Senin, 20 April 2020 untuk pertama kali dalam sejarah Amerika Serikat harga minyak mentahnya mencapai nilai negatif. Menurut Reuters pada Selasa, 21 April, West Texas Intermediate atau minyak WTI harganya turun 305% dari 55,9 dolar AS menjadi -37,63 dolar AS per barelnya. WTI tersebut merupakan pengiriman untuk bulan Mei 2020.
Harganya yang mencapai zona negatif atau minus ini dapat diartikan bahwa para trader dan produsen akan memberi atau bahkan membayar siapapun yang ingin mengambil stok minyak yang berlimpah. Karena bagaimana pun memberi secara gratis akan memakan biaya lebih murah dibandingkan harus menutup produksi.
Sedangkan pada Sabtu, 25 April, menurut Reuters harga minyak mentah WTI sudah naik sebesar 2,7% atau sebesar 44 sen menjadi 16,94 dolar AS per barel. Sepanjang minggu ini memang jual beli minyak sangatlah fluktuatif. Beberapa faktor memang menjadi alasan harganya yang naik turun secara tidak pasti.
Alasan Minyak WTI Mencapai Zona Minus
Alasan utama fluktuatifnya harga minyak tentu berkaitan erat dengan pendemi Covid-19. Menyebabkan banyak negara memberhentikan aktivitas salah satunya dibidang ekonomi. Masyarakat dunia dikarantina di rumah dan roda pergerakan publik menjadi dibatasi. Berakibat berhentinya sektor transportasi karena adanya larangan untuk bepergian oleh pemerintah.
Hal tersebut tentu berakibat akan permintaan minyak sebagai bahan bakar menjadi berkurang secara tajam. Seiring dengan prediksi turunnya permintaan minyak, justru negara eksportir dan produsen yang tergabung dalam OPEC+ tidak mampu mengimbanginya dengan pemangkasan produksi yang signifikan. Padahal 9 Maret 2020 OPEC+ telah memangkas produksinya hingga 9,7 juta bpd.
Pemangkasan tersebut pun akan dimulai pada Mei. Sedangkan permintaan minyak sudah menurun drastis sejak Maret. Hal tersebut menjadikan salah satu penyebab harga minyak mentah dunia WTI berada di zona minus. Penurunan drastis harga minyak mentah WTI juga disebabkan AS yang terus melakukan produksi minyak mereka.
Menurut US Energy Information Administration, stok minyak di Oklahoma pada awal tahun bertambah sebesar 16,83%. Semula berada pada angka 484,37 juta barel naik menjadi 503,61 juta barel pada 10 April lalu. Apabila harga minyak light sweet atau WTI ini naik turun secara drastis, pada harga minyak Brent cenderung lebih stabil.
Harga WTI yang lebih fluktuatif dibandingkan Brent karena light sweet ini menjadi acuan di Amerika Serikat maupun negara lain. Mangutip dari Reuters, pada Sabtu, 25 April, harga minyak Brent adalah 21,44 dolar AS per barel. Telah naik sebesar 0,5% atau 11 sen untuk Brent berjangka LCOc1.
Minyak WTI Kembali Merangkak Naik, OPEC+ Mempercepat Pemangkasan Produksi
Pada kamis, 23 April waktu Amerika Serikat, harga minyak WTI kembali menguat. Hal tersebut terjadi karena rencana pemangkasan produksi telah dipercepat oleh OPEC+. Awalnya pemangkasan akan dilakukan pada bulan Mei, tetapi dipercepat menjadi April ini. Para negara produsen minyak akhirnya menyepakati pemotongan produksi sebesar 9,7 juta barrel per day (bpd).
Kuwait sendiri telah mengambil tindakan dengan mengurangi pasokan minyak mentah ke pasaran global sejak 23 April. Rusia kemungkinan juga tengah mencari opsi untuk mengurangi produksi dan akan melakukan penggunaan produk minyak sendiri. Bahkan Rusia berpotensi melakukan langkah ekstrem dengan membakar sebagian persediaan minyak mereka.
Selain rencana percepatan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+, diduga hubungan AS dan Iran yang kembali memanas juga menyebabkan naiknya harga minyak. Menurut Ipek Ozkardeskaya, selaku analis senior AS Swissquote Bank, kini AS tengah berusaha memicu ketegangan geopolitik di beberapa negara Timur Tengah. Langkahnya berupa mendukung harga dan mengancam pasokan minyak.
Sebelumnya buntut insiden 15 April lalu menyebabkan Trump menginstruksikan pasukan militernya untuk menenggelamkan kapal Iran. Pada 15 April sendiri kapal perang AS yang berjumlah 6 dikepung oleh 11 kapal militer Iran. Iran menegaskan bahwa kapal AS yang mengaku sedang berpatroli telah memasuki kawasan Iran.
Namun karena tidak ada kepastian kapan permintaan minyak akan pulih, kemungkinan harga minyak fluktuatif pun masih mungkin terjadi. Seorang analis di PVM Oil Associates, Stephen Brennock menyatakan terdapat dua hal yang bisa menyelamatkan pasar global minyak. Pertama adalah permintaan yang kembali pulih atau dengan mengurangi pasokan tambahan.