Minyak mentah merupakan salah satu hasil sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu komoditi ini menjadi salah satu hasil bumi yang sangat berharga. Banyak negara di dunia yang berperan sebagai penghasil minyak bumi. Mereka akan mengolah sumber daya tersebut untuk dijadikan sumber energy fosil.
Untuk selanjutnya, komoditi tersebut akan dijual dan dipasarkan ke luar negeri. Negara-negara yang kurang dalam menghasilkan minyak mentah maka akan mengimpornya. Permintaan akan bahan bakar yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga minyak. Akan tetapi kondisi ekonomi secara global sedang tidak baik.
Mengingat penyebaran virus corona yang hingga kini belum bisa ditangani secara totalitas. Hal tersebut juga mengakibatkan permintaan akan bahan bakar menurun drastis. Oleh karena itu harga minyak mentah saat ini sedang anjlok. Harganya tidak sebanding dengan jumlah produksi yang dikeluarkan sehingga tidak heran jika banyak negara penghasil minyak mengalami kerugian.
Harga Minyak Diambang Kerugian
Berdasarkan informasi yang beredar, bahwa hingga Jumat kemarin harga minyak menuju pergerakan kearah kerugian. Kerugian tersebut berjalan hingga minggu ketiga akibat penghentian produksi serta kegagalan penurunan permintaan akibat pandemi virus corona.
Minyak mentah Brent (LCOc1) mengalami penurunan sebesar 73 sen, atau setara dengan3,42%, sementara itu pada $ 20,60 berada 0838 GMT, pasca pencapaiannya pada sesi tinggi sebesar $ 22,70 / bl sebelumnya serta naik 5% hingga Kamis kemarin. Sementara itu minyak AS (CLc1) mengalami penurunan sebesar 84 sen, atau setara dengan 5,09%, berubah pada kisaran $ 15,66 tiap barel, pasca kelonjakan dengan persentase 20% yang tercatat pada sesi sebelumnya.
Rupanya harga tersebut dinilai menuju kerugian hingga minggu kedelapan dan hampir ke Sembilan dengan kenyataan bahwa Brent mengalami kerugian sebesar 27% pada minggu ini. Sementara itu WTI AS mengalami penurunan sebesar 14%. WTI juga terperosok pada area negative dengan mengalami minus sebesar $ 37,63 per barel yang tercatat pada Senin kemarin.
Meninggalkan jejak WTI, Brent mengalami penurunan hingga ke level paling rendah setidaknya selama dua dekade. Penghasil minyak terbesar yang berada di North Dakota yaitu Continental Resources Inc (N: CLR), memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan produksinya. Penghentian produksi tersebut dilakukan pada sebagian besar negara bagian AS.
Pihaknya juga telah menginformasikan kepada para pelanggan bahwa tidak akan memberikan pasokan minyak mentah. Dari informasi yang didapatkan, pejabat negara mengonfirmasi pada keseluruhan produksi yang mengalami kerugian sebesar 300.000 barel setiap harinya. Untuk tahun ini tercatat Continental akan melakukan produksi hingga sebesar 150.000 barel per hari tepatnya di Bakken.
Pemotongan Pasokan Minyak Mentah
Negara-negara yang tergabung pada OPEC membuat kesepakatan bersama dengan produsen minyak lainnya seperti Rusia dan juga Azerbaijan. Dalam kesepakan tersebut akan ditentukan pembatasan atau pemotongan pasokan minyak dengan cara pengurangan produksi hingga 9.7 juta barel setiap harinya. Pembatasan tersebut akan segera dimulai pada Mei mendatang.
Informasi yang disampaikan oleh kantor berita negara Kuwait yaitu KUNA pada Kamis kemarin menyampaikan bahwa akan ada pembatasan pasokan minyak mentah ke pasar internasional meskipun kesepakatan belum disampaikan secara resmi. Seluruh negara yang tergabung pada proyek minyak harus memenuhi seluruh kesepakatan dengan komitmen bersama. Jika melihat permintaan dari negara Cina harus segera ditingkatkan mengingat wabah sudah mulai berakhir.
Setidaknya pada kuartal kedua ini, pemerintah dibeberapa negara akan segera memulai untuk membuka lockdown sehingga dapat mempermudah arus perdagangan meskipun segala sesuatunya masih dalam skala terbatas. Hingga saat ini pandemi corona yang menjangkit diseluruh dunia menjadi salah satu PR terbesar yang harus segera diatasi.
Jika tidak segera terselesaikan maka akan berpotensi menyebabkan kerugian serta ketidakstabilan ekonomi global. Kini legislator AS telah mengumumkan persetujuannya untuk memenuhi tagihan yang bernilai hingga $ 500 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk memberikan bantuan akibat pandemi, serta sebagai bentuk dukungan kepada usaha kecil serta rumah sakit.
Tentu bantuan tersebut akan menjadi salah satu dana segar yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengeluaran AS dalam rangka memerangi krisis yang mencapai $ 3 triliun.