Saat ini harga minyak dunia kembali jatuh meski sempat menguat tipis. Harga minyak yang sempat menguat tersebut tiba-tiba jatuh padahal stimulus yang diberikan AS cukup besar mencapai US$ 2 triliun. Diketahui pemberian stimulus ini seiring dengan terguncangnya perekonomian dunia akibat wabah virus corona yang hingga kini belum berakhir.
Paket stimulus yang digelontorkan AS tersebut sebagai upaya darurat guna menyeimbangkan pasar dunia yang terkena imbas yang cukup besar. Senat AS sendiri sempat menyepakati rancangan undang-undang paket stimulus tersebut sebelum akhirnya dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, sebelum ada keputusan pasar justru pesimis dengan mengabaikan paket stimulus tersebut.
Rasa pesimis tersebut bukan tanpa alasan mengingat hampir penduduk dunia kini dirumahkan akibat merebaknya virus corona yang semakin luas. Alhasil perjalanan yang seharusnya memanfaatkan gas alam tersebut berkurang drastis permintaannya. Bahkan permintaan tersebut anjlok hingga 20 persen. Kondisi semakin parah dengan adanya keputusan Arab Saudi dan Rusia yang tak akan membatasi pasokan minyak.
Penurunan permintaan ini diklaim menjadi terbesar dalam 40 tahun terakhir. Bahkan analis Morningstar sendiri telah memprediksi bahwa permintaan minyak ini akan terus menurun seiring dengan belum adanya tanda-tanda pandemi virus corona berakhir. Hal inilah yang membuat AS meminta negara yang tergabung OPEC berhenti perang kalkulasi harga minyak dengan Rusia.
Peran Negara OPEC Dongkrak Harga Minyak Dunia
Berbagai upaya terus dilakukan demi menyeimbangkan kembali harga minyak dunia akibat virus corona. Salah satu diantara upaya tersebut adalah mengadakan pertemuan antar negara yang tergabung OPEC dengan Rusia. Pertemuan ini tak lain untuk membahas serta menganalisis penurunan harga minyak serta langkah apa yang seharusnya diambil menyikapi kondisi yang kian parah.
OPEC yang notabene merupakan organisasi beranggotakan 13 negara pengekspor minyak duduk membahas bersama 10 negara bukan anggota dengan Rusia sebagai pemimpinya. Tercatat tepatnya Desember tahun 2019 silam OPEC dan beberapa negara sekutu telah sepakat memperpanjang perjanjian dengan hasil pembatasan produksi minyak guna menstabilkan harga minyak dunia.
Meski langkah tersebut efektif mendongkrak harga minyak namun, di tengah munculnya wabah virus corona nyatanya harga minyak dunia kembali rapuh. Walhasil usaha dari awal pun dilakukan dengan menambah suntikan stimulus meski hingga kini hasilnya masih belum signifikan. Amerika sebagai negara terparah yang terkena dampak virus pun juga tak bisa berbuat banyak.
Stimulus Ekonomi Vs Permintaan Minyak Yang Anjlok
Parahnya ekonomi dunia akibat virus corona ini memang tidak hanya membuat harga minyak anjlok namun, juga menyerang pada sektor lain seperti harga emas. Harga emas yang juga mendapat stimulus pun juga tidak terlalu memberikan hasil positif. Begitu juga harga minyak, nampaknya kian hari harga minyak semakin jatuh meski sempat menguat tipis.
Banyaknya lockdown yang diambil beberapa negara di dunia membuat permintaan minyak kian anjlok. Kabar terbaru India juga melakukan lockdown hingga 21 hari kedepan padahal populasi India mencapai 1,3 miliar orang yang menempatkan negara ini sebagai salah satu konsumen utama minyak.
Paket stimulus yang diluncurkan AS kemaren sempat memberi angin segar pada investor ditambah para pemimpin dunia sepakat memberikan stimulus dengan dana yang lumayan besar guna mengerek harga minyak dunia sekaligus menghambat besarnya dampak yang akan diterima pasca wabah virus corona. Berkat stimulus tersebut, harga minyak dunia yang empat pekan terakhir terus jatuh perlahan tapi pasti akhirnya mulai merangkak naik meskipun belum terlalu memuaskan.
Mengacu pada grafik kemarin (27/3) harga minyak berjangka Brent menguat di posisi USD 26,84 per barel. Sementara minyak berjangka WTI juga mengalami kenaikan dengan posisi kini di kisaran USD 23.20 per barel. Kenaikan yang meskipun tipis ini setidaknya membuat sedikit lega.
Di tengah masih berlangsungnya wabah di seluruh dunia ini, memang harga minyak perlahan merangkak naik. Namun, para ahli pun masih belum bisa memprediksi seberapa lama naiknya harga ini bertahan. Mengingat kemungkinan jatuh juga tetap ada selama permintaan minyak terus menurun dan pandemi virus ini belum berakhir namun, trend positif ini diharapkan terus berlanjut.