Data PMI Manufaktur ISM yang telah dirilis ini membuat Dolar Amerika Serikat tertekan. Padahal, sebelumnya mata uang ini telah mengalami tekanan yang sama akibat adanya kemungkinan pelonggaran moneter The Fed yang mengalami penurunan hingga berada pada level yang cukup rendah dalam bulan ini.
Pelonggaran moneter ini merupakan dampak dari merebaknya wabah virus asal Wuhan China itu. Indeks Dolar (DXY) yang biasa dijadikan sebagai tolak ukur untuk 6 mata uang yang lain, kini mengalami penurunan yang signifikan. Ketika berita ini ditulis penurunan yang dialami oleh Amerika Serikat ini bahkan hingga mencapai 0.78%.
Saat ini indeks Dolar AS telah diperdagangkan di 97.36, dengan level paling rendah sejak tanggal 3 Februari lalu. Setelah mengalami meluncur naik dengan pesar hingga menempati posisi 50.9 pada bulan Januari tahun ini, PMI manufaktur ISM pada bulan Februari ternyata kurang beruntung. Ia kembali tergelincir.
Aktivitas pabrikan AS kini merosot dan menempati level 50.1, yang mana ini lebih rendah dari ekspetasi yaitu hanya mengalami penurunan pada level 50.5 saja. Banyak pesanan yang baru terkontraksi dari 52 menjadi 49.8. hal ini juga berlaku pada tingkat produksi yang juga ikut melambat menjadi 50.3 dari 54.3.
Sejak enam bulan terakhir ini, pertumbuhan manufaktur AS mulai terhambat. Hal ini karena adanya perang dagang dengan China. Setelah itu, dihajar kembali dengan adanya virus corona yang berasal dari China dan menyebar ke negara-negara lain. Tentu saja ini cukup membuat sektor manufaktur AS babak belur karena rantai suplai terganggu.
Potensi Rate Cut Dibuka The Fed
Meski tidak semematikan SARS, namun wabah virus Corona ternyata memberikan pengaruh yang begitu besar bagi suasana pasar global. Banyak investor yang merasa cemas dan panik ketika munculnya informasi baru mengenai banyaknya pasien yang terkena Corona. Otoritas bank-bank sentral pada beberapa negara merasa harus ikut turun tangan untuk mengatasi hal ini.
Begitu juga dengan bank sentral Amerika Serikat. Pada tanggal 28 Februari tahun 2020 kemarin, ketua dari The Fed menerbitkan sebuah pernyataan yang mana di sana tercatat bahwa pihaknya akan bertindak dengan penyesuaian, hal ini dilakukan demi mendukung perbaikan ekonomi dunia.
Selain itu, hal ini juga dilakukan penyusulan laporan adanya warga Amerika Serikat yang telah terkena virus Corona. Hal ini terjadi seolah begitu misterius, padahal ia mengaku tidak pernah pergi ke luar negeri. Pasar pun telah memperkirakan akan adanya pemotongan bunga Fed pada FOMC bulan ini akibat Dolar yang semakin lemah.
Bahkan Joe Manimbo, seorang analis pasar dari Western Union Business Solution mengatakan jika untuk saat ini Dolar Amerika Serikat sedang berlumuran darah karena wabah virus Corona yang kemungkinan akan memberatkan prediksi taktik shock and awe pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS.
Trump Desak The Fed Pangkas Bunga untuk Andil Virus Corona
Sudah bukan rahasia lagi bahwa presiden Amerika Serikat, yakni Donal Trump meminta akan Federal Reserve untuk membuat keputusan agar suku bunga ditetapkan serendah-rendahnya. Trump pun sering mengkritisi keputusan yang dibuat oleh The Fed yang lebih memilih mempertahankan suku bunga tinggi dibanding denga negara maju lainnya.
Eskalasi wabah virus Corona (COVID-19), untuk saat ini seolah menjadi sebuah peluang bagi Trump untuk bisa mendesak The Fed agar memotong kembali suku bunga yang telah ditetapkan. Ia menuturkan alasannya untuk menanggulangi dampak wabah virus dari Wuhan terhadap perekonomian di negaranya.
Trump mengungkapkan keinginannya pada sebuah acara konferensi pers di Gedung Putih. Ia mengatakan suku bunga terendah harus segera ditetapkan karena saat ini di negaranya tidak ada suku bunga terendah. Suku bunga Fed mereka terlalu tinggi. Ia juga membuat perbandingan dengan Jerma, dan Jepang yang mana mereka memiliki suku bunga negatif.
Ia juga menuturkan jika saat ini Jerman telah mengambil langkah untuk ikut andil dalam wabah Corona dengan menyuntikan banyak dana untuk memperbaiki perekonomian. Padahal, pernyataan yang dilontarkan oleh Trump ini kurang tepat. Karena sejak tahun lalu, sebelum Corona menyerang dunia, ECB telah menjalankan suku bunga negatid dan quatitative Easing.