Sudah bukan rahasia lagi bahwa dolar AS merupakan mata uang dunia yang paling berpengaruh dalam ekonomi global. Dolar sendiri memiliki nilai yang sangat stabil sehingga sering dijadikan sebagai cadangan devisa di beberapa negara, termasuk Indonesia. Meski begitu, bukan berarti dolar tidak pernah mengalami penurunan.
Beberapa waktu lalu dolar tertahan selama beberapa hari setelah meluasnya dampak virus corona di China. Hal ini tentu saja memberi dampak positif untuk pasangan mata uang tersebut dalam pasar forex, salah satunya EUR/USD. Kira-kira seperti apa nasib dolar yang tertahan kedepannya? Yuk, simak selengkapnya berikut ini.
Pengaruh Virus Corona Terhadap Dollar AS
Sebagai negara maju, ekonomi Amerika Serikat dilaporkan telah menunjukkan adanya penguatan. Sayangnya, penguatan tersebut tidak sebanding dengan penguatan dolar AS yang tertahan selama beberapa hari. Penahanan penguatan USD ini disebabkan oleh ancaman virus corona yang telah merenggut sebagian nyawa masyarakat di China.
Hingga kini, wabah virus corona telah menewaskan sebanyak 908 orang dimana jumlah ini melebihi korban jiwa akibat wabah penyakit SARS yang juga pernah menyerang Tiongkok beberapa tahun lalu. Sementara itu, pasien yang dikabarkan positif terinfeksi virus tersebut sudah mencapai 40.177 orang. Kondisi ini pun menghentikan banyak kegiatan di wilayah China, termasuk aktivitas penerbangan.
Banyak kota-kota di China yang telah diisolasi. Selain itu, banyak warga negara asing yang memilih membatalkan penerbangan ke negara tirai bambu tersebut untuk menghindari terjadinya infeksi virus. Dengan ini, jumlah konsumsi bahan bakar minyak pun mengalami penurunan dan tentunya berdampak pada mata uang dolar.
Tidak hanya dolar AS, nilai dolar di beberapa negara juga mengalami penurunan. Di Australia, nilai mata uangnya menyentuh nilai terendah selama 10 tahun yaitu berada pada level 0,66621. Sedangkan Dolar New Zealand berada pada level 0,63942 yang merupakan level terendah dua bulan.
Penguatan Dollar US sebagai Bentuk Kekuatan Ekonomi Amerika
Dengan adanya penyebaran virus corona, para investor mengharapkan ekonomi Amerika Serikat tetap tangguh. Meskipun sempat tertahan, USD kembali mengalami penguatan sehingga mampu menyeret pound dan euro ke level terendah. Tidak hanya itu, kekuatan ekonomi AS juga bisa dilihat melalui data pertumbuhan jumlah pekerjanya yang mengalami percepatan pada bulan lalu. Hal tersebut juga telah memicu optimisme para pedagang.
Saat ini, pelaku pasar pun lebih positif terhadap mata uang beresiko dengan menganggap bahwa penyebaran virus tersebut bisa mengalami perlambatan sehingga bisnis besar yang dijalankan di China pun dapat dilanjutkan setelah libur tahun baru imlek. Beberapa perusahaan besar pun melaporkan bahwa mereka akan membuka kembali fasilitas di China seperti yang disampaikan oleh kepala strategi FX di Westpac Sydney, Richard Franulovich.
Tidak hanya itu, pabrik Shanghai Carmaker Tesla juga berencana untuk melanjutkan produksinya. Bahkan, pihak pemerintah juga akan memberikan bantuan untuk memperlancar proses produksi perusahaan tersebut. Di sisi lain, seorang kontraktor utama produksi teknologi global, Foxconn Taiwan juga akan melanjutkan produksinya di sebuah pabrik yang terletak di utara China.
Seiring dengan berkurangnya kekhawatiran akan dampak virus corona, dolar pun kembali mengalami penguatan. Dolar Australia mengalami kenaikan sebesar 0,3% menjadi 0,6689 per USD. Di sisi lain, mata uang Yuan China juga mengalami kenaikan dengan persentase yang sama menjadi 6,9893 per USD. Sebagai pasangan USD dalam pasar forex, nilai EUR dan pond pun mengalami penurunan menjadi 1.0942 dan 1,2873.
Lee Hardman, seorang analis mata uang di MUFG menyatakan bahwa daya tarik relatif mata uang Dolar Amerika Serikat telah didorong dalam jangka pendek melalui pembangunan kekhawatiran atas prospek pertumbuhan di luar negeri, meningkatkan kemungkinan Donald Trump memenangkan masa jabatan kedua serta sebagai bentuk bukti ketahanan ekonomis AS yang berkelanjutan. Selain itu, Hardman juga menyatakan bahwa potensi kenaikan hasil AS maupun nilai mata uangnya akan terhambat apabila The Fed enggan untuk mengetatkan kebijakan.
Dengan dibukanya kembali aktivitas di wilayah Tiongkok serta kebijakan-kebijakan ketat yang ditetapkan oleh Amerika Serikat, bukan tidak mungkin bahwa nasib Dolar AS akan mengalami penguatan dengan stabil.