Di tengah kabar akan Yen yang sedang meroket, Rupiah justru menurun dan nilainya semakin hancur. Virus Corona memang berdampak sangat besar terhadap perekonomian dunia, terutama untuk keuangan di wilayah Asia terhadap Dolar Amerika. Hal ini membuat pasar forex dan trader menjadi ikut was-was.
Rupiah, pada Januari lalu sempat mencapai kejayaannya, bahkan menjadi jawara. Namun ternyata dunia berputar terlalu cepat. Saat ini Rupiah tengah tumbang hingga menyandang status terburuk di Asia. Sungguh sangat nahas nasib mata uang Tanah Air ini. Baru saja merasakan kejayaan, kini harus kembali mengalami penurunan.
Pada tanggal 28 Februari kemarin, Rupiah mengalami penurunan yang cukup besar terhadap Dolas AS yaitu sebesar 2,21%. Dalam waktu hanya satu minggu saja, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 4,22%. Jika dilihat lebih jauh lagi, bisa terlihat jika Rupiah memang telah tertunduk di hadapan Dolas AS sejak awal tahun ini 3,2%.
Negara Asia Lain Mengalami Perburukan Mata Uang
Nasib yang mengenaskan ini ternyata bukan hanya dialami oleh mata uang Rupiah saja, karena masih ada beberapa mata uang Asia lainnya yang mengalami hal serupa. Beberapa mata uang Asia tersebut ialah India, Ringgit Malysyam peso Filipina dan Dolar Hongkong. Sedangkan Yen, pada minggu ini justru mengalami penguatan yang sangat baik.
Yen bahkan mendapatkan apresiasi 3,14% melawan dolar greenback. Hal ini bisa dimaklum karena Yen merupakan bagian dari salah satu aset safe haven yang banyak diincar ketika dunia tengah dalam kondisi abu-abu akibat wabah virus corona yang hingga kini masih belum bisa diatasi.
Pada awal minggu ini, virus corona yang berasal dari wuhan kembali berhasil membuat dunia gempar. Jumlah kasus yang terjadi terus meningkat dengan signifikan di daerah Korea Selatan, Italia dan juga Iran. Kabarnya, peningkatan kasus yang terjadi ini hingga melebihi kasus yang baru-baru ini dilaporkan dari negara China untuk pertama kalinya.
Trader Bergegas Membeli Aset Safe Haven
Peristiwa ini tentu saja memicu para trader untuk melakukan sell off secara serentak pada bursa saham dunia. Wall street saja yang dijadikan sebagai role model pasar saham dunia, tidak mampu untuk mengatasi tekanan sell. Kejadian ini dikabarkan memberikan tekanan paling dalam sejak krisis finansial 2008.
Bursa Wall Street memiliki tiga indesk utama, namun ketiga indeks tersebut justru anjlok hanya dalam waktu satu pekan saja. Indeks S&P 500 ini jatuh tersungkur hingga 11,5%. Dow Jones Industrial Average (DJIA) mengalami penurunan hingga melebihi 12%. Nasdaq Composite pun ikut turun hingga 10,5%.
Bursa saham kawasan benua kuning pun juga ikut terkena pengaruh anjloknya bursa saham global, tak terkecuali bursa saham di tanah air. Dalam kurun waktu satu minggu ini saja IHSG telah terdeteksi sebesar 7,3%. Bukan hanya IHSG saja, pasar surat utang pemerintah juga ikut terkena deteksi koreksi pada harganya.
Dalam waktu sepekan terakhir ini, pasar surat utang pemerintah Indonesia terkena koreksi untuk tenor 10 tahun. Pada hari Jumat di minggu lalu, tepatnya tanggal 21 Februari 2020, imbal hasil obligasi Tanah Air bertenor 10 tahun ini menempati posisi 6,542%. Sedangkan pada tanggal 28 Februari kemarin imbal hasilnya meningkat di 6,887%.
Pada waktu kemarin, Perry Warijoyo selaku gubernur Bank Indonesia mengatakan jika pada 27 Februari 2020 terdapat net outflow dana asing yang terhitung total sebesar Rp 30,8 triliun. Aliran dana ini dirinci oleh Perry, mulai dari dana asing yang keluar yang isinya ialah Surat Berharga Negara (SBN) nominalnya Rp 26,2 triliun.
Sedangkan untuk saham sebesar Rp 4,1 triliun. Peristiwa outflow ini juga ikut memberikan tekanan pada kinerja mata uang Tanah Air yang sempat mencapai kejayaan pada bulan lalu. Namun, ternyata virus corona justru ikut menyerang keuangan Tanah Air. Virus ini ikut menyebar ancaman yang membuat para invesetor panik.
Para investor inipun segera menyelamatkan diri mereka dengan cara segera membeli aset safe haven seperti surat utang pemerintah AS yang bertenor 10 tahun lamanya. Disana tercatat imbal hasil yang paling rendah sepanjang sejarah. Pada akhirnya, nasib Rupiah harus runtuh ketika disandingkan dengan dolar AS.