenis Brent. Atau, kenaikan terjadi 2,18 persen menjadi USD 42,64 untuk per barelnya.
Harga produk Migas berjangka untuk WTI atau West Texas Intermediate pun ditutup dalam 63 sen . Kontrak keduanya mengalami kemerosotan bahkan lebih dari 3 persen pada hari Rabu lalu. Penurunan paling tajam terjadi dalam 3 pekan.
Stok bensin di Amerika Serikat naik mencapai 1,9 juta barel dalam waktu seminggu hingga tanggal 16 Oktober 2020 lalu. Untuk itu, produk keseluruhan yang telah dipasok dan mewakili permintaan rata-rata berjumlah 18,3 juta barel dalam setiap harinya. Hal ini berlangsung selama 4 minggu hingga 16 Oktober lalu.
Akibat Infeksi dari Virus Corona yang telah mencapai rekor, beberapa Negara di Eropa dan Negara Bagian Amerika Serikat pun melakukan penguncian dan larangan terhadap perjalanan keluar masuk China. Ini dilakukan untuk membendung terjadinya penyebaran penyakit. Larangan tersebut juga mengindikasikan bahwa pertanda buruk untuk permintaan bahan bakar Migas.
Disisi lain, pasokan ekspor Minyak Libya pun terus meningkat hingga bulan Oktober ini. Hal tersebut dikarenakan adanya pemuatan telah dimulai kembali paska pasukan timur melakukan pelonggaran Blokade. Akhirnya, produksi tambang ini Libya pun telah pulih menjadi 500 ribu barel dalam setiap harinya.
Dalam hal ini, pemerintah di Tripoli terus memperkirakan akan mengalami peningkatan dua kali lipat pada akhir tahun ini. Rata-rata, harga Brent telah mengalami kenaikan mulai dari USD 43,9 per barel menjadi SUD 59,4 pada tahun depan. Begitu pula untuk WTI dari USD mengalami kenaikan dari USD 40,1 menjadi USD 55,9 per barelnya.
Dampak naik turunnya harga Migas memang berpengaruh bagi hampir seluruh Negara di dunia. Ditambah lagi paparan virus Corona yang membuat perekonomian semakin terguncang. Maka, Indonesia memang perlu untuk menyikapi dan mempersiapkan siasat baru untuk menghadapi hal tersebut.