Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Dolar Naik Seiring Ketegangan Ukraina yang Terus Berlanjut

Dolar Naik Seiring Ketegangan Ukraina yang Terus Berlanjut

by Didimax Team

Pada hari Rabu, dolar AS mengalami kenaikan akibat perkembangan dari krisis Ukraina memicu selera investor terhadap resiko berkurang. Penyebabnya adalah aktivitas jual pada pasar ekuitas mendorong tawaran safe-haven bagi greenback.

Dolar semakin menguat setelah terjadi peningkatan situasi di Ukraina dan saham AS naik lebih awal. Departemen Luar Negeri AS menyatakan masih adanya potensi terjadinya invasi Rusia ke Ukraina berskala penuh.

Amerika Serikat beserta para sekutunya memberlakukan sanksi yang lebih banyak kepada Rusia. Terbukti, mulai hari Rabu langkah-langkah Uni Eropa sudah diberlakukan.

Pihak Ukraina mengumumkan kondisi darurat sehingga memerintahkan warganya yang masih berada di Rusia untuk pulang. Di sisi lain, Moskow berupaya mengevakuasi kedutaan besarnya yang masih ada di Kyiv.

 

Ketegangan Ukraina Memicu Kenaikan Dolar

Akhir-akhir ini, greenback melemah sebagai akibat dari ketegangan yang muncul di Ukraina. Hal tersebut menimbulkan spekulasi kemungkinan Federal Reserve AS kurang agresif saat pengetatan kebijakan di pertemuan bulan Maret lalu.

Alat FedWatch CME mengungkapkan bahwa ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga hingga 50 basis poin kini mengalami penurunan. Tercatat minggu lalu besarnya 45% dan saat ini menjadi 31%.

Analis pasar senior di Oanda, New York Edward Moya mengatakan The Fed akan lebih berhati-hati mengingat kondisi lingkungan saat ini. Indeks dolar naik sebesar 0,161%, sedangkan euro turun sekitar 0,21%.

Rubel Rusia melemah hingga 2,70% dibandingkan greenback yaitu pada 81,13 setelah sebelumnya pernah mencapai 81,392. Kondisi tersebut mengembalikan keuntungan yang sudah didapatkan hari Selasa.

Kenaikan mata uang Selandia Baru yang diiringi meningkatnya harga minyak mentah. Terbukti keadaan ini bisa membantu mata uang terkait dengan komoditas lainnya. Misalnya pada mata uang negara Kanda dan Australia.

Dolar Selandia Baru berada pada level tertinggi selama 5 minggu. Hal ini dapat dicapai karena bank sentral dari negara tersebut telah menaikkan besarnya suku bunga.

Selain suku bunga yang naik, pemerintah mengisyaratkan jalur yang bersifat lebih agresif ke depannya. Bank of Canada juga akan menaikkan jumlah suku bunga pada Rabu depan.

Kenaikan ini merupakan yang pertama kali sejak bulan Oktober 2018. Imbal hasil obligasi dari pemerintah Kanada juga tercatat lebih tinggi dan mengikuti pergerakan pada Treasury AS.

Brent dan West Texas Intermediate pada hari Kamis naik sampai lebih dari 1%. Dolar Kanada naik sebesar 0,22% menjadi 1,27 per dolar. Sedangkan, kenaikan pada mata uang Australia mencapai 0,17% di $0,723.
 

Kenaikan Dolar AS di Tengah Ketegangan Ukraina

Pada Kamis pagi nilai tukar dari dolar AS terhadap beberapa mata uang terus menguat. Hal ini dikarenakan para pelaku pasar menganggap sebagai akibat dari ketegangan geopolitik di Ukraina yang terus berlangsung.

Indeks dolar yang berfungsi mengukur greenback terhadap 6 mata uang paling utama saat ini naik. Pada akhir perdagangan tercatat di New York nilai mata uang euro menurun.

Penurunan terjadi juga pada mata uang pound Inggris dari 1,3592 menjadi 1,3536 dolar AS. Namun, jika dibandingkan dengan safe havens lainnya maka dolar melemah.

Contohnya yen meningkat 0,05% versus greenback dan menjadi 115,01 per dolar. Dolar turun sebanyak 0,34% versus franc Swiss pada $0,918. Yuan China baru empat tahun menduduki level tertinggi.

Greenback mengalami kenaikan 0,69% versus mahkota Swedia, nilainya per dolar menjadi 9,39. Kenaikan terjadi setelah Martin Floden, Deputi Gubernur Riskbank mengungkapkan di tahun depan bank sentral tidak menaikkan suku bunga.

Di tengah terjadinya krisis Rusia-Ukraina yang terus memanas justru memicu permintaan asing untuk aset China. Greenback sendiri turun 0,17% versus yuan dan akhirnya menjadi $6,312.

Antje Praefcke, seorang analis di Commerzbank mengatakan krisis Ukraina akan terus mempengaruhi pasar valuta asing. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter bisa mengalami tekanan agar menghindari terjadinya resiko kerugian.

Kondisi seperti ini akan terus meningkatkan volatilitas. Selain itu, kemungkinan besar beberapa mata uang utama misalnya yen jepang dan franc Swiss tetap diminati. Begitu juga dengan mata uang dari Amerika Serikat.

Kenaikan berbagai mata uang di atas sangat dipengaruhi oleh krisis Ukraina yang hingga saat ini belum berakhir. Tercatat pada Kamis kenaikan tersebut juga terjadi pada dolar AS.