Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Hubungan AS-China Memanas dan Nilai Mata Uang Yang Mengalami Kemerosotan dan Peningkatan

Hubungan AS-China Memanas dan Nilai Mata Uang Yang Mengalami Kemerosotan dan Peningkatan

by Didimax Team

Kabar mengenai kemerosotan nilai mata uang negara semakin hari tampaknya semakin mengkhawatirkan. Hal ini dapat dilihat dari kemerosotan nilai dolar AS yang sejak kemarin membuat para investor mengalihkan sahamnya pada saham beresiko tinggi. Keinginan untuk melihat dolar AS naik di hari ini ternyata tidak membuahkan hasil manis. 

Data yang dikirim pada tanggal 14 Juli 2020 menunjukkan bahwa indeks dolar AS terhimpit pada perdagangan sesi Asia dalam rentang yang sempit. Selain itu muncul bentuk kekhawatiran baru mengenai hubungan diplomatik antara AS dengan China. Ini dilihat dari bentuk balas dendam Beijing dengan merencanakan berbagai aksi. 

Hubungan diplomatik yang kurang baik ini berdampak pada kemerosotan nilai mata uang dolar AS. Namun, dibalik memanasnya hubungan kedua negara ini ternyata nilai mata uang Pound juga ikut merosot akibat pandemi yang terus berlangsung. Tampaknya nilai mata uang ini jauh lebih mengkhawatirkan. 

 

Mata Uang Dolar yang Melempem

Dari keributan antar dua negara yang saling merencanakan aksi dalam hal diplomatik, terjadi kemerosotan mata uang dolar AS. Kondisi ini bisa terjadi akibat pengumuman yang diberitakan oleh China mengenai tiga orang parlemen AS dan satu duta besar AS. Tuduhan yang disampaikan yaitu karna sudah mengusik isu internal. 

Tidak hanya mengusik isu internal, ternyata AS juga diketahui menggerogoti kedaulatan negara China, sehingga diberikan sanksi terhadap parlemen AS dan duta besar AS tersebut. Diketahui bahwa ini ternyata aksi balas dendam setelah apa yang diperbuat oleh Washington kepada China. 

Adapun sanksi yang diberikan Washington terhadap China adalah sanksi kepada sejumlah petinggi China akibat pelanggaran HAM Muslim Ulighur beberapa waktu belakangan. Dengan adanya aksi balas dendam dari China, Washington tidak tinggal diam. Mereka berencana untuk merusak pegging USD/HKD bahkan ingin memblokir media sosial China. 

Hal ini sungguh mengejutkan, apalagi ditambah dengan berita Gedung putih yang juga sedang dalam pertimbangan untuk mencabut perjanjian 2013. Perjanjian ini adalah mengenai kerjasama otoritas audit antara China dengan AS. Hubungan keduanya hingga hari ini terus memanas. 

Belum lagi langkah yang akan dilakukan oleh AS ini menjadi langkah awal dalam menginvestigasi atau bahkan memaksa delisting perusahaan-perusahaan dari China yang masuk dalam bursa saham AS. Washington juga melakukan ini dengan mengesampingkan aturan mengenai keterbukaan informasi. 

Pada masa pandemi ini, sepertinya fokus antara China dengan Washington sudah bukan berbicara mengenai virus corona. Akan tetapi bagaimana merusak perekonomian masing-masing negara karena masalah diplomatik yang cukup besar untuk diperbincangkan ini. 

Mata Uang Pound Selip, dan Kurang Memuaskannya GDP Inggris

Menyampingkan keributan kedua negara yang sedang berlangsung tersebut, ada masalah baru dari nilai mata uang Pound yang mengalami selip dan rebound GDP Inggris yang kurang memuaskan. Pada bulan Mei 2020 diketahui bahwa mata uang GBP/USD duduk pada level 1.2535-an, dan berlanjut dari kemerosotan yang terjadi pada sesi perdagangan sebelumnya. 

Akibat dari pandemi diketahui akan terus berlangsung cukup lama dan berefek serius bagi ekonomi negeri ber-ibu kota London ini. Pasalnya, pergerakan ekonomi sangat lamban sehingga dirasa kurang memuaskan jika dilihat dari pertambahan yang naik 1.8 persen pada bulan Mei 2020 lalu. 

Jika dibandingkan dengan ekonomi GDP Inggris pada bulan Februari 2020, maka setidaknya bulan ini masih lebih rendah. Dampak ini terjadi akibat adanya lockdown yang diberlakukan sejak 23 Maret 2020 lalu. Para pelaku pasar serta ekonom berharap bahwa data di bulan Juni dapat meningkat sedikit lebih baik dan signifikan. 

Namun, sepertinya selama masih diadakannya lockdown dan beberapa tempat pendidikan masih ditutup, serta melakukan kondisi merumahkan para karyawan ekonomi Inggris masih belum bisa pulih dan kembali seperti awal. Para pelaku pasar akan terus memantau data penjualan ritel dari Inggris Raya serta negosiasi perdagangan Inggris-Uni Eropa.

Adapun negosiasi perdagangan ini akan secara khusus menyimpan potensi eksplosif jika kedua kubu secara tiba-tiba berhasil mencapai kesepakatan-kesepakatan yang dibuat. Berita perdagangan antara China-AS sampai GDP Inggris inilah yang ditunggu-tunggu oleh para pelaku pasar dalam bentuk peningkatan ekonomi tanpa keadaan yang memanas.