Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Investor Beralih ke Saham Sementara Dampak dari Dolar AS Melemah

Investor Beralih ke Saham Sementara Dampak dari Dolar AS Melemah

by Didimax Team

Pandemi Covid-19 membuat keresahan yang cukup besar pada ekonomi dunia. Hal ini tampak pada beberapa pergerakan mata uang yang sangat cepat berubah-ubah tiap waktunya. Akibat dari pergerakan mata uang yang tidak stabil ini membuat investasi pada mata uang menurun. 

Selama kondisi pandemi, banyak masyarakat dari berbagai negara yang menggantungkan investasinya ke dolar AS karena melihat beberapa data yang meyakinkan mereka. Namun, ternyata belum beberapa hari berada di puncaknya dolar AS kembali melemah. Dampak buruk dari hal ini sangat jelas terlihat. 

Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa berinvestasi dolar AS adalah hal yang paling aman sebelumnya. Namun melihat pasang surut yang cukup besar ini membuat para investor harus menunggu data mengenai dolar AS dihari berikutnya. Investor akan menunggu sembari melihat perkembangan dari pendapatan perusahaan-perusahaan. 

Adapun data kenaikan ekonomi Amerika Serikat sudah sangat ditunggu-tunggu oleh para investor. Data inflasi ini akan dirilis pada Selasa malam (14 Juli 2020) dengan harapan besar atas Outlook ekonomi Amerika Serikat. 

 

Kondisi Ekonomi Pasca Pandemi

Akibat dari pergerakan yang tidak stabil dari mata uang Dolar AS sangat berdampak pada fluktuasi dolar AS. Ketidak-stabil-an ini terjadi selama masa pandemi dan mungkin saja akan berdampak setelah pandemi berakhir. Kemungkinan terjadinya dampak terburuk pun sangat dipastikan melihat kondisi ekonomi yang saat ini terjadi. 

Pandemi berhasil mengubah-ubah hati para investor untuk berinvestasi. Krisis ekonomi yang terus terjadi terjadi tampaknya membuat para pelaku pasar semakin bingung dan khawatir. Selain itu, menurunnya permintaan membuat ekonomi secara global melambat serta produktifitas dari berbagai sektor usaha pun ikut mengalami penurunan. 

Setelah dolar AS sempat menguat di beberapa waktu lalu, awal pekan ini dolar AS melemah. Sehingga membuat para investor kembali membeli aset-aset dengan resiko tinggi. Bahkan karena hal ini, para investor tidak menggubris seberapa banyak korban positif Corona yang sempat meledak di Florida minggu lalu. 

Keadaan yang cukup menggetarkan ini ternyata masuk dalam angka 15.000 kasus dalam 24 jam. Dengan angka tersebut ternyata disebut sudah melampaui puncak kasus akibat Corona yang ada di New York pada bulan April 2020. Keadaan ekonomi yang sulit membutakan mata para investor. 

Meskipun, ekonomi terus bergerak melambat akan tetapi saham-saham AS tetap bangkit dan melonjak 0.90 persen dengan indeks S&P 500 di pembukaan pasar. Inilah yang membuat dolar AS sementara tidak dilirik para investor, dan beralih pada saham-saham beresiko tinggi. 

Pasang Surut Dolar AS Akibat Pandemi

Pada senin malam (13 Juli 2020) data dolar AS membuktikan adanya penurunan yang cukup besar dengan indeks Dolar AS (DXY) merosot hingga 0.37 persen ke 96.3. Sementara dolar AS melemah, EUR/USD naik pesat dengan indeks 0.65 persen ke 1.1370. EUR/USD juga mempertahankan tren kenaikannya sejak akhir bulan lalu. 

Jika dilihat angka ini cukup besar dan mengkhawatirkan karena berhubungan dengan berita vaksin yang menyebar di beberapa negara. Selama pandemi berlangsung setidaknya dolar AS beberapa kali mengalami kenaikan dan penurunan dalam ekonomi secara global. 

Pada April 2020 dolar AS sempat menguat dan para investor berbondong-bondong melakukan penanaman saham dengan beberapa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Kenaikan indeks yang dilakukan oleh Greenback terhadapat enam mata uang utama sebesar 0.13 persen menjadi 100.6932. 

Pada saat itu tampak, mata uang Euro dan Yen kalah saing pada akhir perdagangan New York dimana nilai beli dolar AS terhadap Yen Jepang mengalami kenaikan dari 108.27 menjadi 109.05. Tidak membutuhkan waktu yang lama, pada bulan Juli 2020 dolar AS melemah. 

Data yang akan dirilis mala mini membuat para investor harus terus memperhatikan pasang surutnya. Jika terjadi kenaikan maka investor akan kembali membeli mata uang yang sudah lama menduduki peringkat tinggi mata uang secara global di tengah-tengah pandemi yang masih saja berlangsung. 

Sentimen-sentimen yang terjadi antara pelaku pasar dengan para investor membuat ekonomi secara global seperti tidak memperdulikan angka-angka kasus Corona yang terus bertambah. Namun, ini dilakukan guna menjaga ekonomi dari masing-masing negara agar tidak semakin buruk ketika pandemi berakhir.