Kabar perdagangan pekan ini di hari pertama menunjukkan adanya harga minyak sawit atau CPO yang mengalami penurunan. Hal itu juga ditandai dengan ekspor Malaysia yang mengalami penurunan meskipun stok minyak kelapa sawit di negara ini juga turun di bulan Januari. Melihat dari data refinitiv menunjukkan level RM 2.798/ton pada harga CPO kontrak di Bursa Malaysia Derivatif untuk pengiriman 3 bulan. Angka tersebut menunjukkan adanya penurunan 0,53% harga CPO dibandingkan minggu lalu.
Sementara informasi mengenai stok minyak sawit malaysia diperkirakan turun di angka 12,71% menjadi 1,76 juta dan pada bulan Januari berdasarkan data dari MPOB. Nilai stok tersebut juga menunjukkan penurunan yang lebih rendah dari pada bulan Desember dan bahkan menjadi nilai stok paling rendah selama hampir dua setengah tahun terakhir ini.
Penurunan tersebut juga menunjukkan adanya penurunan produksi minyak sawit di Malaysia. Pada bulan Januari mengalami penurunan produksi yang mencapai 12,6% atau sekitar 1,17 juta ton. Sehingga tak heran jika data ekspor minyak sawit negeri Jiran pun juga menurun drastis mencapai angka 13,2% dari bulan Desember. Angka tersebut menunjukkan adanya penurunan ekspor sekitar 1,21 juta ton minyak sawit.
Nasib Kinerja Ekspor Malaysia Beberapa Hari Ini
Dalam minggu pertama bulan ini, Februari 2020, kinerja ekspor negara Jiran masih tertekan. Bahkan menurut laporan survei dari AmSpec Agri Malaysia menunjukkan adanya penurunan hingga 20% kinerja ekspor dibandingkan bulan yang sama di tahun lalu. Seperti yang terlihat dari data ekspor minyak sawit malaysia berada di angka 364.456 ton pada 10 hari pertama Februari. Data tersebut jelas lebih rendah daripada periode yang sama di bulan Januari di mana mencapai angka 455.592 ton.
Imran Khan sebagai perdana menteri Pakistan menjanjikan pembelian minyak sawit dari Malaysia lebih banyak sebagai bentuk kompensasi atas penurunan penjualan negara Jiran tersebut ke India akibat adanya konflik bilateral. Tindakan Pakistan tersebut merupakan sentimen positif akibat harga CPO mendapatkan apresiasi sebesar 8% karena mengalami reli.
Hal itu juga disambut positif oleh Teresa Kok sebagai menteri perindustrian Malaysia yang berharap banyak bahwa Pakistan akan meningkatkan pembelian minyak sawit dari Malaysia. Semula Pakistan hanya melakukan pembelian 22%, dan diharapkan tahun ini akan meningkat 60%. Kesepakatan tersebut akan kembali didiskusikan dalam waktu dekat ini, meskipun tidak diketahui kapan
Meskipun banyak analis pasar perdagangan internasional dan ahli ekonomi yang memperingatkan agar Malaysia tidak mengharapkan terlalu banyak dari negara Pakistan. Hal itu karena Pakistan saat ini masih mengalami permintaan internal yang lemah serta kekurangan dukungan finansial.
Kok sendiri menyatakan dan kembali menegaskan bahwa ada peluang pasar dari negara Pakistan karena mempertimbangkan jumlah penduduk di negara tersebut mencapai 200jt jiwa. Pertumbuhan tingkat populasinya bahkan berada di angka 2,74% setiap tahunnya.
Virus Corona Turut Pengaruhi Potensi CPO
Selain karena penurunan ekspor Malaysia, harga CPO juga sempat mengalami keamblesan karena adanya isu virus Corona seperti yang sedang booming di dunia. kita ketahui bahwa dampak virus tersebut telah menyebabkan kerugian dan puluhan ribu orang terinfeksi serta hampir seribu orang sudah terenggut nyawanya. Hingga saat ini telah mencapai angka 40536 jiwa yang positif terinfeksi virus tersebut berdasarkan data dari John Hopkins CSSE.
Tak bisa diprediksi kapan isu virus Corona akan mereda, atau bahkan bisa semakin parah. Hal itu turut memberikan efek signifikan terhadap nilai mata uang dari berbagai negara, tak terkecuali Malaysia. Karena wabah virus Corona dikhawatirkan dapat menjadi salah satu penyebab penurunan permintaan minyak sawit dari China. Padahal sejauh ini Cina menjadi pembeli minyak terbesar kedua di dunia setelah India.
Meskipun belum ada tanda-tanda bahwa virus korona sudah dijinakkan, pelaku pasar akan terus mencermati perkembangan perdagangan internasional. Apabila bencana tersebut berangsur lama dan tidak segera pulih maka bisa berakibat fatal pada pasar dunia dan China akan mengalami pukulan besar terhadap perekonomiannya. Padahal, terganggunya perekonomian China bisa menyebabkan terganggunya perekonomian banyak negara lainnya yang berimbas pada pasar.