Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Giliran Yuan China Anjlok, Ternyata Ini Penyebabnya

Giliran Yuan China Anjlok, Ternyata Ini Penyebabnya

by Didimax Team

Pada perdagangan forex tahun ini, banyak mata uang yang turun. Hal ini terjadi karena adanya perekonomian global tidak kondusif. Salah satu mata uang yang ikut turun adalah Yuan.
 
Yuan turun sesaat setelah Yen Jepang merosot. Mata uang sesi Asia ini tidak mampu menyaingi laju inflasi. Selain itu, beberapa negara di Asia turut menghadapi inflasi. 
 
Inflasi sangat riskan terjadi pada negara-negara di Asia. Maka dari itu, penurunan Yen dan Yuan seperti penurunan global karena waktunya tidak jauh berbeda bahkan terlihat kompak.
 
 

Faktor-faktor  yang Mempengaruhi Penurunan Yuan

 
Yuan mengikuti mata uang tetangganya, Yen dengan penurunan yang cukup tinggi. Salah satu pengaruhnya adalah kenaikan suku bunga Dolar yang diprakarsai oleh the Fed. 
 
Saat ini Yuan terperosok drastis hingga level terendah, berbanding terbalik dengan Dolar yang mencapai puncaknya. Yuan melemah 0,9% terhadap Dolar.
 
Posisi Yuan pada saat ini berada pada titik 6.6515 terhadap Dolar AS. Maka dari itu, pebisnis pasar forex sangat berharap pada pertemuan FED nanti akan menghasilkan titik terang. 
 
Banyak analis menaruh harapan besar terhadap pertemuan tersebut agar tidak ada lagi mata uang yang mengalami penurunan. Khususnya untuk Yuan, karena mata uang ekspor.
 
Terdapat beberapa faktor yang dapat membuat Yuan. Negara terpadat di dunia ini memiliki kekuatan sebagai mata uang utama. Mata uang tersebut bisa turun karena faktor berikut ini: 
 
1. Pandemi Covid 19
 
China merupakan sumber utama virus covid ada, hingga menyebar ke seluruh dunia dan memakan banyak korban. Korbannya tidak hanya nyawa tetapi juga perekonomian global.
 
Berdasarkan hal tersebut, China berusaha keras agar virus tersebut bisa diatasi. Namun, pandemi tersebut terlanjur mendunia sehingga China disibukan dengan usaha kerasnya, sehingga Yuan naik. 
 
Kenaikan Yuan tersebut terjadi karena pandemi tersebut menyerang perekonomian global sehingga banyak negara jatuh pada jurang resesi. Bahkan, ekonomi global lumpuh karenanya. Hal tersebut salah satu faktor naiknya Yuan. 
 
2. Perang Rusia dan Ukraina 
 
Banyak pihak yang menyayangkan aksi perang antara Rusia dan Ukraina, karena berdampak pada perekonomian global. Salah satunya adalah China. Mata uang negara tirai bambu ini ikut terperosok karena perang tersebut. 
 
Hal tersebut membuat Yuan kehilangan perannya sebagai mata uang utama untuk ekspor. Padahal, perdagangan China merupakan perdagangan besar serta memiliki banyak hubungan bilateral dengan berbagai negara.
 
Salah satu negara yang bekerja sama dengan China adalah Indonesia. Namun, sejak ada pandemi tersebut, hubungan bilateral tersebut semakin renggang. Dengan demikian, Yuan semakin merosot tajam. 
 
Padahal, China menjalin kerja sama bilateral dengan Amerika. Namun, faktanya, China tidak bisa melanjutkan kerja sama tersebut sehingga Yuan kehilangan kendali yang membuatnya terus turun hingga level terendah 1 tahun.
 

Pengaruh Nilai Yuan terhadap Rupiah

 
Sebagai mata uang utama dalam sesi Asia, Yuan memiliki kekuasaan sebagai mata uang acuan untuk ekspor dan impor. Maka dari itu, sedikitnya Yuan berpengaruh pada nilai Rupiah. 
 
Nilai Rupiah anjlok karena adanya sentimen Dolar. Tidak terkecuali dengan Yuan. Nilai Yuan terhadap Dolar turun hingga 0, 9% atau senilai 6.4156 Yuan untuk Dolar AS. 
 
Dengan demikian, Yuan mencapai level terendah 2 tahun untuk Dolar. Hal tersebut berkaitan dengan anjloknya nilai Rupiah. Kegiatan ekspor di Asia sedikit terhambat karena kenaikan nilai tersebut. 
 
Sejak kenaikan Dolar, Yuan dan Rupiah ikut terpuruk sehingga aktivitas Ekspor dan impor di Indonesia ikut terkena imbasnya. Untuk kesekian kalinya, Rupiah tidak memiliki kekuatan untuk mengimbangi nilai mata uang komoditi dan the Greenback. 
 
Yuan yang turut terjerembab karena kenaikan harga Dolar tersebut membuat Rupiah semakin terhimpit hingga pada akhirnya mata uang komoditi tidak bisa mengimbangi Dolar. Termasuk aktivitas ekspor impor yang terjadi di Asia semakin terbatas.
 
Padahal, Indonesia merupakan negara paling konsumtif di Asia untuk semua produk China.  Namun, kenaikan Dolar dan penurunan mata uang komoditi, seperti Yuan membuat Rupiah tidak bisa mengimbanginya. 
 
Dampak tersebut cukup besar terhadap Indonesia, sehingga Indonesia tidak hanya kehilangan nilai saja tetapi juga barang-barang import dari China dibatasi. Hal ini membuat China mengalami penurunan pendapatan nasional. 
 
Yuan terperosok karena ketidakstabilan ekonomi global. Hal tersebut berdampak pada Rupiah karena Yuan merupakan mata uang komoditi. Seiring dengan hal tersebut, Dolar semakin mengembangkan sayapnya dan menyentuh level tertinggi 2 tahun.