Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Sempat paling Rendah, Nilai Rupiah Menjadi Peringkat 2 Asia

Sempat paling Rendah, Nilai Rupiah Menjadi Peringkat 2 Asia

by Didimax Team

Pada hari Senin (30/3), tepatnya pukul 13:11 WIB nilai rupiah terhadap USD adalah Rp 16.330. Nilai tersebut mengalami pelemahan yang signifikan, sebesar 1,43% dibandingkan saat penutupan perdagangan pada akhir pekan tersebut. Pelemahan tersebut menjadikan nilai rupiah terlemah di kawasan Asia. Meskipun awalnya masih berada di posisi kedua. 

Namun ternyata tidak hanya rupiah, mata uang utama di Asia lainnya juga turut melemah. Bulan Maret lalu hanya dolar Singapura, yen Jepang, Peso Filipina, dan rupee India yang mengalami penguatan. Namun nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali meningkat, hingga pada 25 April sudah kembali menjadi peringkat 2 di Asia. 

 

Nilai Rupiah Peringkat 2 Asia, Berikut Alasannya

Dalam waktu sepekan ini, nilai tukar rupiah memang berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat. Penguatannya bernilai 0,3% terhadap greenback. Nilai tukarnya tepat berada di bawah rupee India yang menempati peringkat satu Asia. Jumat (24/4) pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah stagnan senilai Rp 15.350 per US$. 

Penguatan sebesar 0,3% tersebut merupakan peringkat 2 Asia. Sedangkan rupee India berhasil menguat sebesar 0,4%. Tepat di bawah Indonesia terdapat baht Thailand yang mengalami penguatan sebesar 0,2%. Penguatan nilai rupiah ini terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah karena sentimen munculnya keputusan Bank Indonesia yang mengumumkan pembelian SNB pasar primer.

Keputusan yang dibuat oleh The Peoples Bank of China (PBoC) mengenai penurunan suku bunga acuan juga menjadi penyebab menguatnya rupiah. Penurunan tersebut sebesar 20 bps, sehingga menjadi 2,38%. Kemudian menurut Alwy Assegaf, Analis Global Kapital Investama, mulai banyaknya pelonggaran terhadap lockdown pada beberapa negara menjadikan sektor ekonomi kembali bangkit.

Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, menilai bahwa stimulus AS juga berpengaruh ke pergerakan rupiah. Selain itu harga minyak mentah yang mulai pulih menjadikan rupiah semakin menguat. Josua memperhitungkan bahwa nilai rupiah pada pekan depan bisa mencapai Rp 15.300 hingga Rp 15.600 per $1 dolar AS.

Sedangkan Alwy memperhitungkan rupiah akan berada pada angka Rp 15.190 hingga Rp 15.570 per $1 dolar AS. Hal tersebut juga berhubungan dengan mulai banyaknya pelonggaran terhadap lockdown mulai pekan depan. Selain itu menurutnya penggelontoran stimulus oleh AS juga menjadi sentimen positif untuk beberapa aset berisiko, salah satunya rupiah.

Perkiraan Rupiah Memiliki Peluang Semakin Menguat pada Awal Pekan Depan

Ibrahim, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka menyampaikan kemungkinan perdagangan pada hari Senin (27/4), yaitu rupiah yang masih belum stabil. Terdapat kemungkinan bahwa rupiah masih melemah saat pembuka, tetapi akan menguat ketika ditutup. Menurutnya rentang harganya bisa mencapai Rp 15.360 hingga Rp 15.510 untuk setiap $1 dolar AS. 

Pergerakan nilai rupiah terhadap dolar AS ini terjadi karena adanya beberapa faktor. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang melarang masyarakat melakukan mudik lebaran. Kebijakan berani ini bahkan diimbangi dengan ancaman pidana 1 tahun serta sejumlah denda yang besar apabila ditemukan adanya pelanggaran. Menjadikan banyak masyarakat yang mengikuti kebijakan pemerintah.

Pembatasan mudik lebaran tersebut, menurut Ibrahim dapat membuat pasar kembali bangkit. Sehingga diharapkan pasar balas dan obligasi kembali dialiri oleh arus modal asing. Prediksi Bank Indonesia mengenai mata uang rupiah yang kemungkinan semakin menguat juga karena adanya kebijakan bauran bersama pemerintah akan membawa perubahan drastis berhubungan dengan tingkat kepercayaan pasar.

Sedangkan sisi eksternal kemungkinan penguatan nilai rupiah terhadap dolar AS adalah adanya laporan dari Financial Times. Laporan tersebut berupa kutipan dokumen oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang tidak sengaja diterbitkan. Berisi mengenai remdesivir obat Gilead Sciences tidak mampu mengatasi kondisi pasien Covid-19. Laporan tersebut berisi mengenai kegagalan uji klinis pertamanya.

Kemudian pihak Gilead membantah laporan tersebut dengan pernyataan penelitian yang dihentikan sedikit lebih awal akibat sedikitnya pendaftar dari pasien Covid-19. Sehingga hasil studinya pun belum dapat disimpulkan keberhasilannya. Namun akibat hal tersebut menjadikan dolar semakin dicari untuk aset aman, akibat persepsi awal bawa obat tersebut bisa mengobati penderita Covid-19.