Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Harga Komoditas Global Melonjak Tajam Akibat Perang Rusia-Ukraina

Harga Komoditas Global Melonjak Tajam Akibat Perang Rusia-Ukraina

by Didimax Team

Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ternyata membawa dampak cukup serius, salah satunya dari naiknya berbagai macam komoditas di seluruh dunia. Harga minyak bumi, batu bara, gas bumi pun sempat mencetak rekor tertinggi. Bukan hanya itu saja, komoditas lainnya pun seperti nikel, tembaga, dan CPO juga mengalami kenaikan.

Said Abdullah selaku Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menjelaskan bahwa perang Rusia dan Ukraina ini jika terus berlangsung maka akan terjadi kenaikan harga komoditas. Dalam kondisi tersebut, posisi Indonesia diibaratkan seperti buah simalakama.

‘’Kenaikan CPO, nikel, tembaga, dan batu baru tentunya akan menguntungkan kita, namun tingginya harga ICP bisa menekan APBN kita,’’ jelas Said dalam Rapat Kerja DPR RI dengan Pemerintah, pada hari Selasa, 31 Mei 2022.

Beberapa waktu lalu, kenaikan harga komoditas membuat pemerintah Indonesia mengusulkan sejumlah postur APBN. Harga ICP usulan dari pemerintah juga dipatok sekitar 80 US dollar hingga 100 US dollar per barrel. Menurut Said, angka tersebut bisa berdampak pada alokasi subsidi dan juga kompensasi yang dibayarkan oleh pemerintah melalui APBN.

 

 

2 Bulan Terakhir, Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi

Sebelumnya, harga minyak mengalami kenaikan sekitar 3 persen ke level tertingginya selama dua bulan di tengah adanya tanda pasokan yang begitu ketat menjelang musim panas Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan Uni Eropa (UE) sedang berselisih dengan Hongaria mengenai rencana guna melarang impor minyak mentah dari Rusia.

Mengutip dari laman resmi CNBC, pada hari Jumat lalu, harga minyak brent berjangka 3,37 US dolar lebih tinggi pada 117,40 US dollar per barrel. Hal serupa juga ditunjukkan oleh minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS yang sekarang menjadi 3,4 persen.

Brent berada pada jalurnya untuk kenaikan harian keenam secara berturut – turut serta penutupan tertinggi semenjak tanggal 25 Maret. WTI pun menuju penutupan tertinggi sejak tanggal 23 Maret lalu.

Minyak mentah juga telah memperoleh dukungan dari penarikan mingguan terbesar dalam persediaan stok minyak mentah AS, seperti yang dilaporkan pada hari Rabu lalu. Charles Michel selaku Presiden Dewan Eropa juga menjelaskan bahwa dirinya yakin kesepakatan akan segera dicapai sebelum pertemuan dewan selanjutnya.

Harga Gas Alam Capai Rekor Tertinggi

Pada perdagangan hari Rabu lalu, harga gas alam mengalami kenaikan signifikan di atas 9 US dollar per million British thermal units (MMBTU). Harga gas alam tersebut telah mencapai level tertinggi selama satu dekade terakhir ini dikarenakan pasokannya yang berkurang.

Mengutip dari laman CNBC, harga gas di Amerika Serikat lebih dari 6 persen pada satu titik mencapai level tertinggi di 9,399 US dollar per MMBTU yang mana merupakan angka paling tinggi semenjak Agustus 2008 silam.

Harga kontrak gas alam sempat berbalik namun masih dapat mencetak kenaikan dan mengakhiri sesi perdagangan dengan naik sekitar 1,99 persen ke level 8,971 US dollar per MMBTU. Salah satu alasan mengapa harga gas mampu mencetak rekor paling tinggi sejak tahun 2008 ini dikarenakan terjadi perang Rusia dengan Ukraina yang membuat pasar energi sangat terguncang.

Head of Natural Gas and Power Services for North America di Argus Media David Givens memaparkan bahwa ada tiga katalis penyebab reli dari harga gas. Yang pertama adalah pertumbuhan pada produksi yang paling kecil.

Kedua adalah ekspor gas alam cair yang relatif lebih tinggi. Lalu, terakhir ialah tingkat penyimpanan yang mencapai 17 persen di bawah rata – rata selama lima tahun terakhir.

Kenaikan harga gas alam pun cepat menambah tekanan inflasi seluruh sektor perekonomian. Para pengguna kendaraan pun harus berhadapan dengan rekor BBM tertinggi pada pompa bensin, serta tagihan listrik pun mengalami kenaikan.

Di sisi lainnya, perusahaan utilitas mungkin saja bisa beralih ke batu baru sebagai alternatif yang lebih murah. Pasokan listrik berbahan bakar batu bara pun kini sedang terbatas dengan sejumlah pembangkit yang berhenti beroperasi sebagian dikarenakan masalah ESD atau environmental social and governance.

Campbell Faulkner selaku Wakil Presiden dan Kepala Analis Data OTC Global Holdings menjelaskan bahwa kekeringan yang melanda Amerika Serikat bagian barat sudah membatasi produksi pembangkit listrik tenaga air.