Dalam dunia perdagangan, terdapat beberapa hal yang harus dipahami. Salah satunya adalah mata uang internasional yang digunakan. Fungsinya adalah mata uang tersebut digunakan sebagai acuan bagi negara negara lainnya. Transaksi jual beli yang dilakukan bergantung pada komoditas yang ditawarkan oleh negara tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa mata uang internasional menggunakan dolar Amerika Serikat. Hal ini karena Amerika Serikat dipercaya mampu mempertahankan ekonomi nya hingga jangka waktu yang panjang. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga dipandang sebagai negara terkuat yang tidak dikalahkan.
Melemah atau membaiknya suatu mata uang di negara lain mengacu pada mata uang Amerika Serikat. Sebagai contohnya adalah Indonesia. Ketika dolar Amerika Serikat mengalami depresiasi maka Rupiah akan mengalami apresiasi. Contoh selanjutnya adalah ketika Dolar Amerika Serikat mengalami depresiasi maka Euro akan mengalami apresiasi.
Hal ini merupakan hubungan yang saling berkebalikan. Keadaan tersebut bisa terjadi ketika permintaan komoditas pada Amerika Serikat meningkat namun penawaran yang dilakukan sedikit. Maka negara tersebut akan meningkatkan harga, alhasil barang yang berasal dari negara tersebut akan mengalami kenaikan harga ketika dijual kembali di Indonesia.
Alasan Nilai Dolar Amerika Mengalami Depresiasi
Ketika nilai mata uang internasional selalu menjadi acuan, maka tidak menutup kemungkinan bisa mengalami depresiasi dan juga apresiasi. Depresiasi bisa terjadi akibat perdagangan yang terjadi juga melemah. Depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat akan membuat sejumlah mata uang negara lain mengalami apresiasi.
Tercatat pada hari Selasa, 14 Juli 2020 dolar Amerika Serika yang dijadikan sebagai mata uang internasional mengalami depresiasi. Hal ini karena para pelaku ekonomi melihat adanya pelemahan pada pasar perdagangan. Depresiasi yang terjadi berdampak pada mata uang negara lainnya. Enam mata uang negara besar lainnya juga ikut jatuh sebanyak 0,21 persen.
Dolar diperkirakan jatuh karena pada sesi perdagangan Amerika karena ekspektasi inflasi yang hanya meningkat sedikit. Hal ini mengakibatkan Euro melonjak naik di tengah kondisi saat ini. Kenaikan mata uang Euro juga diperkirakan hanya akan mengalami sedikit kerugian terhadap ekonomi.
Alasan lain juga Euro melonjak naik karena Amerika berharap bahwa Uni Eropa akan menyetujui biaya penyelamatan dan mencegah rusaknya ekonomi di tengah kondisi kasus covid-19 ini. Penyelamatan tersebut tentu lebih penting bagi Amerika Serikat. Ketika paket penyelamatan besar disetujui maka bisa mengurangi pasien covid-19 yang semakin meningkat.
Walau sebelumnya, negara Amerika Serikat di prediksi tidak akan terkena dampak yang dapat menekan kuat pada pasar perdagangan. Namun ternyata, kondisi pandemi saat ini mengombang-ambingkan stabilitas ekonomi negara tersebut. Beberapa kali sempat diberitakan bahwa dolar mengalami depresiasi selama pandemi.
Beberapa kejadian seperti produksi minyak yang dibatasi, kemudian penurunan nilai logam mulia membuat nilai dolar beberapa kali mengalami pergerakan yang tidak stabil. Namun, merosotnya nilai dolar tidak berpengaruh signifikan sehingga membuat negara tersebut mengalami kerugian secara besar besaran.
Dampak Dolar Mengalami Depresiasi ke Indonesia
Ternyata walaupun dolar Amerika Serikat mengalami depresiasi, tidak membuat Rupiah mengalami apresiasi. Melemahnya dolar ternyata membuat menjadi melemah tajam. Hal ini karena pada Rabu, 7 Juli 2020 Bank Indonesia dikabarkan akan memangkas suku bunga yang membuat tekanan bagi mata uang Indonesia.
Nilai tukar rupiah masih berada pada Rp14.375/USD. Nilai tersebut ternyata sekaligus memasukkan negara Indonesia ke dalam Zona Kritis. Pelemahan nilai Rupiah juga berdampak pada pasar perdagangan. Harga komoditas yang di Impor dari negara Amerika Serikat akan langsung melonjak karena depresiasi tersebut.
Dampak lain yang terjadi akibat pelemahan mata uang Indonesia, maka aktivitas saham juga akan ikut menurun. Pelemahan Rupiah membuat daya tarik Investor menurun karena dirasa kurang menguntungkan bagi penanam saham. Hal ini akan membuat kerugian yang besar bagi Indonesia karena kehilangan sumber pendapatan negara.
Ditambah lagi situasi pandemi saat ini yang membatasi aktivitas produksi ekspor akan semakin membuat ekonomi Indonesia menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut membuat pemerintah harus mengeluarkan kebijakan terhadap situasi yang terjadi. Terlebih mengurangi aktivitas perdagangan di luar negeri yang belum terlalu penting. Hal ini akan membantu mengurangi biaya Impor yang harus dikeluarkan.