Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Sentimen Negatif Amerika Serikat Membuat Euro dan Rupiah Tertekan

Sentimen Negatif Amerika Serikat Membuat Euro dan Rupiah Tertekan

by Didimax Team

Federal Reserve dalam pengetatan kebijakan moneternya menyampaikan tentang nilai mata uang Dolar Amerika akan semakin melambung tinggi. Pernyataan ini tentu akan mempengaruhi pasar perdagangan dan beberapa mata uang lainnya. 

Diantaranya adalah Euro dan Rupiah. Kenaikan nilai Dolar AS juga dipengaruhi menjelang pembacaan kunci pada inflasi yang seharusnya memberikan petunjuk tentang seberapa agresif Federal Reserve. 

Pergerakan ini juga telah dicermati oleh pembacaan indeks harga konsumen AS pada bulan April, untuk melihat tanda-tanda inflasi mungkin juga mulai mereda. 

Sebelumnya, mata uang rupiah ditutup stagnan meskipun sempat menguat 15 point di level Rp. 14.554 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 14.574 pada hari Selasa (11/5/2022). Sedangkan untuk perdagangan selanjutnya mata uang rupiah kemungkinan akan dibuka berfluktuatif. 

Selain mata uang Rupiah, Euro juga tertekan akibat adanya pergerakan Dolar AS ini. Akibat sentiment negative dari Amerika Serikat, mata uang Euro akan tertekan Dolar AS. 

Selain akibat nilai mata uang Dolar AS yang akan naik, Euro juga tertekan akibat embargo ekonomi yang membuat kondisi ekonomi khawatir, dan harga minyak dunia juga masih diatas 100 US Dolar. 

Hal ini berdampak pada tertekannya nilai tukar dolar dan rupiah. Inflasi Amerika Serikat di bulan April berdampak pada nilai tukar beberapa mata uang dunia. Ditambah dengan harga minyak dunia yang masih melambung tinggi.  

 

Sentimen Negatif Indeks Harga Konsumen AS

Sentiment negative dari Amerika Serikat memberikan pengaruh besar terhadap beberapa mata uang dunia, salah satunya adalah Euro dan Rupiah. 

Menjelang pembacaan kunci pada inflasi yang seharusnya memberikan petunjuk tentang seberapa agresif Federal Reserve nilai Dolar melayang. 

Investor akan mencermati pembacaan indeks harga konsumen Amerika Serikat bulan April pada hari Rabu untuk tanda-tanda inflasi mungkin mulai mereda, dengan ekspektasi menyerukan kenaikan tahunan 8,1% dibandingkan dengan kenaikan 8,5% yang tercatat di bulan Maret. 

Menurut Joe Manimbo analis pasar senior di Western Union Business Solutions di Washington D.C mengatakan sebelum dikeluarkannya data inflasi memungkinkan waktu istirahat asset berisiko. 

Menurutnya tidak ada yang meningkat secara material dalam hal pertumbuhan global, kekhawatiran tentang China sehingga pasar hanya melihat ada kesempatan sebelum data inflasi. 

Menurut Ibrahim, investor telah condong ke safe heaven di tengah kekhawatiran tentang kemampuan The Fed untuk menekan inflasi tanpa menyebabkan resesi. Bersamaan dengan kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan yang timbul dari perang di Ukrainan. 

Mata Uang Euro dan Rupiah Tertekan

Mata uang rupiah ditutup stagnan walaupun sebelumnya sempat menguat 15 point di lebel Rp. 14.554 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 14.574 pada Selasa (11/5/2022) kemarin. 

Assuaibi Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka menyampaikan “sedangkan untuk perdagangan besok (Rabu, 12/5/2022), mata uang rupiah kemungkinan akan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp. 14.540—Rp. 14.580.”

Selain itu, Ibrahim juga menambahkan nilai Dolar AS melayang di dekat level tertinggi dua decade terhadap mata uang utama, menjelang pembacaan kunci pada inflasi yang seharusnya memberikan petunjuk tentang Federal Reserve. 

Investor akan mencermati pembacaan indeks harga konsumen AS bulan April, untuk mengetahui tanda-tanda inflasi mungkin mulai mereda. 

Selain Rupiah, Euro juga tertekan akibat pergerakan ini, menurut Nanang Wahyudin, Analis PT. Valbury Asia Futures mata uang Euro juga akan tertekan akibat sentiment negative dari Amerika Serikat. 

“Embargo ekonomi membuat kondisi ekonomi membuat kekhawatiran dan harga minyak dunia masih diatas USD 100. Hal ini berdampak pada tertekannya nilai tukar Euro dan juga Rupiah menguji resitance di Rp. 14.610.” jelasnya. 

Selain itu, menurut Nanang, pelaku pasar mewaspadai data inflasi Amerika Serikat pada bulan April 2022. Nanang menambahkan bahwa dari analisa teknikan semua pola bearish, rupiah juga dapat berpeluang terbuka kembali ke level Rp. 15.000 pada bulan Juni mendatang. 

Selain akibat pergerakan Dolar AS, Rupiah tertekan akibat dari sentiment dalam negeri. Menurut Nanang, sentiment dalam negeri juga membuat Rupiah tertekan. 

Ditambah juga dengan neraca perdagangan yang bisa negatif dengan kebijakan pemerintah membatasi ekspor CPO. Kehilangan nilai ekspor berdampak pada pengurangan cadangan devisa. 

Setelah The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin minggu lalu, kenaikan terbesar dalam 22 tahun, investor telah mencoba untuk menilai seberapa agresif bank sentral.