Harga emas melaju dengan begitu cepat seperti kereta api tanpa rem. Setelah minggu lalu sempat mengalami penurunan yang cukup signifikan, akhirnya emas kembali meroket. Kini harga emas berada pada US$ 1.607,02 untuk setiap ons troi nya. Harga ini jelas saja meningkat sebesar 1,35% dari pentupan sebelumnya.
Kenaikan harga emas ini terjadi setelah adanya koreksi yang sangat detil pada emas, yakni sebesar 3,61% pada akhir minggu lalu. Sayangnya, harga emas masih belum cukup untuk bisa mencapai level tertinggi tahun ini meskipun kini telah kembali menguat, yang nilainya sebesar US$ 1.659,38 per ons troi.
Harga emas yang turun pada minggu lalu ini merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan oleh wabah virus corona yang berasal dari Wuhan, China. Dikhawatirkan jika virus corona ini akan menyebar dengan bantuan stimulus. Sehingga ada yang mengungkapkan jika Federal Reserve pada rapat Maret ini akan memangkas suku bunga.
opportunity cost yang mengambil alih emas akan berkurang akibat Penurunan suku bunga ini. Hasilnya ternyata sangat baik, karena harga emas bisa kembali bangun. Dalam setiap penurunan yang terjadi, mereka memperkirakan pembelian akan tetap ada karena harga emas masih bisa naik. Hal ini diungkapkan oleh Vandana Bharti.
Vandana Bharti ini merupakan seorang assistant vice-president of commodity research SMC Comtrade. Pada minggu lalu, pasar mencatat jika penurunan saham yang paling terburuk ialah penurunan kemarin, jika dihitung sejak krisis finansial 2008. Para investor mengatakan tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan apapun akibat corona virus pada pertumbuhan ekonomi.
Jelang Sore, Emas Berada di US$ 1.604,42 per Ons Troi
Pada pukul 15.30 WIB, harga emas telah mulai membaik menjadi US$ 1.604,42 per ons troi. Harga ini jelas mengalami peningkatan sebesar 1,19% dari penutupan yang dilakukan sebelumnya. Tindakan ambil untung ini membuat harga emas ambles dengan nilai sekitar 3,5% pada perdagangan di hari Jumlah pekan lalu.
Padahal, saat itu bursa saham pun juga telah melakukan aksi jual. Para analis memperhatikan jika adanya lonjakan kasus wabah corona ini memancing aksi sell dalam beberapa bidang instrumen investasi, tak terkecuali pada emas yang kini telah kembali pulih bahkan menguat dengan cukup tajam dan lebih baik dari pekan lalu.
Para investor mulai mencairkan keuntungan dari pennguatan emas ini, sehingga harga emas pun mengalami penurunan yang sangat drastis. Para pelaku pasar pun menjual apapun yang bisa mereka jual. Hal ini merupakan tindakan sell dalam semua bidang instrumen. Ini diungkapkan oleh Michael Matousek, yang merupakan seorang kepala Trader Global Investors AS.
Wabah Coronan Membuat Kecemasan Tersendiri Pada Pemain Pasar
Virus Corona terus menyerang seluruh pelosok negeri dan berhasil memojokkan Korea Selatan, Italia, serta Iran. Berdasarkan data yang ada, dari Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona ini di Korea Selatan kini telah mencapai 4.212 kasus dan sudah termasuk dengan 17 orang yang meninggal.
Sedangkan di Italia terdapat 1.694 kasus dengan jumlah orang meninggal sebanyak 54 orang. Untuk saat ini di Iran jumlah korba orang yang meninggal, menjadi terbanyak kedua setelah China yang sudah jelas merupakan sumber wabah virus mematikan ini. Tentu saja ini bukan sebuah berita yang baik.
Secara global, virus corona telah banyak sekali memakan korban jiwa. Bahkan jika dihitung, hanya dalam waktu beberapa pekan, corona telah membunuh lebih dari 3000 orang dan mengjangkit manusia lebih dari 89.000 orang. Bukan hanya itu saja yang menjadi kecemasan oleh para pemain pasar forex, melainkan ekonomi ditakutkan akan ikut melambat.
Sebuah lembaga riset global, yakni Moody’s Analystics, membuat prediksi nika virus corona asal Wuhan China ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi China tertekan menjadi 5,4% saja, padahal pada tahun lalu angka pertumbuhannya ialah 6%. Menurutnya, penyebaran virus ini akan terus tertahan di China dan masih akan terus berlangsung hingga musim semi.
Ekonomi China akan mengalami kontraksi pada kuartal awal pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi ini terpaksa dipangkas menjadi 5,4%. Hal ini diungkapkan oleh Mark Zandi, yang merupakan seorang Chief Economist Moody’s Analytics dalam risetnya pada hari Rabu tepatnya pada tanggal 26 Februari lalu.