Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Mayoritas Mata Uang Asia Berakhir Merah, Won dan Baht Terdepan

Mayoritas Mata Uang Asia Berakhir Merah, Won dan Baht Terdepan

by Didimax Team

Di tengah kabar kalau beberapa pasar mata uang segera ditutup menjelang perayaan imlek, kita bisa melihat banyak mata uang Asia yang ditutup di tren negatif. Yen, Dollar Singapura hingga Rupee juga terdampak. Tetapi Baht dan Won Korea menjadi yang paling parah.

Di akhir bulan pertama di 2022, market mata uang memang akan sangat sulit untuk ditebak. Ada mata uang yang tiba-tiba mengalami tren negatif yang panjang, hingga tiba-tiba ada yang rebound. Tidak heran, banyak ekuitas yang absen lebih dulu di awal tahun agar stabil.

Akan tetapi, untuk sektor mata uang ini nilainya memang perlu analisis yang lebih detail dan mendalam. Sejauh ini, Won Korea menjadi yang kehilangan nilainya paling banyak. Disusul oleh Rupee India, Rupiah, dan Ringgit Malaysia dengan tren buruk di awal tahun ini.

Ini bukan menjadi sebuah masalah yang vital. Sebab, ahli telah memberikan analisis mereka kalau dalam waktu dekat, seluruh mata uang ini dan mata uang Asia lainnya akan rebound. Tetapi, publik masih saja bertanya soal apa yang menjadi alasan tren buruk uang Asia.

 

Alasan Mayoritas Mata Uang Asia Berakhir di Kondisi Merah

Hampir semua mata uang Asia saat ini mendapatkan catatan buruk dengan banyaknya tren negatif yang dialami. Tekanan dari pandemi Covid-19 bisa saja menjadi salah satu alasannya karena Asia dikenal sebagai tempat berlibur, terutama jika daratan Eropa musim dingin.

Namun dengan Indian Rupee yang di jalan kehilangan nilai menjadi yang paling buruk sejak 4 tahun lalu, Won Korea yang memimpin tren buruk Asia dengan score 1,35% hanya di awal tahun ini, hingga Baht yang kini sudah kehilangan hampir 12% sejak pandemi di 2020.

Belum lagi masalah Yen Jepang yang masih menemukan tren pergerakan yang baik untuk masa depan mata uang itu menjadikan nilainya merangkak turun sepanjang bulan. Hanya Yuan yang sejauh ini dapat berjalan stabil mengungguli mata uang negara Asia yang lain.

Sedangkan “saudara” daratan China Taiwan, tidak bisa mengatasi tren negatif juga dengan garis luar pergerakan mata uang yang tidak stabil. Di Asia Tenggara tidak usah ditanyakan lagi. Ringgit dan Rupiah mencatatkan skor kehilangan nilai mendekati 1% hanya di Januari.

Namun, prediksi yang masuk akal mengenai buruknya nilai mata uang Asia yang juga bisa diaktakan terdiam ini adalah karena persebaran virus Covid varian Omicron. Ini membuat demand terhadap pariwisata dan kebutuhan mata uang saat itu juga akan menurun.

Pergerakan Omicron di benua Asia ini sudah sangat tajam dan bisa kapan saja sampai di titik puncaknya. Analis dari Mizuhi Bank juga mengatakan kalau ada potensial pergerakan makin buruk dengan Hawkish Federal Reserve. Tetapi, ada juga yang berpendapat sebaliknya.

Masih ada Peluang untuk Mata Uang Asia Rebound

Banyak ahli yang mengatakan kalau mata uang Asia akan selalu bergerak ke atas jika sudah dapat mengatasi problem Omicron ini. Untuk hal lain, pemerintah dianggap tidak perlu ikut campur dan serahkan saja semuanya ke kebijakan dan mata yang akan bergerak naik.

Jika kita melihat target pemerintah di tahun ini, maka sangat masuk akal jika negara tersebut akan mendapatkan tren positif segera. Thailand yang berharap akan mendapatkan kenaikan ekonomi GDP 4% tahun ini, serta Won Korea yang dianggap akan pimpin pembagian.

Meskipun banyak tren negatif, tetapi investor Asia yang tersebar banyak di daerah Shanghai dan Mumbai ini akan mengambil kembali semua kehilangan yang dialami. Bank of Korea dan otoritas monetary Singapura sudah melakukan kerja sama untuk atasi tanda inflasi juga.

Sehingga ini bisa menjadi sebuah indeks yang bagus untuk menggambar potret mata uang di regional ini. Perkiraan di tahun 2022 nanti, akan ada banyak gejolak ekonomi di daerah barat. Ini bisa menjadi sebuah kesempatan emas bagi pemilik mata uang Asia untuk untung.

Tren negatif dalam 1 bulan tahun 2022 ini dialami oleh banyak mata uang Asia. Ini bahkan telah membuat para pemilik mata uang regional ini merasa kehilangan banyak aset. Tetapi jangan takut, banyak prediksi yang mengatakan kalau semua akan segera rebound.